Rabu, 26 Juli 2017

Siklus anak baik dan nakal

KUNCI ANAK SHOLEH BERSUMBER DARI KERIDHOAN ORANGTUA

*Bagaimana cara memutus siklus Anak Nakal ?*

Saat ngopi bareng mas Dodik Mariyanto di teras belakang rumah, iseng-iseng saya buka obrolan dengan satu kalimat tanya

"Mengapa anak baik biasanya semakin baik, dan anak nakal biasanya semakin nakal ya mas?"

Mas Dodik Mariyanto mengambil kertas dan spidol, kemudian membuat beberapa lingkaran-lingkaran.

"Wah suka banget, bakalan jadi obrolan berbobot nih", pikir saya ketika melihat kertas dan spidol di tangan mas Dodik.

Mas Dodik mulai menuliskan satu hadist:

*رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِد*ِ

_*“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua”*_

Artinya setiap anak yang baik, pasti membuat ridho orangtuanya, hal ini akan membuat Allah Ridho juga.

Tapi setiap anak nakal, pasti membuat orangtuanya murka, dan itu akan membuat Allah murka juga.

"Kamu pikirkan implikasi berikutnya dan cari literatur yang ada untuk membuat sebuah pola", tantang mas Dodik ke saya.

Waaah pak Dosen mulai menantang anak baik ya, suka saya.

Setelah membolak balik berbagai literatur yang ada, akhirnya saya menemukan satu tulisan menarik yang ditulis oleh kakak kelas mas Dodik, yaitu mas Dr. Agus Purwanto DSc
. disana beliau menuliskan bahwa anak nakal dan anak baik itu bergantung pada ridho dan murka orangtuanya.

Akhirnya kami berdua mengolahnya kembali, membuatnya menjadi siklus anak baik (lihat gambar siklus 1) dan siklus anak nakal ( lihat siklus 2)

Siklus Anak Baik ( siklus 1)

_*Anak Baik -> orangtua Ridho -> Allah Ridho -> keluarga berkah -> bahagia -> anak makin baik*_

Siklus Anak nakal ( siklus 2)

_*Anak Nakal -> orangtua murka -> Allah Murka -> keluarga tidak berkah -> tidak bahagia -> anak makin nakal*_

Kalau tidak ada yang memutus siklus tersebut, maka akan terjadi pola anak baik akan semakin baik, anak nakal akan semakin nakal.

*Bagaimana cara memutus siklus Anak Nakal ?* ternyata kuncinya bukan pada anak melainkan pada ORANGTUANYA.

Anak Nakal -> *ORANGTUA RIDHO* ->Allah Ridho -> keluarga berkah -> bahagia -> anak jadi baik.

Berat? iya, maka nilai kemuliaannya sangat tinggi. *Bagaimana caranya kita sebagai orangtua/guru bisa ridho ketika anak kita nakal?*

ini kuncinya:

*َإِنْ تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ“*

*Bila kalian memaafkannya...menemuinya dan melupakan kesalahannya...maka ketahuilah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS 64:14).*

*Caranya* orangtua ridho adalah menerima anak tersebut, memaafkan dan mengajaknya dialog, rangkul dengan sepenuh hati, terakhir lupakan kesalahannya.

Kemudian sebagai pengingat selanjutnya, kami menguncinya dengan pesan dari Umar bin Khattab:

_*Jika kalian melihat anakmu/anak didik mu berbuat baik, maka puji dan catatlah, apabila anakmu/anak didikmu berbuat buruk, tegur dan jangan pernah engkau mencatatnya.*_
*Umar Bin Khattab*

saya dapat do'a seperti ini, artinya:

_*"Ya Allah, aku bersaksi bahwa aku ridho kepada anakku (dg menyebutkan nama anak) dg ridho yang paripurna, ridho yg sempurna dan ridho yg paling komplit. Maka turunkanlah ya Allah keridhoan-Mu kepadanya demi ridhoku kepadanya."*_

💞💞💞💞💞💞💞💞💞

_*Tidak ada anak nakal, yang ada hanyalah anak belum tau.*_

_*Tidak ada anak nakal, yang ada hanyalah orang tua yang tak sabar.*_

_*Tak ada anak nakal, yang ada hanyalah pendidik yang terburu-buru melihat hasil.*_

💝💝💝💝💝💝💝💝💝

Semoga bermanfa'at
Barakallahu fiikum...

