Berikut ini adalah nama-nama yang
pernah menjabat sebagai Menteri Agama Republik Indonesia.
1. KH. Wahid Hasyim
1. KH. Wahid Hasyim
KH. Wahid Hasyim menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Agama Islam pada
kabinet Presidentil (19 Agustus 1945 - 14 November 1945), dan Menteri Agama di
tiga kabinet yang berbeda yaitu saat Republik Indonesia Serikat/RIS (20
Desember 1949 - 6 September 1950), Kabinet Natsir (6 September 1950 - 3 April
1951), dan Kabinet Sukiman Suwirjo (27 April 1951 - 3 April 1952).
2. H. Rasjidi
H. Rasjidi menjabat sebagai Menteri Negara Urusan Agam Islam pada Kabinet
Sjahrir I (14 November 1945 - 12 Maret 1946) dan sebagai Menteri Agama pada
Kabinet Sjahrir II (12 Maret 1946 - 2 Oktober 1946).2. H. Rasjidi
3. KH. Fathurrahman Kafrawi
4. KH. Achmad Asj'ari
Beliau menjabat sebagai Menetri Agama di Kabinet Amir Sjarifuddin I yang dibentuk pada 3 Juli 1947. Namun belum usai kabinet ini, beliau sudah diganti oleh H. Anwaruddin pada 9 Oktober 1947.
5. H. Anwaruddin
H. Anwaruddin merupakan Menteri Agama dalam Kabinet Amir Sjarifuddin I yang menggantikan KH. Achmad Asj'ari. Menjabat mulai dari 9 Oktober 1947 - 11 November 1947.
6. KH. Masjkur
KH. Majkur menjabat sebagai Menteri Agama dalam beberapa kabinet yang berbeda, yaitu:
Amir Syarifuddin II (11 November 1947 - 29 Januari 1948)
Hatta I (29 Januari
1948 - 4 Agustus 1948)
Hatta II (4 Agustus
1949 - 20 Desember 1949)
Susanto (20 Desember
1949 - 21 Januari 1950)
Ali Sastroamidjojo I (30
Juli 1953 - 12 Agustus 1955)
K.H. Masjkur (EYD : Masykur, lahir di Malang, Jawa Timur, 30 Desember 1904 – meninggal 19 Desember 1994 pada umur 89 tahun) adalah Menteri Agama Indonesia pada tahun 1947-1949 dan tahun 1953-1955. Ia juga pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI tahun 1956-1971 dan anggota Dewan Pertimbangan Agung pada tahun 1968.
Keterlibatannya
dalam perjuangan kemerdekaan menonjol di zaman pendudukan Jepang, sebagai
anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Masjkur juga
tercatat selaku pendiri Pembela Tanah
Air (Peta)—yang kemudian menjadi unsur laskar rakyat dan TNI—di
seluruh Jawa. Ketika pertempuran 10 November 1945, namanya muncul sebagai
pemimpin Barisan Sabilillah.
7. KH. Fakih Usman
Kyai Haji Fakih Usman (juga ditulis Faqih Usman; lahir 2 Maret 1904 – meninggal 3 Oktober 1968 pada umur 64 tahun) adalah aktivis Islam di Indonesia dan politikus dari Partai Masyumi. Ia menjadi Menteri Agama dalam dua kali masa jabatan: pertama, dengan Kabinet Halim saat Republik Indonesia menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat, dan kedua sebagai Menteri Agama dengan Kabinet Wilopo. Saat masih muda Fakih dikritik karena kaitannya dengan organisasi Islam Muhammadiyah, tetapi kini dikenang oleh organisasi tersebut. Sebuah jalan di Gresik dinamakan untuk Fakih.
Fakih
dibesarkan di Gresik, Hindia
Belanda. Ia belajar tentang Islam dari ayahnya dan di sejumlah pesantren hingga
tahun 1920-an. Pada tahun 1925 ia bergabung dengan Muhammadiyah dan menjadi
ketua untuk cabang Surabaya pada tahun 1938; ia juga ikut serta dalam kancah
politik setempat. Ketika sejumlah organisasi Islam bekerja sama pada tahun 1940
untuk mendirikan Majilis Islam Ala Indonesia, Fakih menjadi bendahara.
