Kamis, 30 Maret 2017

DASAR HUKUM PUASA RAJAB

KONTROVERSI HUKUM PUASA RAJAB: 


SUNNAH atau BID’AH?

Oleh : Buya Yahya
Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah Al-Bahjah Cirebon

di edit kembali oleh : Kang Nora


بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله رب العلمين. وبه نستعين على أمور الدنيا والدين. وصلى الله على سيدنا محمد وآله وصحبه وسلم أجمعين.
قال الله تعالى :  إن عدة الشهور عند الله اثنا عشر شهرا في كتاب الله يوم خلق السماوات والأرض منها أربعة حرم ذلك الدين القيم فلا تظلموا فيهن أنفسكم وقاتلوا المشركين كافة كما يقاتلونكم كافة واعلموا أن الله مع المتقين. الأية
وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم :  فإن خير الحديث كتاب الله وخير الهدى هدى  محمد  وشر الأمور  محدثاتها  وكل بدعة ضلالة.

PENDAHULUAN

Ada 2 hal yang harus diperhatikan dalam membahas masalah puasa Rajab. Pertama; Tidak ada riwayat yang benar dari Rasulullah SAW  yang melarang puasa Rajab.  Kedua; Banyak riwayat-riwayat tentang keutamaan puasa Rajab yang tidak benar dan palsu. Didalam masyarakat kita terdapat 2 kutub ekstrim.
Pertama adalah sekelompok kecil kaum muslimin yang menyuarakan dengan lantang bahwa puasa bulan Rajab adalah bid’ah. Kedua; Sekelompok orang yang biasa melakukan atau menyeru puasa Rajab akan tetapi tidak menyadari telah membawa riwayat-riwayat tidak benar dan  palsu. Maka dalam risalah kecil ini kami ingin mencoba menghadirkan riwayat yang benar sekaligus pemahaman para ulama 4 madzhab tentang puasa di bulan Rajab.

Sebenarnya masalah puasa rojab sudah dibahas tuntas oleh ulama-ulama terdahulu dengan jelas dan gamblang. Akan tetapi  karena adanya kelompok kecil hamba-hamba Alloh yang biasa MENUDUH BID’AH ORANG LAIN menyuarakan dengan lantang  bahwa amalan puasa di bulan Rajab adalah sesuatu yang bid’ah. Dengan Risalah kecil ini mari kita lihat hujjah para ulama tentang puasa bulan Rajab dan mari kita juga lihat perbedaan para ulama di dalam menyikapi hukum puasa di bulan Rajab,  yang jelas bulan Rajab adalah termasuk bulan Haram yang ada 4 (Dzulqo’dah, Dzul Hijjah, Muharrom dan Rajab) dan bulan haram ini dimuliakan oleh Alloh SWT sehingga tidak diperkenankan untuk berperang di dalamnya dan masih banyak keutamaan di dalam bulan-bulan  haram tersebut khususnya bulan Rajab. Dan di sini kami hanya akan membahas masalah puasa Rajab untuk masalah yang lainya seperti hukum merayakan isro’ mi’roj dan sholat malam di bulan Rajab akan kami hadirkan pada risalah yang berbeda.
Tidak kami pungkiri adanya hadits-hadits dho’if atau palsu (Maudhu’) yang sering dikemukakan oleh sebagian pendukung puasa Rajab. Maka dari itu wajib untuk kami menjelaskan agar jangan sampai ada yang membawa hadits-hadits palsu biarpun untuk kebaikan seperti memacu orang untuk beribadah hukumnya adalah HARAM dan DOSA besar sebagaimana ancaman Rosulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim:

مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّءْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

Artinya : “Barang siapa sengaja berbohong atas namaku maka hendaknya mempersiapkan diri untuk menempati neraka”.
Dan perlu diketauhi bahwa dengan banyaknya hadits-hadits palsu tentang keutamaan puasa Rajab  itu  bukan berarti tidak ada hadist  yang benar yang membicarakan tentang keutamaannya bulan Rajab.

A. Dalil-dalil tentang puasa Rojab
• Dalil-dalil tentang puasa Secara umum
Himbauan secara umum untuk memperbanyak puasa kecuali di hari-hari yang diharamkan yang 5 dan bulan Rajab adalah bukan termasuk hari-hari yang diharamkan. Dan juga anjuran-anjuran  memperbanyak di hari-hari seperti puasa hari senin, puasa hari kamis, puasa hari-hari putih, puasa Daud dan lain-lain yang itu semua bisa dilakukan , dan puasa tersebut tetap dianjurkan walaupun di bulan Rajab. Berikut ini adalah riwayat-riwayat tentang keutamaan puasa. Hadits Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori No.5472:

كُلُّ عَمَلِ ابْن أَدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَامُ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ

“Semua amal anak adam (pahalanya) untuknya kecuali puasa maka aku langsung yang membalasnya”
Imam Muslim No.1942:

لَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Bau mulutnya orang yang berpuasa itu lebih wangi dari misik menurut Allah kelak di hari qiamat”
Yang dimaksud Alloh akan  membalasnya sendiri adalah pahala puasa tidak terbatas hitungan tidak seperti pahala ibadah sholat jama’ah dengan keutamaan sholat jama’ah 27 derajat atau ibadah selain yang 1 kebaikkan dilipatgandakan menjadi 10 kebaikkan.
Hadits yang diriwayatkan Imam Bukhori No.1063 dan Imam Muslim No.1969:

إِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ إِلَى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ كَانَ يَصُوْمُ يَوْمًا وَ يُفْطِرُ يَوْمًا

“Sesungguhnya paling utamanya puasa adalah puasa saudaraku Nabi Daud, beliau sehari puasa dan sehari buka”
• Dalil-dalil puasa Rajab secara khusus

a. Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim

أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ حَكِيْمٍ اْلأَنْصَارِيِّ قَالَ: " سَأَلْتُ سَعِيْدَ بْنَ جُبَيْرٍعَنْ صَوْمِ رَجَبَ ؟ وَنَحْنُ يَوْمَئِذٍ فِيْ رَجَبَ فَقَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ  حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يَصُوْمُ"

“Sesungguhnya Ustman Ibn Hakim Al-Anshori, berkata: “Aku bertanya kepada Sa’id Ibn Jubair tentang puasa di bulan Rajab dan ketika itu kami memang di bulan Rajab”, maka Sa’id menjawab: “Aku mendengar Ibnu ‘Abbas berkata: “Nabi Muhammad SAW berpuasa (di bulan Rajab) hingga kami katakan beliau tidak pernah berbuka di bulan Rajab, dan beliau juga pernah berbuka di bulan Rajab, hingga kami katakan beliau tidak berpuasa di bulan Rajab.”