*yg pnya anak/cucu, monggo di baca n praktekin..*

Sabtu, 22 Juli 2017

10 Keutamaan Hari Jum’at



1. Bahwasanya ia adalah sebaik-baik hari.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ’anhu dari Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam beliau bersabda,
خير يوم طلعت عليه الشمس يوم الجمعة فيه خلق آدم وفيه أدخل الجنة وفيه أخرج منها ولا تقوم الساعة إلا في يوم الجمعة
"Sebaik-baik hari yang matahari terbit padanya (hari cerah) adalah hari Jum’at, (karena) pada hari ini Adam diciptakan, hari ini pula Adam dimasukkan ke dalam surga dan dikeluarkan darinya, dan tidaklah akan datang hari kiamat kecuali pada hari Jum’at." (HR Muslim).
2. Hari ini mengandung kewajiban sholat Jum’at
Kewajiban sholat Jum’at merupakan sebesar-besar kewajiban Islam yang paling ditekankan dan seagung-agungnya berhimpunnya kaum muslimin. Barangsiapa meninggalkannya (menunaikan sholat Jum’at) karena meremehkannya, niscaya Alloh tutup hatinya sebagaimana di dalam hadits shahih yang diriwayatkan Muslim.
3. Terdapat waktu yang orang berdo’a di dalamnya diijabahi (dikabulkan).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu berkata, Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salambersabda,
إن في الجمعة ساعة لا يوافقها عبد مسلم وهو قائم يصلى يسأل الله شيئا إلا أعطاه إياه
"Sesungguhnya di dalam hari Jum’at ini, ada suatu waktu yang tidaklah seorang Muslim menemuinya (hari Jum’at) sedangkan ia dalam keadaan berdiri sholat memohon sesuatu kepada Alloh, melainkan akan Alloh berikan padanya." (Muttafaq ’alaihi)
Ibnul Qayyim berkata setelah menyebutkan adanya perselisihan tentang penentuan spesifikasi waktu ini, "Pendapat-pendapat yang paling rajih (kuat) adalah dua pendapat yang keduanya terkandung di dalam sebuah hadits yang tsabit (shahih). Yaitu, Pendapat pertama, bahwasanya (waktu ijabah tersebut) mulai dari duduknya imam hingga ditunaikannya sholat, sebagaimana dalam hadits Ibnu ’Umar bahwasanya Nabi Shallallahu ’alaihi wa Salam bersabda,
هي ما بين أن يجلس الإمام إلى أن تقضى الصلاة
"(waktu ijabah tersebut) yaitu diantara duduknya imam sampai ditunaikannya sholat." (HR Muslim).
Pendapat kedua, yaitu setelah waktu ’Ashar. Dan ini adalah dua pendapat yang paling kuat. (Zaadul Ma’ad I/389-390).
 4. Bersedekah di dalamnya kebih baik daripada bersedekah pada hari lainnya.
Ibnul Qayyim berkata, "Bersedekah pada hari Jum’at dibandingkan hari-hari lainnya dalam sepekan, seperti bersedekah pada bulan Ramadhan dibandingkan bulan-bulan lainnya."
Dan di dalam hadits Ka’ab (dikatakan),
والصدقة فيه أعظم من الصدقة في سائر الأيام
"Bersedekah di dalamnya lebih besar (pahalanya) daripada bersedekah pada hari lainnya." (hadits mauquf shahih namun memiliki hukum marfu’).
5. Ia adalah hari dimana Allah Azza wa Jalla memuliakan di dalamnya para wali-wali-Nya kaum mukminin di dalam surga.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu, beliau berkata tentang firman Allah Azza wa Jalla,
(( وَلَدَيْنَا مَزِيْدٌ ))
"Dan pada sisi kami ada tambahannya." (QS Qaf, 35)
Beliau berkata, "Allah muliakan mereka pada tiap hari Jum’at."
6. Ia adalah hari ’Ied (perayaan) yang berulang-ulang setiap pekan.
Dari Ibnu ’Abbas radhiyallahu ’anhuma berkata, Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salambersabda,
إن هذا يوم عيد جعله الله للمسلمين فمن جاء الجمعة فليغتسل
"Sesungguhnya hari ini adalah hari ’Ied yang Alloh jadikan bagi kaum Muslimin, barangsiapa yang mendapati hari Jum’at hendaknya ia mandi…" (HR Ibnu Majah dalam Shahih at-TarghibI/298).
7. Ia adalah hari yang menghapuskan dosa-dosa.
Dari Salman beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam bersabda,
لا يغتسل رجل يوم الجمعة ويتطهر ما استطاع من طهر ويدهن من دهنه أو يمس من طيب بيته ثم يخرج فلا يفرق بين اثنين ثم يصلي ما كتب له ثم ينصت إذا تكلم الإمام إلا غفر له ما بينه وبين الجمعة الأخرى
"Tidaklah seorang hamba mandi pada hari Jum’at dan bersuci dengan sebaik-baik bersuci, lalu ia meminyaki rambutnya atau berparfum dengan minyak wangi, kemudian ia keluar (menunaikan sholat Jum’at) dan tidak memisahkan antara dua orang (yang duduk), kemudian ia melakukan sholat apa yang diwajibkan atasnya dan ia diam ketika Imam berkhutbah, melainkan segala dosanya akan diampuni antara hari Jum’at ini dengan Jum’at lainnya." (HR Bukhari).
8. Orang yang berjalan untuk menunaikan sholat Jum’at, pada tiap langkah kakinya ada pahala puasa dan sholat setahun.
Ssebagaimana hadits Aus bin Aus radhiyallahu ’anhu beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam bersabda,
من غسل واغتسل يوم الجمعة وبكر وابتكر ودنا من الإمام فأنصت, كان له بكل خطوة يخطوها صيام سنة وقيامها وذلك على الله يسير
"Barangsiapa yang mandi lalu berwudhu pada hari Jum’at, lalu ia bersegera dan bergegas (untuk sholat), kemudian ia mendekat kepada imam dan diam, maka baginya pada setiap langkah kaki yang ia langkahkan (ada pahala) puasa dan sholat setahun, dan yang demikian ini adalah sesuatu yang mudah bagi Alloh." (HR Ahmad dan Ashhabus Sunnan, dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
Allohu Akbar! Setiap langkah yang diayun menuju sholat Jum’at sepadan dengan puasa dan sholat setahun?!
Dimana orang-orang yang mau berlekas untuk menuju kebesaran ini?! Dimana orang-orang yang menginginkan anugerah ini?!
(( ذَلِكَ فَضْلُ اللّهِ يُؤْتِيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُوْ الفَضْلِ العَظِيْمِ ))
"Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah mempunyai karunia yang besar." (QS al-Hadiid, 21)
9. Jahannam itu dinyalakan –yaitu dikobarkan apinya- setiap hari dalam sepekan kecuali pada hari Jum’at.
Yang mana hal ini sebagai (salah satu bentuk) pemuliaan terhadap hari yang agung ini. (Lihat Zaadul Ma’ad I/387).
10. Meninggal pada hari Jum’at atau malamnya merupakan tanda-tanda husnul khotimah.
Dimana orang yang wafat pada hari ini akan aman dari siksa kubur dan dari pertanyaan dua Malaikat. Dari Ibnu ’Amr radhiyallahu ’anhuma beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa Salam bersabda,
ما من مسلم يموت يوم الجمعة أو ليلة الجمعة إلا وقاه الله تعالى فتنة القبر

"Tidaklah seorang muslim meninggal pada hari Jum’at atau pada malam Jum’at, kecuali Alloh Ta’ala lindungi dari fitnah kubur." (R Ahmad dan Turmudi, dishahihkan oleh al-Albani).

