Hukum Melangkahi Kuburan
Salah satu cara untuk menghormati orang yang telah
meninggal adalah merawat dan menziarahi makamnya berikut menjaga adab-adab di
dalamnya. Karena bagaimanapun, orang yang telah meninggal statusnya sama dengan
orang yang masih hidup dalam hal kewajiban untuk menghormatinya. Dalam berbagai
kitab fiqih dijelaskan:
حرمة
الميت كحرمة الحي
“Menghormati mayit sama halnya dengan menghormati
orang yang masih hidup.”
Oleh sebab itu perilaku kita dalam menyikapi mayit
atau orang wafat mestinya sama persis dengan cara kita dalam berperilaku pada
orang yang masih hidup. Manusia sangat dimuliakan dalam Islam, tak hanya ketika
hidup tapi juga ketika meninggal dunia. Tidak bernyawa bukan berarti setara
dengan benda mati: kita boleh merendahkan jenazah dan kuburannya. Apalagi bila
jasad yang bersemayam adalah dari kalangan orang-orang saleh.
Lalu apakah melangkahi kuburan termasuk merendahkan
mayit?
Rasulullah ﷺ dalam salah satu haditsnya menjelaskan:
لأن أمشي
على جمرة أو سيف أو أخصف نعلي برجلي أحب إلي من أن أمشي على قبر مسلم
“Sungguh aku berjalan di atas bara api atau pedang,
atau aku menjahit sandalku menggunakan kakiku, lebih aku sukai daripada aku
berjalan di atas kuburan orang Muslim.” (HR. Ibnu Majah)
Kandungan makna yang terdapat dalam hadits di atas
salah satunya bahwa melangkahi kuburan atau berjalan di atasnya merupakan
bentuk perilaku yang tidak beretika. Kesimpulan ini bisa ditangkap dari redaksi
“berjalan di atas bara api dan pedang” sebagai sesuatu yang niscaya tidak
diinginkan oleh siapa pun.
Hal yang telah dijelaskan di atas ketika ditinjau dari
sudut pandang adab. Berbeda halnya ketika permasalahan melangkahi kuburan ini
kita kaitkan dengan hukum fiqih. Melangkahi kuburan secara fiqih adalah makruh
untuk dilakukan oleh seseorang. Hukum makruh ini selamanya tetap kecuali ketika
tidak ada jalan alternatif sama sekali untuk menuju tempat tujuan. Dalam
kondisi terpaksa seperti ini status melangkahi atau berjalan di atas kuburan
menjadi boleh.
Keterangan ini seperti yang terdapat dalam kitab Fiqih
'ala Mazahib al-Arba’ah:
ويكره
المشي على القبور إلا لضرورة كما إذا لم يصل إلى قبر ميته إلا بذلك باتفاق
“Makruh berjalan di atas kuburan kecuali dalam keadaan
darurat, seperti seseorang yang tidak bisa sampai pada kuburan mayatnya kecuali
dengan cara melangkahi kuburan. Hukum ini telah menjadi kesepakatan para
ulama.” (Abdurrahman Al-Jaziri, al-Fiqh 'ala al-Mazahib al-Arba’ah,
juz 1 hal. 841)
Meski secara fiqih hukumnya makruh, namun hendaknya
seseorang tidak menganggap remeh hal ini dalam ranah etika serta dalam hal
akibat yang ditimbulkan pada mayit yang dilangkahi kuburannya. Mayit akan
merasa tersakiti jika terdapat orang yang bersikap tidak baik pada kuburannya,
seperti yang terdapat dalam hadits Amr bin Hazm:
رَآنِي
رَسُولُ اللهِ صَلى الله عَليه وسَلم مُتَّكِئًا عَلَى قَبْرٍ فَقَالَ: لاَ تُؤْذِ
صَاحِبَ هَذَا الْقَبْرِ
“Rasulullah ﷺ melihat padaku bersandar pada kuburan. Lalu ia menegurku,
‘Jangan kau sakiti mayit yang ada di kuburan ini!’” (HR Hakim)
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam menjaga adab di
kuburan adalah tidak berjalan di area sekitar kuburan dengan menggunakan sandal
atau sepatu. Meski jalan yang ditapaki tidak sampai melangkahi kuburan, namun
jika dengan menggunakan sandal atau sepatu seseorang dianggap kurang begitu
menjaga adab pada mayit yang ada di kuburan tersebut. Hal ini dikarenakan
Rasulullah pernah melarang seseorang yang memakai sandal di sekitar kuburan dan
memerintahkan padanya untuk melepasnya.
Berikut hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Basyir
bin Khashasiyah:
أَنّ
رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم رَأَى رَجُلا يَمْشِي بَيْنَ الْمَقَابِرِ فِي
نَعْلَيْهِ ، فَقَالَ : يَا صَاحِبَ السِّبْتِيَّتَيْنِ أَلْقِهِمَا
“Sesungguhnya Rasulullah ﷺ melihat lelaki yang berjalan di
antara kuburan dengan memakai sandal. Lalu Rasulullah ﷺ menegurnya “Wahai orang yang
memakai dua sandal, buanglah dua sandalmu itu!”
Demikian penjelasan tentang materi ini, secara umum
dapat disimpulkan bahwa meski hukum melangkahi kuburan hanya sebatas makruh,
namun di samping kemakruhan ini, orang yang melakukan tindakan ini dianggap
sebagai cacat etika, sebab tidak menghormati mayit yang ada di kuburan. Bahkan
banyak para ulama hadits menjadikan bab tersendiri dalam menjelaskan larangan
berjalan di atas kuburan ini, hanya untuk menegaskan betapa perbuatan ini
adalah perbuatan yang tidak baik.
Ketika mendapati orang yang melakukan tindakan ini,
alangkah baiknya pula kita tidak tergesa-gesa menghina dan menebar kebencian
padanya. Hal yang dipandang tepat dan bijak adalah mengingatkannya bahwa
perbuatan yang dilakukan menyalahi adab serta akan menyakiti mayit yang ada di
kuburan tersebut, sehingga perbuatan yang sama tak terulangi lagi di kemudian
hari. Wallahu a’lam.
(M. Ali Zainal Abidin)
mari gabung bersama kami di Aj0QQ*c0M
BalasHapusBONUS CASHBACK 0.3% setiap senin
BONUS REFERAL 20% seumur hidup.