Dari riwayat tersebut di atas bisa dipahami bahwa Nabi SAW pernah berpuasa di bulan Rajab  dengan utuh, dan Nabi-pun pernah tidak berpuasa dengan utuh. Artinya di saat Nabi SAW meninggalkan puasa di bulan Rajab itu menunjukan bahwa puasa di bulan Rajab bukanlah sesuatu yang wajib .  Begitulah yang dipahami para ulama tentang amalan Nabi SAW, jika Nabi melakukan satu amalan kemudian Nabi meninggalkannya  itu menunjukan amalan itu bukan suatu yang wajib, dan hukum mengamalkannya adalah sunnah.

b. Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah

عَنْ مُجِيْبَةَ الْبَاهِلِيَّةِ عَنْ أَبِيْهَا أَوْ عَمِّهَا أَنَّهُ :أَتَى رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُُمَّ انْطَلَقَ فَأَتَاهُ بَعْدَ سَنَةٍ وَقَدْ تَغَيَّرَتْ حَالَتُهُ وَهَيْئَتُهُ فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَمَا تَعْرِفُنِيْ. قَالَ وَمَنْ أَنْتَ قَالَ أَنَا الْبَاهِلِيِّ الَّذِيْ جِئْتُكَ عَامَ اْلأَوَّلِ قَالَ فَمَا غَيَّرَكَ وَقَدْ كُنْتَ حَسَنَ الْهَيْئَةِ قَالَ مَا أَكَلْتُ طَعَامًا إِلاَّ بِلَيْلٍ مُنْذُ فَارَقْتُكَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَ عَذَّبْتَ نَفْسَكَ. ثُمَّ قَالَ صُمْ شَهْرَ الصَّبْرِ وَيَوْمًا مِنْ كُلِّ شَهْرٍ قَالَ زِدْنِيْ فَإِنَّ بِيْ قُوَّةً قَالَ صُمْ يَوْمَيْنِ قَالَ زِدْنِيْ قَالَ صُمْ ثَلاَثَةَ أَيَّامٍ قَالَ زِدْنِيْ قَالَ صُمْ مِنْ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ وَقَالَ بِأَصَابِعِهِ الثَّلاَثَةِ فَضَمَّهَا ثُمَّ أَرْسَلَهَا. رواه أبو داود 2/322

“Dari Mujibah Al-Bahiliah  dari ayahnya atau pamannya sesungguhnya ia (ayah atau paman) datang kepada Rasulullah SAW kemudian berpisah dan kemudian dating lagi kepada rasulullah setelah setahun dalam keadaan tubuh yang berubah (kurus), dia berkata : Yaa Rasululallah apakah engkau tidak mengenalku? Rasulullah SAW menjawab : siapa engkau? Dia pun berkata : Aku Al-Bahili yang pernah menemuimu setahun yang lalu. Rasulullah SAW bertanya : apa yang membuatmu berubah sedangkan dulu keadaanmu baik-baik saja (segar-bugar), ia menjawab : aku tidak makan kecuali pada malam hari
(yakni berpuasa) semenjak berpisah denganmu, maka Rasulullah SAW bersabda : mengapa engkau menyiksa dirimu, berpuasalah di bulan sabar dan sehari di setiap bulan, lalu ia berkata : tambah lagi (yaa Rasulallah) sesungguhnya aku masih kuat. Rasulullah SAW berkata : berpuasalah 2 hari (setiap bulan), dia pun berkata : tambah lagi ya Rasulalloh. Rasulullah SAW berkata : berpuasalah 3 hari (setiap bulan), ia pun berkata: tambah lagi (Yaa Rasulallah), Rasulullah SAW bersabda :jika engkau menghendaki berpuasalah engkau di bulan-bulan haram (Rajab, Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah dan Muharrom) dan jika engkau menghendaki maka tinggalkanlah, beliau mengatakan hal  itu tiga kali sambil menggemgam 3 jarinya kemudian membukanya.
Imam nawawi  menjelaskan hadits tersebut.

قَوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " صُمْ مِنَ الْحُرُمِ وَاتْرُكْ" إنما أمره بالترك ; لأنه كان يشق عليه إكثار الصوم كما ذكره في أول الحديث . فأما من لم يشق عليه فصوم جميعها فضيلة . المجموع 6/439

“Sabda Rasulullah SAW :
صم من الحرم واترك
“Berpuasalah di bulan haram kemudian tinggalkanlah”
Sesungguhnya nabi saw memerintahkan berbuka kepadaorang tersebut karena dipandang puasa terus- menerus akan memberatkannya  dan menjadikan fisiknya berubah. Adapun bagi orang yang tidak merasa berat untuk melakukan puasa, maka berpuasa dibulan Rajab seutuhnya adalah sebuah keutamaan. Majmu’ Syarh Muhadzdzab juz 6 hal. 439

c. Hadits riwayat Usamah Bin Zaid

قال قلت : يا رسول الله لم أرك تصوم شهرا من الشهور ما تصوم من شعبان قال ذلك شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين وأحب أن يرفع عملي وأنا صائم. رواه النسائي 4/201

“Aku berkata kepada Rasulullah : Yaa Rasulallah aku tidak  pernah melihatmu berpuasa sebagaimana engkau berpuasa di bulan Sya’ban. Rasulullah SAW menjawab : bulan sya’ban itu adalah bulan yang dilalaikan di antara bulan Rajab dan Ramadhan, dan bulan sya’ban adalah bulan diangkatnya amal-amal kepada Allah SWT dan aku ingin amalku diangkat dalam keadaaan aku berpuasa”. HR. Imam An-Nasa’I Juz 4 Hal. 201