Hadist Keutamaan Wafat Di Hari Jum'at - dengan mebaca kita kenal dunia dengan menulis dunia mengenal kita, dan saat ini saya membaca keutamaan orang mati di hari jum'at.

Banyak yang bilang bahwa hari jum'at punya keutamaan sangat banyak di banding hari-hari lainya, Salah satunya adalah barang siap meninggal di hari jum'at maka dia aman dari adzab kubu. Para ulama juga menjelaskan bahwa meninggal di hari jum'at salah satu tanda husnul khatimah.

Walau Ulama berbeda pendapat tentang status Hadist tersebut, misalnya :
  1. Imam Al-tirmidzi menyifatinya sebagai Hadist Gharib dan terputus sanadnya.
  2. Al=hafidz Ibnu Hajar menyatakan sebagai Hadist Yang Dhaif Sanadnya
  3. Syeikh Ahkam Dalam Kitab Janaiz (hal.49-50) menyatakan Hadist tersebut hadist hasan atau shahih dengan di kumpulkan dari semua jalurnya

Adapun Al-mubarukfuri dalam Syarh al-tirmidzi menjelaskan makna fitnah kubur dalam hadis di atas " Maksudnya :siksa dan pertanyaanya , dan itu mengandung makna mutlak dan taqyid. dan makna pertama lebih tepat dengan di sandarkan kepada karunia Allah " (Tuhfah Al-Ahwadi :4/160)

Waktu yang mulia punya pengaruh besar sebagaimana tempat yang utama , terhada kondisi hamba, Dan waktu yang mulia ini yaitu hari jum'at di mulai sejak terbenamnya matahari pada kamis sore berlanjut sampai tenggelamnya matahri pada jum'at sore atau masuknya hari sabtu. Perlu di perhatikan bahwa keutamaan ini hanya berlaku bagi muslim saja dan tidak berlaku bagi non muslim. Sebagaimana telah di ungkapkan " Tidaklah seorang muslim meninggal dunia pada hari jum'at atau malam jum'at dan seterusnya "


Keterangan ini hanya tanda dan indikasi baik bagi muslim yang meninggal di hari jum'at , dan tidak bisa di jadikan dasar pasti untuk memastikan secara personal bahwa orang yang mati di hari jum'at benar-benar aman dari siksa kubur. Wallahu Ta'ala A'lamu.