Selama pendudukan Jepang dan Revolusi Nasional Indonesia, Fakih terus
bergerak dalam bidang tersebut. Sekaligus menjalani dua periode sebagai Menteri
Agama Republik Indonesia, Fakih menjadi lebih berpengaruh di Muhammadiyah. Ia
berjasa sebagai wakil ketua di bawah beberapa pemimpin sebelum dijadikan Ketua
Umum Muhammadiyah pada akhir tahun 1968, beberapa hari sebelum ia meninggal.
8. KH. Muhammad Ilyas
Muhammad
Ilyas (lahir
di Kraksaan, Probolinggo, Jawa Timur, 23 November 1911 – meninggal
di Jakarta, 5 Desember 1970 pada umur 59
tahun) adalah Menteri Agama pada 1955-1959 di beberapa
kabinet pada masa pemerintahan Soekarno.[1] Ia
juga pernah menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi selama
6 tahun, sejak tahun 1959.[2]
KH
Muhammad Ilyas adalah mertua dari Muhammad Maftuh Basyuni, Menteri Agama
pada Kabinet Indonesia Bersatu 2004-2009.
Pada tahun
1969, ia memimpin delegasi Indonesia mengikuti Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
yang dihadiri 26 negera Islam di Rabat, Maroko yang
membahas konflik Palestina-Israel
9. KH. M. Wahib Wahab
K.H. Muhammad Wahib Wahab (lahir di Jombang, 1 November 1918 – meninggal
di Jakarta, 12 Juli 1986 pada umur 67 tahun)
pernah menjabat Menteri Agama RI. Ia merupakan putra pertama dari almarhum K.H.
Wahab Hasbullah salah seorang initiator berdirinya Nahdlatul
Ulama. Dan yang melantik Pengurus Pusat BP4 Pertama pada
tahun 1961.
10. KH. Saifuddin Zuhri
Kerja III (6 Maret 1962 - 13 November 1963)
Kerja IV (13 November
1963 - 27 Agustus 1964)
Dwikora I (27 Agustus
1964 - 22 Februari 1966)
Dwikora II (22
Februari 1966 - 28 Maret 1966)
Ampera I (28 Juli 1966
- 14 Oktober 1967)
Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (lahir
di kota kawedanan Sokaraja, 9 kilometer dari Banyumas, 1 Oktober 1919 – meninggal 25 Maret 1986pada umur 66 tahun)
adalah Menteri Agama Republik Indonesia pada Kabinet Kerja
III, Kabinet Kerja IV, Kabinet
Dwikora I, Kabinet Dwikora II, dan Kabinet
Ampera I.
Pada usia 35 tahun K.H. Saifuddin Zuhri menjabat
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama (PBNU) merangkap Pemimpin Redaksi Harian Duta Masyarakat dan
anggota Parlemen Sementara. Presiden Soekarno mengangkatnya
menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung RI pada usia 39 tahun, lalu
mengangkatnya menjadi Menteri Agama ketika berusia 43 tahun.
Kisah pengangkatannya sebagai Menteri Agama, pada
tanggal 17 Februari 1962, tepat pada hari Jum’at, ia diminta menghadap ke
Istana Merdeka. Banyak teka-teki memenuhi benaknya ketika dia memenuhi
panggilan Bung Karno. Apakah karena urusan DPR atau DPA? Apa urusan NU? Atau
surat kabar Duta Masyarakat? Ternyata dalam pertemuan itu Bung Karno minta K.H.
Saifuddin Zuhri agar menjadi Menteri Agama, menggantikan K.H. Wahib Wahab yang
mengundurkan diri.
“Penunjukan Saudara sudah saya pikir masak-masak.
Telah cukup lama saya pertimbangkan. Sudah lama saya ikuti sepak terjang
Saudara sebagai wartawan, politisi, dan pejuang. Saya dekatkan Saudara menjadi
anggota DPA. Saya bertambah simpati. Baru-baru ini Saudara saya ajak keliling
dunia, dari Jakarta ke Beograd, Washington, lalu Tokyo. Saya semakin mantap
memilih Saudara sebagai Menteri Agama,” ujar Bung Karno ketika itu.