Imam Syaukani menjelaskan

ظاهر قوله في حديث أسامة : " إن شعبان شهر يغفل عنه الناس بين رجب ورمضان أنه يستحب صوم رجب ; لأن الظاهر أن المراد أنهم يغفلون عن تعظيم شعبان بالصوم كما يعظمون رمضان ورجبا به  . نيل الأوطار 4/291

Secara tersurat yang dipahami dari hadits yang diriwayatkan oleh Usamah, Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Sya’ban adalah bulan yang sering dilalaikan manusia di antara Rajab dan Ramadhan” ini menunjukkan bahwa puasa Rajab adalah sunnah sebab bisa difahami dengan jelas dari sabda Nabi Saw bahwa mereka lalai dari mengagungkan sya’ban dengan berpuasa karena mereka sibuk mengagungkan ramadhan dan Rajab dengan berpuasa”. Naylul Author juz 4 hal 291

B. Kesimpulan
Dari penjelasan dari ulama empat madhab sangat jelas bahwa puasa bulan Rojab adalah sunnah hanya menurut madhab imam Ahmad saja yang makruh. Dan  ternyata kemakruhan puasa Rajab menurut madhab Imam Hanbali itu pun jika dilakukan sebulan penuh adapun kalau dibolongi satu hari saja maka kemakruhannya sudah hilang atau bisa disambung dengan sehari saja sebelum atau sesudah Rajab. Dan mereka tidak mengatakan Bid'ah  sebagaimana yang marak akhir-akhir ini disuarakan oleh kelompok orang dengan menyebar selebaran, siaran radio atau  internet .
Wallohu a'lam bishshowab


HADITS LEMAH?

Oleh : Gus DR. Fathul Barri
Pengasuh PP Annur Bululawang


Berikut tanya jawab tentang hadits yang menjelaskan keutamaan Puasa Rajab dalam Kitab al hawi lil fatwa imam suyuti juz 1 halaman 339


مسألة - في حديث أنس قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن في الجنة نهرا
يقال له رجب ماؤه أبيض من اللبن وأحلى من العسل من صام يوما من رجب سقاه الله من ذلك
النهر، وحديث أنس قال رسول الله صلى الله عليه وسلم من صام من شهر حرام الخميس والجمعة
والسبت كتب له عبادة سبعمائة سنة، وحديث ابن عباس قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
من صام من رجب يوما كان كصيام شهر ومن صام منه سبعة أيام غلقت عنه أبواب الجحيم السبعة
ومن صام منه ثمانية أيام فتحت له أبواب الجنة الثمانية ومن صام منه عشرة أيام بدلت
سيئاته حسنات هل هذه الأحاديث موضوعة .


PERTANYAAN :
dalam hadisnya Anas, Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda :
" sesungguhnya di syurga terdapat sungai yg namanya Rajab....dst"
hadisnya Anas, Rasululloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :
" barang siapa berpuasa dibulan haram pada hari kamis, jum'at dan sabtu...dst"
hadisnya Ibnu abbas, Rasulullloh shollallohu alaihi wasallam bersabda :
"barang siapa berpuasa di bulan rajab sehari maka seperti puasa sebulan....dst "
Apakah hadis-hadits tersebut PALSU ?


الجواب – ليست هذه
الأحاديث بموضوعة بل هي من قسم الضعيف الذي تجوز روايته في الفضائل, أما الحديث
الأول فأخرجه أبو الشيخ ابن حيان في كتاب الصيام, والأصبهاني, وابن شاهين – كلاهما
في الترغيب – والبيهقي, وغيرهم قال الحافظ ابن حجر: ليس في اسناده من ينظر في حاله
سوى منصور بن زائدة الأسدي وقد روي عنه جماعة لكن لم أر فيه تعديلا, وقد ذكره
الذهبي في الميزان وضعفه بهذا الحديث. واما الحديث الثاني فأخرجه الطبراني, وأبو
نعيم, وغيرهما من طرق بعضها بلفظ عبادة سنتين, قال ابن حجر: وهو أشبه ومخرجه أحسن
وإسناد الحديث أمثل من الضعيف قريب من الحسن. أما الحديث الثالث فأخرجه البيهقى في
فضائل الأوقات وغيره وله طرق وشواهد ضعيفة لا تثبت إلا أنه يرتقي عن كونه موضوعا.
الحاوي الفتاوى
للسيوطي 1/339


JAWAB :
Hadis-hadits tersebut TIDAKLAH PALSU, tapi termasuk hadis dhoif yang BOLEH di riwayatkan karena FADHILAH AMAL, adapun hadis pertama di keluarkan oleh abus syaikh ibnu hayan dalam kitabus shiyam, al asbihani dan ibnu syahin dalam kitab at targhib, al baihaqi dan juga selain mereka.
al hafidz ibnu hajar berkata :
" dalam sanadnya tidak ada orang yg perlu di pertimbangkan dalam keadaannya kecuali manshur bin zaidah al asdi, segolongan ulama' meriwayatkan darinya tetapi aku tdk melihat sifat adil di dalamnya.
adz dzihabi dalam kitab mizan menyebutkan dan mendhoifkan hadis ini."

Adapun hadis kedua dikeluarkan oleh at tabrani, abu nu'aim dan selain keduanya dari banyak jalan, sebagian riwayat menggunakan lafadz "ibadah dua tahun "
Ibnu hajar berkata :
" ini yang lebih serupa dan takhrijnya bagus, sanad hadisnya serupa dengam dhoif mendekati hasan "

Sedangkan hadis ketiga di keluarkan oleh al baihaqi dalam fadhoilul auqot dan juga oleh selain al baihaqy, hadis ini mempunyai banyak jalan hadis-hadits penguat yang dhoif, tetapi status hadisnya naik dari keadaan palsu



AMALAN DAN ZIKIR DI BULAN RAJAB

 بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ الله وَبَرَكَاتُهُ

Berikut adalah amalan dan zikirnya :

1. Doa ketika masuk bulan Rajab :

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَـعْبَانَ وَبَلِّـغْنَا رَمَضَانَ

2. Lafadz niat puasa sunnah Rajab :

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ فِى شَهْرِ رَجَبِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالَى

"Saya niat puasa esok hari di bulan rajab sunah karena ALLAH Ta'ala."