Kamis, 20 Juli 2017

Sejarah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia


Awal Kemerdekaan (1945-1950)
Pada prakemerdekaan pendidikan bukan untuk mencerdaskan kaum pribumi, melainkan lebih pada kepentingan kolonial penjajah. Pada bagian ini, semangat menggeloraan ke-Indonesia-an begitu kental sebagai bagian dari membangun identitas diri sebagai bangsa merdeka. Karena itu tidaklah berlebihan jika instruksi menteri saat itu pun berkait dengan upaya memompa semangat perjuangan dengan mewajibkan bagi sekolah untuk mengibarkan sang merah putih setiap hari di halaman sekolah, menyanyikan lagu Indonesia Raya, hingga menghapuskan nyanyian Jepang Kimigayo.[2]
Organisasi kementerian yang saat itu masih bernama Kementerian Pengajaran pun masih sangat sederhana. Tapi kesadaran untuk menyiapkan kurikulum sudah dilakukan. Menteri Pengajaran yang pertama dalam sejarah Republik Indonesia adalah Ki Hadjar Dewantara. Pada Kabinet Syahrir I, Menteri Pengajaran dipercayakan kepada Mr. Mulia. Mr. Mulia melakukan berbagai langkah seperti meneruskan kebijakan menteri sebelumnya di bidang kurikulum berwawasan kebangsaan, memperbaiki sarana dan prasarana pendidikan, serta menambah jumlah pengajar.[2]
Pada Kabinet Syahrir II, Menteri Pengajaran dijabat Muhammad Sjafei sampai tanggal 2 Oktober 1946. Selanjutnya Menteri Pengajaran dipercayakan kepada Mr. Soewandi hingga 27 Juni 1947. Pada era kepemimpinan Mr. Soewandi ini terbentuk Panitia Penyelidik Pengajaran Republik Indonesia yang diketuai Ki Hadjar Dewantara. Panitia ini bertujuan meletakkan dasar-dasar dan susunan pengajaran baru.[2]
Era Demokrasi Liberal (1951-1959)
Dapat dikatakan pada masa ini stabilitas politik menjadi sesuatu yang langka, demikian halnya dengan program yang bisa dijadikan tonggak, tidak bisa dideskripsikan dengan baik. Selama masa demokrasi liberal, sekitar sembilan tahun, telah terjadi tujuh kali pergantian kabinet. Kabinet Natsir yang terbentuk tanggal 6 September 1950, menunjuk Dr. Bahder Johan sebagai Menteri Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan (PP dan K). Mulai bulan April 1951 Kabinet Natsir digantikan Kabinet Sukiman yang menunjuk Mr. Wongsonegoro sebagai Menteri PP dan K. Selanjutnya Dr. Bahder Johan menjabat Menteri PP dan K sekali lagi, kemudian digantikan Mr. Mohammad Yamin, RM. Soewandi, Ki Sarino Mangunpranoto, dan Prof. Dr. Prijono.[2]
Pada periode ini, kebijakan pendidikan merupakan kelanjutan kebijakan menteri periode sebelumnya. Yang menonjol pada era ini adalah lahirnya payung hukum legal formal di bidang pendidikan yaitu UU Pokok Pendidikan Nomor 4 Tahun 1950.[2]
Era Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Dekret Presiden 5 Juli 1959 mengakhiri era demokrasi parlementer, digantikan era demokrasi terpimpin. Di era demokrasi terpimpin banyak ujian yang menimpa bangsa Indonesia. Konfrontasi dengan Belanda dalam masalah Irian Barat, sampai peristiwa G30S/PKI menjadi ujian berat bagi bangsa Indonesia.[2]
Dalam Kabinet Kerja I, 10 Juli 1959 – 18 Februari 1960, status kementerian diubah menjadi menteri muda. Kementerian yang mengurusi pendidikan dibagi menjadi tiga menteri muda. Menteri Muda Bidang Sosial Kulturil dipegang Dr. Prijono, Menteri Muda PP dan K dipegang Sudibjo, dan Menteri Muda Urusan Pengerahan Tenaga Rakyat dipegang Sujono.[2]
Era Orde Baru (1966-1998)
Setelah Pemberontakan G30S/PKI berhasil dipadamkan, terjadilah peralihan dari demokrasi terpimpin ke demokrasi Pancasila. Era tersebut dikenal dengan nama Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto. Kebijakan di bidang pendidikan di era Orde Baru cukup banyak dan beragam mengingat orde ini memegang kekuasaan cukup lama yaitu 32 tahun. Kebijakan-kebijakan tersebut antara lain kewajiban penataran P4 bagi peserta didik, normalisasi kehidupan kampus, bina siswa melalui OSIS, ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan atau EYD, kuliah kerja nyata (KKN) bagi mahasiswa, merintis sekolah pembangunan, dan lain-lain. Pada era ini tepatnya tahun 1978 tahun ajaran baru digeser ke bulan Juni. Pembangunan infrastruktur pendidikan juga berkembang pesat pada era Orde Baru tersebut.[2]
Menteri pendidikan dan kebudayaan di era Orde Baru antara lain Dr. Daud Joesoef, Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, Prof. Dr. Fuad Hassan, Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro, dan Prof. Dr. Wiranto Aris Munandar.[2]

Era Reformasi (1998-sekarang)
Masa Awal Reformasi
Setelah berjaya memenangkan enam kali Pemilu, Orde Baru pada akhirnya sampai pada akhir perjalanannya. Pada tahun 1998 Indonesia diterpa krisis politik dan ekonomi. Demonstrasi besar-besaran di tahun tersebut berhasil memaksa Presiden Soeharto meletakkan jabatannya. Kabinet pertama di era reformasi adalah kabinet hasil Pemilu 1999 yang dipimpin Presiden Abdurrahman Wahid. Pada masa ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan diubah menjadi Departemen Pendidikan Nasional dengan menunjuk Dr. Yahya Muhaimin sebagai Menteri Pendidikan Nasional. Pada tahun 2001 MPR menurunkan Presiden Abdurrahman Wahid dalam sidang istimewa MPR dan mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai presiden. Di era pemerintahan Presiden Megawati, Mendiknas dijabat Prof. Drs. A. Malik Fadjar, M.Sc.[2]
Masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Pada pemilihan Umum 2004 dan 2009, rakyat Indonesia memilih presiden secara langsung. Pada dua pemilu tersebut, Susilo Bambang Yudhoyono berhasil terpilih menjadi presiden. Selama kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, jabatan Mendiknas secara berturut-turut dijabat oleh Prof. Dr. Bambang Sudibyo, MBA. dan Prof. Dr. Ir. Mohamad Nuh. Pada tahun 2011 istilah departemen diganti menjadi kementerian dan pada tahun 2012 bidang pendidikan dan kebudayaan disatukan kembali menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.[2] Kebijakan pendidikan di era reformasi antara lain perubahan IKIP menjadi universitas, reformasi undang-undang pendidikan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Ujian Nasional (UN), sertifikasi guru dan dosen, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pendidikan karakter, dan lain-lain.[2]
Masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo

Pada periode kabinet pemerintahan pimpinan Presiden Joko Widodo, dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (Kabinet Kerja) kementerian ini dirombak dengan memisahkan, dan memasukkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi ke Kementerian Riset dan Teknologi yang berubah namanya menjadi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, dan Direktorat Jenderal lainnya (Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal, Dirjen Pendidikan Dasar, Dirjen Pendidikan Menengah, dan Dirjen Kebudayaan) tetap pada struktur, dan nomenklatur Kementerian Pendidikan, dan Kebudayaan

BACAAN WAJIB ASN KEMENAG, JASMERAH (JANGAN MELUPAKAN SEJARAH)







Berikut ini adalah nama-nama yang pernah menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia.