Permintaan ini tidak serta merta diambil oleh KH.
Saifuddin Zuhri, tetapi justru meminta pendapat terlebih dahulu kepada tokoh
NU, khususnya K.H. Wahab Chasbullah dan K.H. Idham Chalid.
Selain itu, ia juga bertemu dengan K.H. Wahib Wahab dan
mencari tahu kenapa Bung Karno memilih dia untuk menggantikan K.H. Wahib Wahab
yang mundur sebagai Menteri Agama. Setelah bertemu dengan tokoh-tokoh tersebut
dan semua mendukung, K.H. Saifuddin Zuhri menerima penunjukannya sebagai
Menteri Agama.
Pada periode kepemimpinannya sebagai Menteri Agama
inilah, dunia pendidikan tinggi Islam berkembang pesat. Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) berkembang di sembilan provinsi, masing-masing memiliki cabang di
kota kabupaten.
11. KH. Moh Dahlan
Menjabat sebagai Menteri Agama pada Kabinet Ampera II (14 Oktober 1967 - 10 Juni 1968) dan Kabinet Pembangunan I (11 September 1971 - 29 Maret 1978) namun mengalami penggantian pada 28 Maret 1973.
KH. Muhammad Dahlan (lahir di Pasuruan, Jawa Timur, Hindia Belanda, 2 Juni 1909 – meninggal 1 Februari 1977 pada umur 67 tahun) bertepatan dengan 14 Jumadil Ula 1327 Hijriah, di Desa Mandaran, Rejo, Pasuruan, Jawa Timur. Muhammad Dahlan adalah putera ketiga dari lima bersaudara. Ayah-ibu Dahlan bernama Abdul Hamid dan Chamsiyah. Desa tempat tinggal Dahlan itu terletak di pesisir pantai, kurang lebih berjarak tiga kilometer dari kota Pasuruan. Bersama kakak sulungnya, dengan rajin ia mengikuti kelompok-kelompok pengajian sebagaimana para ulama terdahulu yang mengikuti pengajian di sekitar halaman Masjid Al-Harram Makkah. Di kota suci itu ia belajar berbagai ilmu keagamaan, dan mengenal dunia luar secara umum yang kelak menjadi bekal dalam membangun negerinya terutama ketika berkiprah di NU. Tampilnya Dahlan di gelanggang pergerakan dimulai tahun 1930. Dialah tokoh yang merintis terbentuknya organisasi NU cabang Bangil, dan sekaligus menjadi ketuanya. Lima tahun kemudian ia terpilih menjadi ketua NU cabang Pasuruan.
Di bidang
pemerintahan, Ia diberi amanah untuk menjabat Menteri Agama pada Kabinet
Pembangunan I pemerintahan presiden Soeharto (1967-1971), Ia juga yang
memelopori musyawarah antarumat beragama tanggal 30 November 1967, agar
peristiwa-peristiwa intoleransi antaragama tidak terulang lagi. KH. M. Dahlan
yang memimpin pertemuan mengajukan pokok-pokok rencana persetujuan, yang
intinya agar propaganda agama tidak dilakukan dengan tujuan meningkatkan jumlah
pemeluk masing-masing agama, namun dilaksanakan untuk memperdalam pemahaman dan
pengamalan tentang agamanya masing-masing.
Salah satu
jasa besarnya bagi bangsa ini adalah bersama Prof. KH. Ibrahim Hosen
memprakarsai penyelenggaraan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ)
tingkat nasional yang untuk pertama kalinya diadakan di Ujungpandang. Selain
itu, bersama KH. Zaini Miftah, KH. Ali Masyhar dan Prof. DR. HA
Mukti Alipada 23 Januari 1970 membentuk Yayasan Ihya Ulumuddin,
merintis berdirinya Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ), sebuah perguruan
tinggi yang secara khusus mengajarkan seni baca dan menghafal Al-Qur’an.