3. Doa dibaca pagi dan sore di bulan Rajab (70x)

ّرب اغْفِرْ لِيْ وَارْحَمْنِيْ وَتُبْ عَلَيَّ

4. Doa dibaca antara Dhuhur dan Ashar bulan Rajab (70x) :

اَسْـتَغْفِرُ الله َ الْعَظِيْمَ الَّذِي لآ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ، تَوْبَةَ عَبْدٍ ظَالِمٍ لاَ يَمْلِكُ لِنَفْسِهِ ضَرًّا وَلاَ نَفْعًا وَلاَ مَوْتًا وَلاَ حَيَاةً وَلاَ نُشُوْرًا

5. Dibaca pada 10 hari yang pertama bulan Rajab (100x) :

سُـبْحَان الله الْحَيِّ الْقَيُّوْمِ

Dibaca pada 10 hari yang kedua bulan Rajab (100x) :

سُـبْحَانَ الله ِ اْلأَحَدِ الصَّمَدِ

Dibaca pada 10 hari yang ketiga bulan Rajab (100x) :

سُـبْحَان الله الرَّؤُوْفِ

6. Membaca “Sayyidul Istighfar” (3x pagi dan sore) :

اَللَّهُم َّ أَنْتَ رَبِّيْ لآ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَااسْـتَطَعْتُ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ فَإِنَّه لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنت


(tambahan editor)
Ingatlah :
Sedho'if-dho'ifnya sebuah Hadits, masih lebih kuat dari pada Sebaik-baik qoul Ulama'.
Selemah-lemahnya qoul ulama', itu masih lebih utama dari pada qoul Amm (ucapan orang baik secara umum )

Minggu, 26 Maret 2017

Kenapa Bermadzhab? Kenapa Mesti Kitab Kuning? Kenapa Tak Langsung Al-Qur’an dan Sunnah Saja? Inilah Sebabnya


Bagi kita taqlid dengan imam mujtahid itu suatu keharusan yang tidak boleh tidak, karena keterbatasan kita tentang ilmu ilmu al-Qur’an atau pun hadits Nabi Muhammad dan akhir-akhir ini datang faham baru yang melarang taqlid, mengharamkan mengikuti madzhab empat, dll.
Fenomena penolakan sebahagian kalangan pada konsep taqlid untuk kaum awam memunculkan polemik bagi umat Islam, terutama bagi orang seperti kita yang tiadak memiliki kemampuan untuk mendalami agama langsung dari sumbernya yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah (Hadits).
Disamping itu, keengganan untuk bermadzhab (baca: taqlid) telah serta merta membangkitkan semangat sebahagian umat Islam untuk beristinbath (menggali hukum langsung dari sumbernya, yakni al-Qur’an dan as-Sunnah) tanpa disertai sarana yang memadai. Akibatnya dapat kita rasakan, betapa spirit agama yang selayaknya adalah “Rahmatan Lil ‘Alamiin” beralih jadi “fitnah perpecahan” diantara sesama umat islam.