1. KH. Wahid Hasyim
 KH. Wahid Hasyim tetap dianggap sebagai Menteri Agama pertama kali. Meskipun pada saat penyusunan kabinet pertama kali setelah Indonesia merdeka (Kabinet Presidentil pada 19 Agustus 1945), tidak ada jabatan Menteri Agama. Baru pada Kabinet Sjahrir II (1946) diangkat Menteri Agama. Pada saat ini adanya adalah Menteri Negara Urusan Agama Islam.
KH. Wahid Hasyim menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Agama Islam pada kabinet Presidentil (19 Agustus 1945 - 14 November 1945), dan Menteri Agama di tiga kabinet yang berbeda yaitu saat Republik Indonesia Serikat/RIS (20 Desember 1949 - 6 September 1950), Kabinet Natsir (6 September 1950 - 3 April 1951), dan Kabinet Sukiman Suwirjo (27 April 1951 - 3 April 1952).

2. H. Rasjidi

H. Rasjidi menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Agam Islam pada Kabinet Sjahrir I (14 November 1945 - 12 Maret 1946) dan sebagai Menteri Agama pada Kabinet Sjahrir II (12 Maret 1946 - 2 Oktober 1946).

3. KH. Fathurrahman Kafrawi

KH. Fathurrahman Kafrawi merupakan Menteri Agama pada Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 - 26 Juni 1947).

4. KH. Achmad Asj'ari
Beliau menjabat sebagai Menetri Agama di Kabinet Amir Sjarifuddin I yang dibentuk pada 3 Juli 1947. Namun belum usai kabinet ini, beliau sudah diganti oleh H. Anwaruddin pada 9 Oktober 1947.

5. H. Anwaruddin
H. Anwaruddin merupakan Menteri Agama dalam Kabinet Amir Sjarifuddin I yang menggantikan KH. Achmad Asj'ari. Menjabat mulai dari 9 Oktober 1947 - 11 November 1947.

6. KH. Masjkur
KH. Majkur menjabat sebagai Menteri Agama dalam beberapa kabinet yang berbeda, yaitu:
Amir Syarifuddin II (11 November 1947 - 29 Januari 1948)
Hatta I (29 Januari 1948 - 4 Agustus 1948)
Hatta II (4 Agustus 1949 - 20 Desember 1949)
Susanto (20 Desember 1949 - 21 Januari 1950)
Ali Sastroamidjojo I (30 Juli 1953 - 12 Agustus 1955)

K.H. Masjkur (EYD : Masykur, lahir di MalangJawa Timur30 Desember 1904 – meninggal 19 Desember 1994 pada umur 89 tahun) adalah Menteri Agama Indonesia pada tahun 1947-1949 dan tahun 1953-1955. Ia juga pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI tahun 1956-1971 dan anggota Dewan Pertimbangan Agung pada tahun 1968.
Keterlibatannya dalam perjuangan kemerdekaan menonjol di zaman pendudukan Jepang, sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Masjkur juga tercatat selaku pendiri Pembela Tanah Air (Peta)—yang kemudian menjadi unsur laskar rakyat dan TNI—di seluruh Jawa. Ketika pertempuran 10 November 1945, namanya muncul sebagai pemimpin Barisan Sabilillah.

7. KH. Fakih Usman
KH. Fakih Usman menjabat sebagai Menteri Agama RI dalam dua kabinet yaitu: Halim (21 Januari 1950 - 6 September 1950) dan Wilopo (3 April 1952 - 30 Juli 1953).
Kyai Haji Fakih Usman (juga ditulis Faqih Usman; lahir 2 Maret 1904 – meninggal 3 Oktober 1968 pada umur 64 tahun) adalah aktivis Islam di Indonesia dan politikus dari Partai Masyumi. Ia menjadi Menteri Agama dalam dua kali masa jabatan: pertama, dengan Kabinet Halim saat Republik Indonesia menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat, dan kedua sebagai Menteri Agama dengan Kabinet Wilopo. Saat masih muda Fakih dikritik karena kaitannya dengan organisasi Islam Muhammadiyah, tetapi kini dikenang oleh organisasi tersebut. Sebuah jalan di Gresik dinamakan untuk Fakih.
Fakih dibesarkan di Gresik, Hindia Belanda. Ia belajar tentang Islam dari ayahnya dan di sejumlah pesantren hingga tahun 1920-an. Pada tahun 1925 ia bergabung dengan Muhammadiyah dan menjadi ketua untuk cabang Surabaya pada tahun 1938; ia juga ikut serta dalam kancah politik setempat. Ketika sejumlah organisasi Islam bekerja sama pada tahun 1940 untuk mendirikan Majilis Islam Ala Indonesia, Fakih menjadi bendahara. Selama pendudukan Jepang dan Revolusi Nasional Indonesia, Fakih terus bergerak dalam bidang tersebut. Sekaligus menjalani dua periode sebagai Menteri Agama Republik Indonesia, Fakih menjadi lebih berpengaruh di Muhammadiyah. Ia berjasa sebagai wakil ketua di bawah beberapa pemimpin sebelum dijadikan Ketua Umum Muhammadiyah pada akhir tahun 1968, beberapa hari sebelum ia meninggal.

