Jumat, 09 Juni 2017

SI ALIM DAN SI JAHIL



Diriwayatkan dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan RA, Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barangsiapa dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Dia akan memberikan pemahaman agama kepadanya.” [HR Bukhari]


Fenomena kekinian yang cukup memprihatinkan adalah rendahnya minat dan motivasi seseorang untuk menuntut ilmu agama. Ilmu agama dinilai sebagai suatu hal yang remeh bahkan di kalangan kaum muslimin sendiri. Lebih naifnya lagi, sebagian besar mereka menilainya sebagai ilmu murahan. Bagaimana tidak, Coba kita lihat perbedaan cara pandang masyarakat kepada lembaga yang mengajarkan ilmu agama semisal TPQ, Madrasah diniyah atau pondok pesantren di satu sisi dan kepada Lembaga yang mengajarkan ilmu duniawi semisal lembaga kursus atau universitas. Kebanyakan orang tua tidak begitu bangga ketika memasukkan anaknya ke madrasah diniyah karena dianggap rendahan bahkan sebuah keterpaksaan “dari pada ngaggur” namun jika sang anak berhasil masuk ke sebuah perguruan tinggi maka betapa bangga orang tuanya dan siap berkorban apa saja.
Lantas, bagaimana dengan menuntut ilmu agama yang merupakan sebuah kemuliaan hakiki bahkan kewajiban?.  Dalam hadits utama di atas dinyatakan bahwa “Barangsiapa dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Dia akan memberikan pemahaman agama kepadanya.” Itu artinya orang yang mau mempelajari ilmu agama maka ia adalah orang yang dikehendaki baik oleh Allah dan sebaliknya, orang yang enggan menuntut ilmu agama maka dia terhalang dari kebaikan [Fathul Bari].

Di sisi yang lain, bukankah menuntut ilmu agama adalah sebuah kewajiban yang berdosa jika diabaikan? Rasul Saw bersabda :
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. [HR Ibnu Majah].

Dan Allah SWT memerintahkan untuk menambah pengetahuan ilmu agama dengan firman -Nya,
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“Dan katakanlah,‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’“. [QS Thaha: 114]

Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata:
وَالْمُرَاد بِالْعِلْمِ الْعِلْم الشَّرْعِيّ الَّذِي يُفِيد مَعْرِفَة مَا يَجِب عَلَى الْمُكَلَّف مِنْ أَمْر عِبَادَاته وَمُعَامَلَاته ، وَالْعِلْم بِاَللَّهِ وَصِفَاته ، وَمَا يَجِب لَهُ مِنْ الْقِيَام بِأَمْرِهِ ، وَتَنْزِيهه عَنْ النَّقَائِض
Adapun yang dimaksud dengan (kata) ilmu di sini adalah ilmu syar’i. Yaitu ilmu yang akan menjadikan seorang mukallaf mengetahui kewajibannya berupa masalah-masalah ibadah dan muamalah, juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifatNya, hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya, dan mensucikan-Nya dari berbagai kekurangan”. [Fathul Bari]

Mempelajari ilmu agama dan mengamalkannya tidak kalah manfaatnya dengan ilmu umum di dalam kehidupan dunia. Dikisahkan bahwa di zaman dahulu ada seseorang yang lehernya cacat, dan ia selalu menjadi bahan ejekan dan tertawaan. Kemudian ibunya berkata kepadanya, “Hendaklah engkau menuntut ilmu, niscaya Allah akan mengangkat derajatmu.” Sejak itulah, orang itu belajar ilmu syar’i hingga ia menjadi orang alim, sehingga ia diangkat menjadi Qadhi (Hakim) di Makkah selama 20 (dua puluh) tahun. Apabila ada orang yang berperkara duduk di hadapannya, maka gemetarlah tubuhnya hingga ia berdiri. [Ibnul Qayyim Al-Jawziyah, al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu]

Maha benar Allah SWT yang berfirman :
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. [QS Al-Mujadalah: 11]

Namun demikian, janganlah ilmu agama dijadikan sarana untuk mendapatkan kedudukan duniawi.
لاَ تَعَلَّمَوْ ا الْعِلْمَ لِتُبَاهُوْا بِهِ الْعُلَمَاءَ ، وَلاَ لِتُمَارُوْا بِهِ السُّفَهَاءَ وَلاَ تَجْتَرِثُوْابِهِ فِى الْمَجَالِسِ اَوْ لِتَصْرِفُوْا وُجُوْهَ النَّاسِ إِلَيْكُمْ ، فَمَنْ فَعَلَ ذَالِكَ فَالنَّارَ فَالنَّارَ
“Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam mejelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu maka baginya neraka, neraka. [HR Tirmidzi]