Adakah Kita Sudah Mendalami Bahasa Arab Dengan Benar?
Syarat pertama, mendalami bahasa Arab dengan benar adalah sarana pertama yang harus kita kuasai, mengingat dua sumber utama dalam Islam ialah al-Qur’an dan as-Sunnah yang notabene menggunakan bahasa Arab dengan kualitas yang amat sangat tinggi. Ilmu yang harus kita kuasai dalam bidang ini setidaknya meliputi Gramatika Arab (Nahwu-Shorof), Sastra Arab/Balaghoh (Badi’, Ma’ani, Bayan), Logika Bahasa (Manthiq) Sejarah Bahasa, Mufrodat, dst.
Hal ini penting guna meminimalisir kesalahan dalam mengidentifikasi makna yang dikehendaki syari’at dari sumbernya secara harfiyah (tekstual), juga untuk mengidentifikasi nash-nash yang bersifat ‘Am, Khosh, berlaku Hakiki, Majazi dst. Adalah hal yang naif bila kita berani mengatakan “Halal-Haram, Sah-Bathil, Shohih-‘Alil” cuma berdasar pemahaman dari terjemah al-Qur’an atau as-Sunnah.
Sebagai ilustrasi sederhan berikut kami kutipkan peran pemahaman bahasa arab yang baik dan benar dalam memahami al-Qur’an dan as-Sunnah:
Contoh Fungsi Gramatika Arab
Firman Allah yang menuturkan tata cara berwudhu:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ
“Wahai orang-orang yg beriman! Bila kalian hendak melakukan sholat, maka basuhlah wajahmu & tanganmu hingga ke siku, & usaplah kepalamu & kedua kakimu hinggakedua mata kaki.” (QS. Al Maidah : 6)
Coba anda perhatikan kalimat وَاَرْجُلَكُمْ (& kedua kaki kalian) dalam firman Alloh di atas, di mana kata tsb dibaca Nashob (dibaca Fathah pada huruf lam) padahal kata tersebut lebih dekat dgn kata بِرُءُوسِكُمْ (kepala kalian)yg dibaca Jar (dibaca kasroh pada huruf Ro’) dengan konsekwensi makna sebagai berikut:
·        
Seandainya kata وَاَرْجُلِكُمْ (dan kedua kaki kalian) dibaca Jar (kasroh) maka yang mesti dilakukan untuk kaki disaat berwudhu adalah Mengusap bukan Membasuh, hal ini disebabkan kata وَاَرْجُلِكُمْ disambung dgn kata بِرُءُوسِكُمْ yang berarti amil (kata kerjanya) yakni وَامْسَحُوا (dan Usaplah)
·         Apabila kata وَاَرْجُلَكُمْ (dan kedua kaki kalian) dibaca Jar (kasroh) maka yang mesti dilakukan untuk kaki saat berwudhu adalah Membasuh bukan Mengusap, hal ini disebabkan kata وَاَرْجُلَكُمْ disambung dengan kata وُجُوهَكُمْ yg berarti amil (kata kerjanya) adalah فَاغْسِلُوا (Basuhlah)
Coba anda perhatikan: betapa dengan sedikit perbedaan, berimplikasi makna dan kewajiban yang tidak sama. Dimana dikala kata وَاَرْجُلَكُمْ dibaca Fathah/Nashab maka kewajibannya adalah membasuh, sedang apabila kata وَاَرْجُلِكُمْ dibaca Kasroh/Jarr, maka kewajibannya adalah mengusap. Adakah hal ini kita dapati dari al-Qur’an terjemah?
Contoh Fungsi Balaghoh/Sastra Arab
Masih dalam tema ayat diatas, coba anda lihat kata إِذَا قُمْتُمْ dengan menggunakan Fiil Madhi (kata kerja masa lampau) yang jikalau dialih bahasakan dengan cara harfiyah memberimakna: “Apabila kalian sudah berdiri/menjalankan” sedang yang dimaksud adalah sebelum sholat. Inilah yang dalam pelajaran sastra Arab disebut dengan “Ithlaqul Madhii Wa Uridal Mustaqbal”
Contoh Fungsi Manthiq
Diantara fungsi manthiq/logika bahasa dalam konteks ayat diatas ialah guna men-Tashowwur-kan (menjelaskan dengan makna yang Jami’ dan Mani’) dari masing-masing kata dalam ayat diatas, misal yang dimaksud dengan “Yad” (tangan) adakah ia adalah “Tangan” dalam bahasa kita? “Wajah” seberapakah daerah yang masuk kategori “Wajah”? dan “Ru’us” (kepala), Membasuh, Mengusap, dst. Adakah semuanya dapat kita definisikan dengan kamus bahasa Indonesia? Sedang al-Qur’an memakai bahasa Arab dengan kualitas paling tinggi?
Sudahkah Anda Menghafal al-Qur’an (Seluruhnya) dan Juga Sekurang-Kurangnya Seratus Ribu Hadits?
Syarat kedua ini benar-benar diperlukan karena dengan terpenuhunya syarat tersebut akan tergambar seluruh ayat dan hadits terkait kalau anda hendak memutuskan sebuah perkara, dengan begitu keputusan/pendapat anda akan terhindar dari bertabrakan dengan nash-nash yang lain.
Sebagai ilusrtrasi sederhana kita pakai ayat-ayat di atas dengan terjemah sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ …
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kalian hendak melaksanakan sholat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu hingga ke siku, dan usaplah kepalamu dan kedua kakimu hingga kedua mata kaki …” (QS. Al-Ma’idah : 6)
Seandainya kita mendalami cuma dari ayat tersebut, maka akan kita dapati hukum wajibnya berwudhu adalah bagi setiap orang yang hendak melaksanakan sholat, baik ia orang yang masih dalam kondisi suci atau pun berhadats. Mengingat keumuman perintah pada ayat diatas yang ditujukan pada tiap-tiap orang yang hendak melakukan sholat.
Syarat kedua tersebut, juga berguna untuk menghindarkan anda menempatkan dalil bukan pada tempatnya, misal menempatkan ayat-ayat yang sejatinya untuk orang-orang kafir tetapi anda hantamkan untuk orang-orang Islam. Bukankah Abdulloh Ibn Umar –rodhiyallohu ‘anhu- pernah berkata, ketika beliau ditanya tentang tanda-tanda kaum Khowarij?
وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَرَاهُمْ شِرَارَ خَلْقِ اللَّهِ وَقَالَ إِنَّهُمْ انْطَلَقُوا إِلَى آيَاتٍ نَزَلَتْ فِي الْكُفَّارِ فَجَعَلُوهَا عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Dan adalah Ibnu Umar, ia memandang mereka (Khowarij) sebagai seburuk-buruk makhluk Allah dan ia berkata: ‘Mereka (Khowarij) berkata tentang ayat-ayat yang (sejatinya) turun kepada orang-orang kafir, mereka timpahkan ayat tersebut untuk orang-orang beriman’.” (HR. Al Bukhori, Bab Qotlil Khowaarij)

Sudahkah Anda Menguasai Ilmu-ilmu Pendukung yang Lain Guna Mendalami al-Qur’an dan as-Sunnah?
Syarat ketiga adalah perangkat lain yang harus anda kuasai dalam menggali hukum dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang memang luas dan dalamnya melebihi luas dan dalamnya samudera, diantaranya yaitu;
·         Anda mesti mengetahui “Asbaabun Nuzul” dari setiap ayat dan juga “Asbaabul Wuruud” dari setiap hadits, hal ini mutlak supaya anda mampu menempatkan dalil-dalil sesuai porsinya dan mampu membedakan dalil-dalil yang “Nasikh” (pengganti/penyalin) dari dalil-dalil yang “Mansukh” (diganti/disalin)
·         Anda juga mesti menguasai sekurang-kurangnya “Qiro’ah Sab’ah” dalam ilmu qur’an, mengingat akan naif rasanya seseorang “Calon Mujtahid” melafadzkan al-Qur’an tanpa pengucapan yang fashih.
Disamping itu, anda juga mesti menguasai ilmu-ilmu pendukung guna mendalami as-Sunnah, seperti Mushtholah Hadits, Jarh Wat Ta’dil, Taroojim, dst. Hal ini penting setidaknya biar anda tak berhukum dengan hadits yang lemah dengan menabrak hadits yang shohih.
Sudahkah Anda Menguasai Kaidah ber-Istinbath Dari Para Imam Mujtahid?
Syarat keempat ini juga sangat penting setidaknya guna mengetahui cara mensikapi nash-nash yang Mujmal, Mubayyan, ‘Am, Khosh, dan cara men-Jami’-kan (mencari titik temu) bila terdapat nash-nash yang dzahirnya Mukholafah (berselisih) atau Ta’aarudh (bertentangan).
Juga sebagai ilustrasi sederhana kami kutipkan firman Allah berikut:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi dan orang-orang Shobiin, siapa saja (diantara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari akhir dan melakukan kebajikan, mereka mendapat pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS. Al-Baqoroh : 62)
Sepintas ayat diatas memberi pemahaman adanya peluang yang sama bagi orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi dan orang-orang Shobiin, untuk mendapat pahala disisi Allah atas kebajikan yang mereka perbuat. Maka seakan ayat tersebut menyebutkan bahwa orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi dan orang-orang Shobiin, bisa masuk surga.
Adakah kenyataannya memang demikian? sedang dalam ayat lain Allah berfirman:
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.” (QS. Alu Imron : 85)
Perhatikan dua ayat diatas, adakah pengetahuan yang memadahi pada diri anda untuk men-Jami’-kan dua nash yang dzahirnya Mukholafah (tak searah) tersebu? Sungguh apa yang kami sampaikan diatas hanyalah sebahagian kecil perangkat yang harus anda kuasai untuk ber-Istinbath (menggali hukum langsung dari sumbernya, yaitu al-Qur’an dan hadits Nabi).
Saudaraku, kami sampaikan hal-hal diatas bukan dalam rangka mematahkan semangat menuntut ilmu anda, akan tetapi ketika anda mencoba menggali hukum dari sumbernya langsung tidak dengan perangkat yang memadai, maka yakinlah kelancangan anda cuma akan berakibat pada perpecahan umat Islam.
LIKULLI SYAIIN AHLUN, IDZA WUSIDAL AMRU LIGHOIRI AHLIHI.. FANTADZHIRIS SAA’AH (setiap segala sesuatu ada ahlinya, kalau suatu perkara diembankan (diserahkan) kepada yang bukan ahlinya, maka nantikanlah saat kehancurannya).
Sebagaimana fenomena yang terjadi sekarang ini banyak kehancuran, musibah, dan saling menjatuhkan pendapat di dunia maya (media sosial) dikarenakan banyak orang berfatwa menyesatkan yang sebenarnya disebabkan ia langsung menggali hukum dari al-Qur’an dan hadits tanpa melalui prosedur ijtihad dan tanpa mempelajari kitab Kuning.
Oleh: Wiliando Farsyad Syarif