8. KH. Muhammad Ilyas
Menjabat sebagai Menteri Agama dalam tiga kabinet, yaitu Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 - 19 Januari 1956). Kabinet Ali Sastroamidjojo II (24 Maret 1956 - 14 Maret 1957), dan Kabinet Karya (9 April 1957 - 10 Juli 1959).
Muhammad Ilyas (lahir di KraksaanProbolinggoJawa Timur23 November 1911 – meninggal di Jakarta5 Desember 1970 pada umur 59 tahun) adalah Menteri Agama pada 1955-1959 di beberapa kabinet pada masa pemerintahan Soekarno.[1] Ia juga pernah menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi selama 6 tahun, sejak tahun 1959.[2]
KH Muhammad Ilyas adalah mertua dari Muhammad Maftuh Basyuni, Menteri Agama pada Kabinet Indonesia Bersatu 2004-2009.
Pada tahun 1969, ia memimpin delegasi Indonesia mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) yang dihadiri 26 negera Islam di RabatMaroko yang membahas konflik Palestina-Israel

9. KH. M. Wahib Wahab
Menjabat sebagai Menteri Agama di dua kabinet, yaitu Kabinet Kerja I (10 Juli 1959 - 18 Februari 1960) dan kabinet Kerja II (18 Februari 1960 - 6 Maret 1962)
 K.H. Muhammad Wahib Wahab (lahir di Jombang1 November 1918 – meninggal di Jakarta, 12 Juli 1986 pada umur 67 tahun) pernah menjabat Menteri Agama RI. Ia merupakan putra pertama dari almarhum K.H. Wahab Hasbullah salah seorang initiator berdirinya Nahdlatul Ulama. Dan yang melantik Pengurus Pusat BP4 Pertama pada tahun 1961.

10. KH. Saifuddin Zuhri
Menjabat sebagai Menteri Agama di lima kabinet secara beruntun, yaitu:
Kerja III (6 Maret 1962 - 13 November 1963)
Kerja IV (13 November 1963 - 27 Agustus 1964)
Dwikora I (27 Agustus 1964 - 22 Februari 1966)
Dwikora II (22 Februari 1966 - 28 Maret 1966)
Ampera I (28 Juli 1966 - 14 Oktober 1967)
Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (lahir di kota kawedanan Sokaraja, 9 kilometer dari Banyumas1 Oktober 1919 – meninggal 25 Maret 1986pada umur 66 tahun) adalah Menteri Agama Republik Indonesia pada Kabinet Kerja IIIKabinet Kerja IVKabinet Dwikora IKabinet Dwikora II, dan Kabinet Ampera I.
Pada usia 35 tahun K.H. Saifuddin Zuhri menjabat Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) merangkap Pemimpin Redaksi Harian Duta Masyarakat dan anggota Parlemen Sementara. Presiden Soekarno mengangkatnya menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung RI pada usia 39 tahun, lalu mengangkatnya menjadi Menteri Agama ketika berusia 43 tahun.
Kisah pengangkatannya sebagai Menteri Agama, pada tanggal 17 Februari 1962, tepat pada hari Jum’at, ia diminta menghadap ke Istana Merdeka. Banyak teka-teki memenuhi benaknya ketika dia memenuhi panggilan Bung Karno. Apakah karena urusan DPR atau DPA? Apa urusan NU? Atau surat kabar Duta Masyarakat? Ternyata dalam pertemuan itu Bung Karno minta K.H. Saifuddin Zuhri agar menjadi Menteri Agama, menggantikan K.H. Wahib Wahab yang mengundurkan diri.
“Penunjukan Saudara sudah saya pikir masak-masak. Telah cukup lama saya pertimbangkan. Sudah lama saya ikuti sepak terjang Saudara sebagai wartawan, politisi, dan pejuang. Saya dekatkan Saudara menjadi anggota DPA. Saya bertambah simpati. Baru-baru ini Saudara saya ajak keliling dunia, dari Jakarta ke Beograd, Washington, lalu Tokyo. Saya semakin mantap memilih Saudara sebagai Menteri Agama,” ujar Bung Karno ketika itu.
Permintaan ini tidak serta merta diambil oleh KH. Saifuddin Zuhri, tetapi justru meminta pendapat terlebih dahulu kepada tokoh NU, khususnya K.H. Wahab Chasbullah dan K.H. Idham Chalid. Selain itu, ia juga bertemu dengan K.H. Wahib Wahab dan mencari tahu kenapa Bung Karno memilih dia untuk menggantikan K.H. Wahib Wahab yang mundur sebagai Menteri Agama. Setelah bertemu dengan tokoh-tokoh tersebut dan semua mendukung, K.H. Saifuddin Zuhri menerima penunjukannya sebagai Menteri Agama.
Pada periode kepemimpinannya sebagai Menteri Agama inilah, dunia pendidikan tinggi Islam berkembang pesat. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) berkembang di sembilan provinsi, masing-masing memiliki cabang di kota kabupaten.