Selanjutnya yang tak kalah penting bahwa kewajiban itu tidak berhenti pada menuntut ilmu agama namun juga mengamalkannya sehingga keduanya akan dipertangung jawabkan di akhirat nanti. Imam Ghazali berkata :
فإنه كما يقال للعالم: لم خالفت علمك؟ يقال للجاهل: لم لازمت جهلك ولم تتعلم بعد أن قيل لك طلب العلم فريضة على كل مسلم؟  
Sebagaimana akan ditanyakan kepada orang alim “Kenapa engkau menyelisihi ilmumu?, akan ditanyakan juga kepada orang jahil “kenapa engkau menetapi kebodohanmu dan enggan belajar padahal sudah dikatakan padamu : mempelajari ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap orang muslim? [Ihya Ulumuddin]

Dalam Islam, orang yang jahil mendapat dispensasi akan kejahilannya (ma’dzur) jika orang tersebut jahil (tak mengerti hukum agama) sebab ada udzur, seperti baru masuk islam atau hidup jauh dari ulama’ sebagaimana diriwayatkan oleh Aswad bin sari’ RA bahwasannya Nabiyallah SAW bersabda :
أَرْبَعَةٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَصَمُّ لَا يَسْمَعُ شَيْئًا وَرَجُلٌ أَحْمَقُ وَرَجُلٌ هَرَمٌ وَرَجُلٌ مَاتَ فِي فَتْرَةٍ فَأَمَّا الْأَصَمُّ فَيَقُولُ رَبِّ لَقَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَمَا أَسْمَعُ شَيْئًا وَأَمَّا الْأَحْمَقُ فَيَقُولُ رَبِّ لَقَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَالصِّبْيَانُ يَحْذِفُونِي بِالْبَعْرِ وَأَمَّا الْهَرَمُ فَيَقُولُ رَبِّي لَقَدْ جَاءَ الْإِسْلَامُ وَمَا أَعْقِلُ شَيْئًا وَأَمَّا الَّذِي مَاتَ فِي الْفَتْرَةِ فَيَقُولُ رَبِّ مَا أَتَانِي لَكَ رَسُولٌ فَيَأْخُذُ مَوَاثِيقَهُمْ لَيُطِيعُنَّهُ فَيُرْسِلُ إِلَيْهِمْ أَنْ ادْخُلُوا النَّارَ قَالَ
 “Empat (jenis manusia) akan berhujjah (membela diri) pada hari kiamat : orang tuli yang tidak mendengar apa-apa, orang yang dungu, orang yang pikun, dan orang yang mati di zaman fatrah (tidak mendapati Rasul yang diutus). Adapun orang yang tuli akan berkata,’Wahai Rabb, sesungguhnya agama Islam telah datang, tetapi aku tidak mendengar apa-apa.’ Orang yang dungu akan berkata,‘Wahai Rabb, sesungguhnya agama Islam telah datang, dan anak-anak kecil melempariku dengan kotoron hewan.’Orang yang pikun akan berkata,’Wahai Rabb, sesungguhnya agama Islam telah datang, tetapi aku tidak paham sedikitpun.’ Dan orang yang mati di zaman fatrah akan berkata,’Wahai Rabb, tidak ada RasulMu yang mendatangiku.’
فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَوْ دَخَلُوهَا لَكَانَتْ عَلَيْهِمْ بَرْدًا وَسَلَامًا
Maka mereka semua diambil perjanjian bahwa mereka semua benar-benar akan mentaatiNya. Kemudian mereka diperintahkan untuk memasuki neraka. Maka Demi Allah, jika mereka memasukinya maka neraka itu menjadi dingin dan menyelamatkan. [HR Ahmad]

Orang-orang jahil seperti ini jikapun ia masuk neraka maka neraka akan menjadi dingin dan menyelamatkan sebagaimana api untuk Nabi ibrahim AS dalam firman Allah Ta’ala:
قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ.
Kami berfirman: “Hai api, menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”. [QS Al-Anbiya’ : 69-70].

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, bahwa Ibnu ‘Abbaas berkata, seandainya Allah tidak berfirman, “Dan menjadi keselamatanlah bagi Ibraahim,” niscaya dia akan terganggu oleh dinginnya api itu. [Tafsir Ath-Thabari 17/44]. Al-Hafizh Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Al-Minhal bin ‘Amr, ia berkata, “Aku diberitahu bahwa Ibrahim tinggal disana (di lubang api) selama 40 atau 50 hari dan beliau berkata, “Tidak ada hari maupun malam dalam hidupku yang lebih indah daripada ketika aku berada disana. Bahkan aku menginginkan agar seluruh hidupku seperti ketika aku berada disana.” [Tafsir Ibnu Abi Hatim]. Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari menjadikan kita orang-orang yang dikehendaki kebaikan oleh-Nya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Generasi Rawan Lupa, Servis dalam Rumah Tangga

10 Hal Romantis Rasulullah yang Ditinggalkan Generasi  Now Rumah tangga Rasulullah SAW luar biasa. Rasulullah SAW dan istri-istriny...