Sumber: rumah-islam.com

Suami Perlu Tahu Istri Mudah Sekali Terbakar Cemburu

Tentu kita sudah tidak asing lagi dengan salah satu kisah yang tertulis dalam sebuah hadits tentang Ibunda Aisyah yang melempar nampan berisi makanan karena cemburu, kemudian Rosul dengan sabar memunguti yang berserakan tersebut sambil berkata dengan tenang kepada para sahabat, “Sesungguhnya, Ibumu sedang cemburu,”

Kita juga sudah tidak asing dengan kisah Siti Sarah yang begitu cemburu kepada Siti Hajar yang mana puncak kecemburuan beliau adalah ketika Siti Hajar memiliki anak, Nabi Ismail. Padahal, Siti Hajar adalah istri yang dipilihkan sendiri oleh Siti Sarah kepada Nabi Ibrahim, bukan atas kemauan Nabi Ibrahim sendiri.
Yang selevel Ibunda Siti Aisyah dan Siti Sarah saja (yang tingkat keimanannya tidak diragukan lagi) ternyata masih bisa cemburu. Apalagi yang imannya naik turun dan ilmunya masih jaaauuuhh seperti kita ini.

Tentu bukan bermaksud untuk mencari pembenaran, tapi setidaknya tidak perlu gengsi mengakui jika kita sedang cemburu karena toh itu sangat normal. Yang penting cara menyikapinya.
Ketika kita mengakui dengan berani ke diri sendiri bahwa kita sedang cemburu, langkah selanjutnya adalah mencari solusi. Tapi setidaknya kita bisa lega karena mau mengakui.
Sebaliknya, ketika kita sok kuat dan sok tegar dengan mengelak sekuat tenaga ketika cemburu datang, yang ada hati dan jiwa serta pikiran akan makin sakit karena tertekan. Akui saja, tidak perlu malu. Memangnya kenapa kalau cemburu? Toh ke suami sendiri. Yang penting masih dalam taraf wajar, kan.
Dan untuk para suami, jagalah sikapmu karena selogis-logisnya dan sekuat apapun itu, wanita tetaplah wanita yang jauhh di dalam hatinya pasti akan cemburu ketika suaminya dianggap melakukan hal tidak biasa.
Foto berdua dengan teman wanita, terlalu akrab dengan lawan jenis, dan bersikap genit entah itu di dunia maya atau nyata adalah beberapa penyebab seorang istri dilanda cemburu. Bahkan sekalipun sang suami bersikap pasif, tapi kemudian diganggu oleh wanita penggoda, jauhh di lubuk hati sang istri pastilah sangat cemburu.
Hanya saja, tipe istri dalam menyikapi rasa cemburu itu beda-beda. Ada yang membalas dengan cara negatif. Misal suaminya suka foto selfie dengan temannya yang cantik, maka istri pun tidak mau kalah, dia balas juga berfoto mesra dengan teman laki-lakinya yang ganteng.

Ada juga yang membalas dengan cara positif, misal menyibukkan diri dengan kegiatan yang produktif agar tidak larut dalam prasangka dan imajinasi enggak jelas, rajin memperbaiki diri, rajin mengaji, atau serupa.
Ada yang melampiaskannya dengan marah-marah ke suami padahal sang suami tidak melakukan kesalahan besar. Atau, melampiaskannya ke anak bahkan tetangga, misal enggak suka banget lihat tetangga depan rumah bahagia atau menekan anaknya agar menjadi wanita mandiri dan berdikari serta bisa mengalahkan laki-laki.
Dan pelampiasan-pelampiasan  yang lain. Dari sekian banyak hal yang dilakukan istri tersebut akarnya sama, yakni CEMBURU.
Maka para suami, mengertilah bahwa istri (sekuat apapun dia) tetaplah wanita normal. Dia juga bisa cemburu walaupun tidak diperlihatkan secara frontal alias blak-blakan. Maka, pekalah terhadap istrimu dan jagalah sikapmu serta hargai ibu dari anak-anakmu itu. Sesungguhnya Allah sebaik-baik pembalas.