11. KH. Moh Dahlan
Menjabat sebagai Menteri Agama pada Kabinet Ampera II (14 Oktober 1967 - 10 Juni 1968) dan Kabinet Pembangunan I (11 September 1971 - 29 Maret 1978) namun mengalami penggantian pada 28 Maret 1973.
KH. Muhammad Dahlan (lahir di PasuruanJawa TimurHindia Belanda2 Juni 1909 – meninggal 1 Februari 1977 pada umur 67 tahun) bertepatan dengan 14 Jumadil Ula 1327 Hijriah, di Desa Mandaran, Rejo, Pasuruan, Jawa Timur. Muhammad Dahlan adalah putera ketiga dari lima bersaudara. Ayah-ibu Dahlan bernama Abdul Hamid dan Chamsiyah. Desa tempat tinggal Dahlan itu terletak di pesisir pantai, kurang lebih berjarak tiga kilometer dari kota Pasuruan. Bersama kakak sulungnya, dengan rajin ia mengikuti kelompok-kelompok pengajian sebagaimana para ulama terdahulu yang mengikuti pengajian di sekitar halaman Masjid Al-Harram Makkah. Di kota suci itu ia belajar berbagai ilmu keagamaan, dan mengenal dunia luar secara umum yang kelak menjadi bekal dalam membangun negerinya terutama ketika berkiprah di NU. Tampilnya Dahlan di gelanggang pergerakan dimulai tahun 1930. Dialah tokoh yang merintis terbentuknya organisasi NU cabang Bangil, dan sekaligus menjadi ketuanya. Lima tahun kemudian ia terpilih menjadi ketua NU cabang Pasuruan.
Di bidang pemerintahan, Ia diberi amanah untuk menjabat Menteri Agama pada Kabinet Pembangunan I pemerintahan presiden Soeharto (1967-1971), Ia juga yang memelopori musyawarah antarumat beragama tanggal 30 November 1967, agar peristiwa-peristiwa intoleransi antaragama tidak terulang lagi. KH. M. Dahlan yang memimpin pertemuan mengajukan pokok-pokok rencana persetujuan, yang intinya agar propaganda agama tidak dilakukan dengan tujuan meningkatkan jumlah pemeluk masing-masing agama, namun dilaksanakan untuk memperdalam pemahaman dan pengamalan tentang agamanya masing-masing.
Salah satu jasa besarnya bagi bangsa ini adalah bersama Prof. KH. Ibrahim Hosen memprakarsai penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) tingkat nasional yang untuk pertama kalinya diadakan di Ujungpandang. Selain itu, bersama KH. Zaini MiftahKH. Ali Masyhar dan Prof. DR. HA Mukti Alipada 23 Januari 1970 membentuk Yayasan Ihya Ulumuddin, merintis berdirinya Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ), sebuah perguruan tinggi yang secara khusus mengajarkan seni baca dan menghafal Al-Qur’an.
Di bidang keilmuan, Dahlan terlihat menonjol pada disiplin ilmu fikih yang ditunjang dengan koleksi kitab-kitab yang dimilikinya. Hal itu menyebabkan Dahlan sangat moderat dalam memandang perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan imam madzhab. Ia tampak tidak kaku dengan pendapat madzhab tertentu dalam menentukan suatu hukum, sejauh pendapat itu dinilainya cukup argumentatif.
Kebiasaan Kiai Dahlan yang tidak pernah ditinggalkan semenjak menetap di Pasuruan hingga pindah ke Jakarta adalah membaca Kitab Dalail Khairat selepas salat Subuh hingga menjelang salat dhuha atau sesudah salat Maghrib sampai salat Isya. Pada tanggal 1 Februari 1997, selesai membaca kitab seperti hari-hari biasanya, KH. Muhammad Dahlan berpulang ke Rahmatullah. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, sebagai wujud dari pengakuan pemerintah atas jasa-jasanya dalam turut serta membangun bangsa Indonesia.

12. Prof. Dr. H. Abdul Mukti Ali
Prof. Dr. H. Abdul Mukti Ali merupakan Menteri Agama pengganti KH. Moh Dahlan yang diresufle pada 11 September 1971. Juga menjadi Menteri Agama di kabinet berikutnya, Kabinet Pembangunan II (28 Maret 1973 - 29 Maret 1978).
Abdul Mukti Ali (lahir di CepuBloraJawa Tengah23 Agustus 1923 – meninggal di Yogyakarta5 Mei 2004 pada umur 80 tahun) adalah mantan Menteri Agama Republik Indonesia pada Kabinet Pembangunan II. Ia juga terkenal sebagai Ulama ahli perbandingan agama yang meletakkan kerangka kerukunan antarumat beragama di Indonesia sesuai dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika atau istilah yang sering dipakainya "Setuju dalam Perbedaan."[1] Ia juga terkenal sebagai cendekiawan muslim yang menonjol sebagai pembaharu pemikiran Islam melalui Kajian Keislaman (Islamic Studies)


13. Alamsyah Ratoe Perwiranegara
Menjabat Menteri Agama dalam Kabinet Pembangunan III (29 Maret 1978 - 19 Maret 1983)
Alamsjah Ratoe Perwiranegara (lahir di KotabumiLampung UtaraLampung25 Desember 1925 – meninggal di Jakarta8 Januari1998 pada umur 72 tahun) adalah tokoh militer Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri dan Duta Besar Indonesia.

14. KH. Munawir Sjadzali MA
Menjabat selama dua periode yaitu di Kabinet Pembangunan IV (19 Maret 1983 - 21 Maret 1988) dan Kabinet Pembangunan V (21 Maret 1988 - 17 Maret 1993)
Prof. Dr. H. Munawir Sjadzali (lahir di KlatenJawa Tengah7 November 1925 – meninggal di Jakarta23 Juli 2004 pada umur 78 tahun) adalah Menteri Agama Republik Indonesia pada Kabinet Pembangunan.

15. dr. Tarmizi Taher
Diangkat menjadi Menteri Agama dalam Kabinet Pembangunan VI (17 Maret 1993 - 14 Maret 1998)
Laksamana Muda TNI (Purn.) dr. Tarmizi Taher (lahir di PadangSumatera Barat7 Oktober 1936 – meninggal di Jakarta12 Februari 2013 pada umur 76 tahun) adalah seorang dokter, ulama dan tokoh militer Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri Agama Indonesia periode 1993–1998

16. Prof. Dr. Quraish Shihab
Menjabat sebagai Menteri Agama pada Kabinet Pembangunan VII (14 Maret 1998 - 21 Mei 1998)
Prof. Dr. H. Muhammad Quraish Shihab, M.A. (Abjad Arab: محمّد قريش شهاب‎‎Muḥammad Qurayš Šihāb; lahir di RappangSidenreng RappangSulawesi Selatan16 Februari 1944; umur 74 tahun) adalah seorang cendekiawan muslim dalam ilmu-ilmu Al Qur'an dan mantan Menteri Agama pada Kabinet Pembangunan VII (1998)

17. Prof. A. Malik Fajar, M.Sc
Merupakan Menteri Agama saat Kabinet Reformasi Pembangunan (23 Mei 1998 - 20 Oktober 1999)
Abdul Malik Fadjar (lahir di YogyakartaHindia Belanda (kini Indonesia),  22 Februari 1939; umur 79 tahun) adalah anggota Dewan Pertimbangan Presiden yang menjabat sejak 19 Januari 2015. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan Nasional pada Kabinet Gotong Royong. Ia adalah lulusan tahun 1972 dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Malang. Pada 19 Januari 2015, ia dipilih Presiden Joko Widodo menjadi salah satu anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).

18. Drs. KH. M. Tolchah Hasan
Menduduki jabatan Menteri Agama saat Kabinet Persatuan Nasional (26 Oktober 1999 - 23 Juli 2001)
Drs. K.H. Muhammad Tholchah Hasan (lahir di TubanJawa Timur10 Oktober 1938; umur 80 tahun) adalah Menteri Agama pada Kabinet Persatuan Nasional. Ia meraih gelar sarjana dari Universitas Merdeka Malang. Sebelum ditunjuk menjadi menteri, politikus dari Partai Kebangkitan Bangsa ini menjabat sebagai rektor di almamaternya sampai dengan 1998.

19. Prof. Dr. Said Agil Husin Al Munawar
Menjabat sebagai Menteri Agama saat Kabinet Gotong Royong (9 Agustus 2001 - 20 Oktober 2004)
Prof. Dr. Haji Said Agil Husin Al Munawar, MA (lahir di PalembangSumatera Selatan26 Januari 1954; umur 64 tahun) adalah seorang pengajar dan mantan Menteri Agama Indonesia. Ia menjabat sebagai Menteri Agama pada Kabinet Gotong Royong (2001-2004). Sekarang ia adalah dosen di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.

20. Muhammad Maftuh Basyuni, SH
Menjabat Menteri Agama ketika Kabinet Indonesia Bersatu (21 Oktober 2004 - 20 Oktober 2009)
Muhammad Maftuh Basyuni (lahir di RembangJawa Tengah4 November 1939 – meninggal di Jakarta20 September 2016 pada umur 76 tahun) adalah Menteri Agama pada Kabinet Indonesia Bersatu pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia menyelesaikan pendidikan sarjananya di Universitas Islam MadinahArab Saudi pada tahun 1968.
Periode 1976-1979, ia tampil sebagai Sekretaris Pribadi Duta Besar Indonesia di Jeddah. Selain sebagai kepala rumah tangga kepresidenan saat Soeharto memimpin negara Indonesia, ia juga menjabat Sekretaris negara pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Sejak 2002, ia adalah Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi. Pada 2004, ia tampil sebagai ketua Delegasi Indonesia pada Pertemuan Tingkat Menteri OKI.[1] Dari tahun 2014 sampai meninggal, ia menjabat sebagai Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Maftuh wafat pada Selasa, 20 September 2016 pukul 18.30 WIB di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.

21. Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si
Menjabat sebagai Menteri Agama dalamKabinet Indonesia Bersatu II  dan dilantik pada 22 Oktober 2009. Namun pada 26 Mei 2014 mengundurkan diri dan digantikan sementera oleh Pelaksana Tugas (Agung Laksono). Pada 9 Juni 2014 digantikan oleh Lukman Hakim Saifuddin hingga berakhirnya masa kabinet yaitu 20 Oktober 2014.
Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si. (lahir di Jakarta19 September 1956; umur 62 tahun) adalah Menteri Agama Indonesia dari 22 Oktober 2009 hingga 28 Mei 2014. Sebelumnya ia menjabat sebagai Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah pada Kabinet Indonesia Bersatu. Ia menyelesaikan pendidikan sarjananya di IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, pada tahun 1984. Pada tahun 1985 ia berkarier di PT. Hero Supermarket, hingga tahun 1999 di mana ia menduduki posisi Deputi Direktur perusahaan ritel tersebut. Selain itu, ia juga aktif di berbagai organisasi ritel di Indonesia.
Pada Februari 2007, Suryadharma terpilih sebagai Ketua Umum PPP dan menggantikan Hamzah Haz. Kepengurusan periode kepemimpinannya didampingi oleh Wakil Ketua Umum Chozin ChumaidyIrgan Chirul Mahfiz (Sekretaris Jenderal), Suharso Monoarfa(Bendahara), Bachtiar Chamsyah (Ketua Majelis Pertimbangan Pusat), KH Maemoen Zubair (Ketua Majelis Syariah), dan Barlianta Harahap (Ketua Majelis Pakar).
Pada 23 Mei 2014 Suryadharma Ali dinyatakan oleh KPK sebagai tersangka dalam kasus korupsi dana haji.  Menghadapi proses hukum yang menunggunya, Suryadharma Ali menyatakan mundur dari jabatannya pada Senin, 26 Mei 2014  dan resmi mengirimkan surat pengunduran diri kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 28 Mei 2014.

22. Drs. H. Lukman Hakim Saifuddin
Drs. H. Lukman Hakim Saifuddin diangkat menjadi Menteri Agama menggantikan Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si yang mengundurkan diri (pada sisa periode Kabinet Indonesia Bersatu II yaitu dari tanggal 9 Juni 2014 - 20 Oktober 2014). Kemudian diangkat lagi dalam Kabinet Kerja mulai 27 Oktober 2014 hingga sekarang

Entri yang Diunggulkan

Generasi Rawan Lupa, Servis dalam Rumah Tangga

10 Hal Romantis Rasulullah yang Ditinggalkan Generasi  Now Rumah tangga Rasulullah SAW luar biasa. Rasulullah SAW dan istri-istriny...