Di bidang
keilmuan, Dahlan terlihat menonjol pada disiplin ilmu fikih yang ditunjang
dengan koleksi kitab-kitab yang dimilikinya. Hal itu menyebabkan Dahlan sangat
moderat dalam memandang perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan imam madzhab.
Ia tampak tidak kaku dengan pendapat madzhab tertentu dalam menentukan suatu
hukum, sejauh pendapat itu dinilainya cukup argumentatif.
Kebiasaan
Kiai Dahlan yang tidak pernah ditinggalkan semenjak menetap di Pasuruan hingga
pindah ke Jakarta adalah membaca Kitab Dalail Khairat selepas salat Subuh
hingga menjelang salat dhuha atau sesudah salat Maghrib sampai salat Isya. Pada
tanggal 1 Februari 1997, selesai membaca kitab seperti hari-hari biasanya, KH.
Muhammad Dahlan berpulang ke Rahmatullah. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan Kalibata, sebagai wujud dari pengakuan pemerintah atas jasa-jasanya
dalam turut serta membangun bangsa Indonesia.
12. Prof. Dr. H. Abdul Mukti Ali
Abdul Mukti Ali (lahir di Cepu, Blora, Jawa Tengah, 23 Agustus 1923 – meninggal di Yogyakarta, 5 Mei 2004 pada umur 80 tahun) adalah mantan Menteri Agama Republik Indonesia pada Kabinet Pembangunan II. Ia juga terkenal sebagai Ulama ahli perbandingan agama yang meletakkan kerangka kerukunan antarumat beragama di Indonesia sesuai dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika atau istilah yang sering dipakainya "Setuju dalam Perbedaan."[1] Ia juga terkenal sebagai cendekiawan muslim yang menonjol sebagai pembaharu pemikiran Islam melalui Kajian Keislaman (Islamic Studies)
13. Alamsyah Ratoe Perwiranegara
Alamsjah Ratoe Perwiranegara (lahir di Kotabumi, Lampung Utara, Lampung, 25 Desember 1925 – meninggal di Jakarta, 8 Januari1998 pada umur 72 tahun) adalah tokoh militer Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri dan Duta Besar Indonesia.
14. KH. Munawir Sjadzali MA
Prof. Dr. H. Munawir Sjadzali (lahir di Klaten, Jawa Tengah, 7 November 1925 – meninggal di Jakarta, 23 Juli 2004 pada umur 78 tahun) adalah Menteri Agama Republik Indonesia pada Kabinet Pembangunan.
15. dr. Tarmizi Taher
Laksamana Muda TNI (Purn.) dr. Tarmizi Taher (lahir di Padang, Sumatera Barat, 7 Oktober 1936 – meninggal di Jakarta, 12 Februari 2013 pada umur 76 tahun) adalah seorang dokter, ulama dan tokoh militer Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri Agama Indonesia periode 1993–1998
16. Prof. Dr. Quraish Shihab
Prof. Dr. H. Muhammad
Quraish Shihab, M.A. (Abjad Arab:
محمّد قريش شهاب; Muḥammad Qurayš Šihāb;
lahir di Rappang, Sidenreng
Rappang, Sulawesi
Selatan, 16 Februari 1944; umur 74 tahun)
adalah seorang cendekiawan muslim dalam
ilmu-ilmu Al Qur'an dan mantan Menteri Agama pada Kabinet Pembangunan VII (1998)
17. Prof. A. Malik Fajar, M.Sc
Abdul Malik Fadjar (lahir di Yogyakarta, Hindia Belanda (kini Indonesia), 22 Februari 1939; umur 79 tahun) adalah anggota Dewan Pertimbangan Presiden yang menjabat sejak 19 Januari 2015. Ia pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan Nasional pada Kabinet Gotong Royong. Ia adalah lulusan tahun 1972 dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Malang. Pada 19 Januari 2015, ia dipilih Presiden Joko Widodo menjadi salah satu anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
18. Drs. KH. M. Tolchah Hasan
Drs. K.H. Muhammad Tholchah Hasan (lahir di Tuban, Jawa Timur, 10 Oktober 1938; umur 80 tahun) adalah Menteri Agama pada Kabinet Persatuan Nasional. Ia meraih gelar sarjana dari Universitas Merdeka Malang. Sebelum ditunjuk menjadi menteri, politikus dari Partai Kebangkitan Bangsa ini menjabat sebagai rektor di almamaternya sampai dengan 1998.