Oleh: Miyosi Ariefiansyah


10 Dosa Besar yang Tidak Dimaafkan Oleh Allah SWT



Dosa dalam bahasa Arab disebut dengan itsm dan ‘ishyaan.  Dosa dengan pengertian ini memiliki makna berpaling dari perintah tuan, melakukan kesalahan dan kelalaian. Seorang pendosa itu tidak mengikuti akalnya tapi justru mengekor kepada syahwat dan amarahnya dan ketika itu mungkin saja ia terjerambab ke dalam suatu perbuatan dosa dan ketika itu juga ia telah berkhianat kepada dirinya sendiri.
Dosa merupakan perangkap setan dimana bagian dalamnya adalah api dan bagian luarnya itu disertai dengan rasa nikmat dan keinginan syahwat yang sifatnya spontanitas membuat orang  lalai terlena dan tenggelam bahwa balasan siksa Ilahi tengah menantinya.
Di antara dosa-dosa yang dilakukan oleh manusia, maka ada 10 dosa besar yang tidak diampuni oleh Allah SWT. Kesepuluh itu adalah:

1. Musyrik
Musyrik adalah orang yang melakukan dosa syirik (berasal dari kata syarikah : persekutuan) yaitu mempersekutukan atau membuat tandingan hukum atau ajaran lain selain dari ajaran/hukum Allah.
Kemusyrikan secara personal dilaksanakan dengan mengikuti ajaran2 selain ajaran Allah secara sadar dan sukarela (membenarkan ajaran syirik dalam qalbu, menjalankannya dalam tindakan dan berusaha menegakkan atau menjaga ajaran syirik tersebut).

2. Murtad
Seorang yang keluar dari agama islam dan berpindah kelain keyakinan baik disengaja maupun tidak, baik dengan suruhan orang lain maupun atas kemauan sendiri maka Allah SWT akan melaknat orang tersebut dan dosanya tidak akan terampuni dan diakherat kelak Allah akan memberikan tempat An-Naar-NYA. Naudzubillah min dzalik.

3. Pergi ke Dukun
Hal ini kadang dimasyarakat masih banyak yang mengikutinya. Padahal mengakunya muslim tetapi masih percaya apa yang dikatakan ilmu perdukunan (peramalan kehidupan). Dosa apabila kita sampai melakukan hal di atas maka sholat kita tidak akan diterima sampai 40 hari.

4. 4. Durhaka Terhadap Orang Tua
Durhaka kepada orang tua / bapak ibu kita. termasuk dosa yang besar. apalagi jika orangtua kita sudah bilang “durhaka”, kemungkinan sudah bisa masuk neraka. Tetapi yang mengatur masuk/tidaknya hanyalah Allah. Rasullulah pernah bersabda, “Orang yang harus kita sayangi pertama adalah ibumu, yang kedua adalah ibumu, dan yang ketiga adalah ibumu, dan barulah yang keempat bapakmu. Jangan sekali-sekali membantah perintah orang tua. itu merupakan dosa yang besar.”

5. Berzina
Berzina adalah bercampurnya antara laki-laki dan perempuan tanpa adanya ikatan pernikahan.
Al Qur’an surat Al-Isro’ (17) : 32:  “Dan janganlah kamu mendekti zina, sesungguhnya zina adalah perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.
Al-qur’an surat An-Nur (24) : 30: “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: ” Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”.

6. Mengadu Domba
MENGADU domba adalah berbicara untuk membuat orang lain berselisih paham terhadap sesama atas omongan kita.
Imam Al Ghozali berkata: Orang yang berlidah dua ialah orang yang mondar-mandir berjalan kepada dua orang yang bermusuhan dan sengaja bicara kepada masing-masing mereka yang sekiranya cocok dengan kehendak masing-masing.
Rasulullah SAW bersabda: “Orang yang bermuka dua di dunia, nanti akan datang di hari kiamat dengan dua muka dari api neraka.” (HR Thabrani). Dalam riwayat lain, Imam Thabrani dan Al Ashbihani mengatakan Nabi SAW bersabda: “Barang siapa yang berlidah dua (plin-plan) maka Allah akan menjadikan dua lidah dari api neraka kepadanya di hari kiamat.”

7. Berkata Dusta
Diriwayatkan dari Ali r.a. : Nabi Muhammad Saw. Pernah bersabda, “Jangan pernah mengatakan dusta tentang aku sebab siapa pun yang mengatakan kebohongan tentang aku maka niscaya ia akan dimasukkan ke dalam api neraka”.
Diriwayatkan dari Salamah bin Al Akwa r.a. : aku pernah mendengar Nabi Muhammad Saw. Bersabda,”Jika seseorang mengatakan sesuatu yang tidak pernah aku katakan dengan menisbahkannya kepadaku maka niscaya ia dimasukkan ke dalam api neraka.”

8. Membunuh
Islam sangat menjaga kehormatan, nyawa dan agama dengan menjatuhkan hukuman mati kepada mereka yang mengganggunya seperti dengan melakukan zina, pembunuhan dan murtad.
Ibnu Mas’ud radiallahuanhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah dan bahwa saya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) adalah utusan Allah kecuali dengan tiga sebab : Orang tua yang berzina, membunuh orang lain (dengan sengaja), dan meninggalkan agamanya berpisah dari jamaahnya,” (Riwayat Bukhori dan Muslim)

9. Menggunjing
Allah berfirman (artinya), “Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubah lagi Maha Penyayang,” (Al-Hujarat: 12).

10. Bersumpah Palsu
Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih,” (Ali Imran: 77).
Allah Ta’ala juga berfirman, “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta,” (Al-Hajj: 30).
Diriwayatkan dari Imran bin Hushain r.a, dari Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa bersumpah dengan sumpah dusta pada saat dia wajib bersumpah, silahkah ia menduduki tempat duduknya dengan wajahnya di dalam neraka,” (Shahih, HR Abu Dawud [3242]).

Sumber: islampos.com

SEMAKIN TINGGI ILMUNYA, SEMAKIN SEDIKIT MENYALAHKAN ORANG LAIN


~~~~~
Sewaktu baru kepulangannya dari Timur Tengah, Prof. DR. Hamka, seorang tokoh pembesar ormas Muhammadiyyah, menyatakan bahwa Maulidan haram dan bid’ah tidak ada petunjuk dari Nabi Saw., orang berdiri membaca shalawat saat Asyraqalan (Mahallul Qiyam) adalah bid’ah dan itu berlebih-lebihan tidak ada petunjuk dari Nabi Saw.

Tetapi ketika Buya Hamka sudah tua, beliau berkenan menghadiri acara Maulid Nabi Saw saat ada yang mengundangnya. Orang-orang sedang asyik membaca Maulid al-Barzanji dan bershalawat saat Mahallul Qiyam, Buya Hamka pun turut serta asyik dan khusyuk mengikutinya. Lantas para muridnya bertanya: “Buya Hamka, dulu sewaktu Anda masih muda begitu keras menentang acara-acara seperti itu namun setelah tua kok berubah?”

Dijawab oleh Buya Hamka: “Iya, dulu sewaktu saya muda kitabnya baru satu. Namun setelah saya mempelajari banyak kitab, saya sadar ternyata ilmu Islam itu sangat luas.”

Di riwayat yang lain menceritakan bahwa, dulu sewaktu mudanya Buya Hamka dengan tegas menyatakan bahwa Qunut dalam shalat Shubuh termasuk bid’ah! Tidak ada tuntunannya dari Rasulullah Saw. Sehingga Buya Hamka tidak pernah melakukan Qunut dalam shalat Shubuhnya.

Namun setelah Buya Hamka menginjak usia tua, beliau tiba-tiba membaca doa Qunut dalam shalat Shubuhnya. Selesai shalat, jamaahnya pun bertanya heran: “Buya Hamka, sebelum ini tak pernah terlihat satu kalipun Anda mengamalkan Qunut dalam shalat Shubuh. Namun mengapa sekarang justru Anda mengamalkannya?”

Dijawab oleh Buya Hamka: “Iya. Dulu saya baru baca satu kitab. Namun sekarang saya sudah baca seribu kitab.”

Gus Anam (KH. Zuhrul Anam) mendengar dari gurunya, Prof. DR. As-Sayyid Al-Habib Muhammad bin Alwi al-Maliki Al-Hasani, dari gurunya Al-Imam Asy-Syaikh Said Al-Yamani yang mengatakan: “Idzaa zaada nadzrurrajuli wattasa’a fikruhuu qalla inkaaruhuu ‘alannaasi.” (Jikalau seseorang bertambah ilmunya dan luas cakrawala pemikiran serta sudut pandangnya, maka ia akan sedikit menyalahkan orang lain).

Semakin gemar menyalahkan orang semakin bodoh dan dangkal ilmunya, semakin Tinggi ilmu seseorang maka semakin tawadhu (rendah hati), carilah guru yang tidak pernah menggunjing dan mengkafirkan siapapun.

Hal ini sama seperti ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk, itulah peribahasa yang sering kita dengar. Yang memiliki arti, orang berilmu yang semakin banyak ilmunya semakin merendahkan dirinya. Tanaman padi jika berisi semakin lama akan semakin besar. Jika semakin besar otomatis beban biji juga semakin berat.

Jika sudah semakin berat, maka mau tidak mau seuntai biji padi akan semakin kelihatan merunduk (melengkung) kearah depan bawah. Karena batang padi sangat pendek, strukturnya berupa batang yang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang. Jadi tidak sebanding dengan beban berat biji padi yang semakin lama semakin membesar. Berbeda dengan biji padi yang kosong tidak berisi, walaupun kelihatan bijinya berbuah banyak karena tidak berisi maka seuntai biji padi tersebut akan tetap berdiri tegak lurus.


Jumat, 24 Maret 2017

Ketika Mobil Presiden Mogok

Cerita Laporan Sopir Bung Karno, "Pak, Aki Mobilnya Tidak Ada..."

Mobil hadiah dari raja Arab Saudi


JAKARTA, KOMPAS.com -
Mogoknya mobil dinas Presiden Joko Widodo masih hangat diperbincangkan.
Peristiwa itu lantas menyeret ingatan publik ke peristiwa serupa yang terjadi pada masa pascakemerdekaan silam.
Sejarawan LIPI Asvi Warman Adam mengatakan, mobil Presiden pertama RI Soekarno juga pernah mengalami insiden serupa.
Suatu sore, Bung Karno bersiap-siap untuk berkeliling Ibu Kota Yogyakarta untuk berdialog dengan rakyat. Sang istri Fatmawati turut mendampingi.
"Saat itu merupakan awal-awal pusat pemerintahan Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta," ujar Asvi bercerita kepada Kompas.com, Kamis (23/3/2017)

Bung Karno dan Ibu Fatmawati sudah duduk rapi di kursi belakang. Namun, sang sopir mendadak keringat dingin. Mobil tidak mau menyala.
Pasukan pengawal yang berbaris di sekitar mobil itu saling lirik.
"Ada apa dengan mobil ini?" pikir mereka.
Sontak, sang sopir turun dan mengecek bagian mesin. Dengan setengah berlari, sopir itu menghampiri Bung Karno dari luar jendela.
"Sopir melapor kepada Bung Karno, 'Pak, aki mobilnya tidak ada'," ujar Asvi.
Bung Karno terkejut mendengar informasi itu. Ia dan sang istri turun dari mobil dan mencari tahu ke mana aki mobil berpelat REP-1 itu.
Ketegangan memuncak di antara pengawal dan sopir. Setelah diusut, aki itu ternyata tengah diisi ulang oleh seorang ajudan Bung Karno.
"Maklum saja, saat zaman itu tidak ada persediaan aki. Jadi Bung Karno mesti menunggu aki diisi ulang terlebih dahulu, baru dia bisa jalan," ujar Asvi.
Asvi tidak dapat memastikan apa jenis mobil yang kehilangan aki tersebut. Namun, mobil Soekarno yang paling populer dibicarakan oleh publik, yakni Buick-8 hasil rampasan penjajah Jepang dan Chrysler yang merupakan hadiah dari Raja Arab Saudi.
Tidak hanya itu saja mobil Bung Karno 'ngadat'. Asvi juga menceritakan bahwa mobil Bung Karno beberapa kali mogok.
"Mobil Bung Karno juga pernah mogok ketika hendak menuju Puncak," ujar Asvi.

Dari foto-foto saat itu yang beredar, Presiden Soekarno tampak ikut melihat dari dekat anak buahnya bekerja memperbaiki mobil.

Entri yang Diunggulkan

Generasi Rawan Lupa, Servis dalam Rumah Tangga

10 Hal Romantis Rasulullah yang Ditinggalkan Generasi  Now Rumah tangga Rasulullah SAW luar biasa. Rasulullah SAW dan istri-istriny...