19. Prof. Dr. Said Agil Husin Al Munawar
Prof. Dr. Haji Said Agil Husin Al Munawar, MA (lahir di Palembang, Sumatera Selatan, 26 Januari 1954; umur 64 tahun) adalah seorang pengajar dan mantan Menteri Agama Indonesia. Ia menjabat sebagai Menteri Agama pada Kabinet Gotong Royong (2001-2004). Sekarang ia adalah dosen di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
20. Muhammad Maftuh Basyuni, SH
Muhammad
Maftuh Basyuni (lahir di Rembang, Jawa Tengah, 4 November 1939 – meninggal
di Jakarta, 20 September 2016 pada umur 76
tahun) adalah Menteri Agama pada Kabinet Indonesia Bersatu pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ia menyelesaikan
pendidikan sarjananya di Universitas Islam Madinah, Arab Saudi pada
tahun 1968.
Periode 1976-1979, ia
tampil sebagai Sekretaris Pribadi Duta Besar Indonesia di Jeddah.
Selain sebagai kepala rumah tangga kepresidenan saat Soeharto memimpin
negara Indonesia,
ia juga menjabat Sekretaris negara pada pemerintahan Presiden Abdurrahman
Wahid. Sejak 2002, ia adalah Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi. Pada 2004, ia tampil
sebagai ketua Delegasi Indonesia pada Pertemuan Tingkat Menteri OKI.[1] Dari
tahun 2014 sampai meninggal, ia menjabat sebagai Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Maftuh wafat pada
Selasa, 20 September 2016 pukul 18.30 WIB
di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta.
21. Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si
Menjabat sebagai Menteri Agama dalamKabinet Indonesia Bersatu II dan
dilantik pada 22 Oktober 2009. Namun pada 26 Mei 2014 mengundurkan diri dan
digantikan sementera oleh Pelaksana Tugas (Agung Laksono). Pada 9 Juni 2014
digantikan oleh Lukman Hakim Saifuddin hingga berakhirnya masa kabinet
yaitu 20 Oktober 2014.21. Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si
Drs. H. Suryadharma Ali, M.Si. (lahir di Jakarta, 19 September 1956; umur 62 tahun) adalah Menteri Agama Indonesia dari 22 Oktober 2009 hingga 28 Mei 2014. Sebelumnya ia menjabat sebagai Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah pada Kabinet Indonesia Bersatu. Ia menyelesaikan pendidikan sarjananya di IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, pada tahun 1984. Pada tahun 1985 ia berkarier di PT. Hero Supermarket, hingga tahun 1999 di mana ia menduduki posisi Deputi Direktur perusahaan ritel tersebut. Selain itu, ia juga aktif di berbagai organisasi ritel di Indonesia.
Pada Februari 2007,
Suryadharma terpilih sebagai Ketua Umum PPP dan menggantikan Hamzah Haz.
Kepengurusan periode kepemimpinannya didampingi oleh Wakil Ketua Umum Chozin Chumaidy, Irgan Chirul Mahfiz (Sekretaris
Jenderal), Suharso Monoarfa(Bendahara), Bachtiar
Chamsyah (Ketua Majelis Pertimbangan Pusat), KH Maemoen Zubair (Ketua
Majelis Syariah), dan Barlianta Harahap (Ketua
Majelis Pakar).
Pada 23 Mei 2014 Suryadharma Ali
dinyatakan oleh KPK sebagai
tersangka dalam kasus korupsi dana haji. Menghadapi proses hukum yang
menunggunya, Suryadharma Ali menyatakan mundur dari jabatannya pada
Senin, 26 Mei 2014 dan resmi mengirimkan surat
pengunduran diri kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 28 Mei 2014.
22. Drs. H. Lukman Hakim Saifuddin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar