Artikel
Hakikat & Martabat Pendidik
Sering kali kita dengar, Berbagai macam
kasus penganiayaan guru terhadap peserta didik, dan begitu pula sebaliknya,
seorang murid yang berani melawan guru merupakan peristiwa yang sangat pedih
dirasa. apabila hal ini kita cermati, dekadensi moral yang merajalela, tentu
menjadi tantangan tersendiri bagi insan pendidik yang peduli terhadap nurani
jiwa kependidikannya.
Guru sebagai salah satu ujung tombak
pendidikan, tidak boleh lepas tangan begitu saja, serentetan gaji dan tunjangan-tunjangan
yang diterimakan, tidak boleh dimaknai dengan istilah penopang kesejahteraan
hidup saja, namun perlu pula di jadikan sebagai motivasi yang harus dipakai
untuk lebih giat dalam mengajar, mendidik , pendamping, serta sebagai
fasilitator terhadap anak didik.
Bukankah Tuhan memposisikan guru
didalam derajat yang sangat mulia, namun tidak banyak orang yang tahu akan hal
tersebut, mereka tidak tahu bahwa dengan dijadikan dia sebagai profesi pendidik,
berarti diberi kedudukan/derajat yang tiada bandingnya. Seperti hadist nabi
Muhammad saw yang artinya : “Keutamaan seorang yang
berilmu dibandingkan dengan seorang yang ahli ibadah seperti keutamaanku
dibandingkan dengan orang yang paling rendah di antara kamu, Sesungguhnya
Allah, Malaikat-Nya, penduduk langit dan bumi hingga semut yang berada di
lubangnya, dan ikan-ikan selalu mendoakan seorang guru yang mengajarkan
kebaikan kepada manusia”.
Benar
kiranya apa yang ditulis oleh saudara Herry Santoso, S.Pd dalam artikel “Menghadirkan
Kebermaknaan Hidup dalam Proses Pembelajaran” yang dimuat dalam majalah Cerdas
edisi 03, bahwa bilangan berapapun apabila dibagi nol, pasti hasilnya tak
terhingga. angka nol diartikan dengan sikap ihlas, karena ikhlas merupakan
bahasa hati, apabila hati berbicara, maka akan diterima oleh hati pula, namun
kalau hanya bibir yang berkata tanpa dibarengi dengan hati yang ikhlas, maka
hanya akan didengar oleh telinga, dan akan dimakan oleh “Lupa’”, tak akan
membekas didalam dada, apa yang kita perbuat pasti akan sia-sia.
Hal inilah yang kiranya perlu kita
terapkan sebagai insan pendidik, menjadi Guru
yang selalu memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan
meluruskan perilaku yang buruk. Oleh karena itu, guru mempunyai kedudukan tinggi
dalam agama. Dalam ajaran Islam pendidik disamakan ulama yang sangatlah
dihargai kedudukannya. Hal ini dijelaskan oleh Allah maupun Rasul-Nya. Firman
Allah Swt:
Artinya: "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan". (QS. Al-Mujadalah 11)
Artinya: "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan". (QS. Al-Mujadalah 11)
Disamping itu, Pengertian guru
menurut Ahmad Tafsir, bahwa pendidik yaitu siapa saja yang bertanggung
jawab terhadap perkembangan anak didik, baik potensi kognitif, afektif, maupun
potensi psikomotorik.
A.D. Marimba memberi
pengertian guru atau pendidik sebagai orang yang memikul pertanggungan jawab
untuk mendidik. Sedangkan Zakiah Daradjat, lebih memilih kata guru sebagai
pendidik profesional, sebab secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima
dan memikul sebagian tanggungjawab pendidikan yang terpikul dipundak para orang
tua.
Menurut Hadari Nawawi
bahwa guru adalah orang yang mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah
(kelas). Secara lebih khusus lagi, ia mengatakan bahwa guru berarti orang yang
bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab
dalam membantu anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing. Artinya, guru tidak
hanya memberi materi di depan kelas, tetapi juga harus aktif dan berjiwa
kreatif dalam mengarahkan perkembangan murid.
Guru menurut paradigma
baru ini bukan hanya bertindak sebagai pengajar, tetapi
juga sebagai motivator dan fasilitator proses belajar mengajar yaitu
realisasi atau aktualisasi potensi-potensi manusia agar dapat mengimbangi
kelemahan pokok yang dimilikinya. Sehingga hal ini berarti bahwa pekerjaan guru
tidak dapat dikatakan sebagai suatu pekerjaan yang mudah dilakukan oleh
sembarang orang, melainkan orang yang benar-benar memiliki wewenang secara
akademisi, kompeten secara operasional dan profesional.
Untuk menyandang
predikat sebagai seorang guru tidaklah mudah, sebab predikat seorang guru hanya
dapat dimiliki oleh orang-orang yang benar-benar memiliki wewenang secara
mutlak. Kemutlakan tersebut ditandai dengan keprofesionalan dengan ciri-ciri
sebagaimana diatas, yang mana hal ini terdapat kesesuaian dengan hadits Nabi
saw, bahwa setiap segala urusan yang diserahkan pada orang yang tidak mampu
secara maksimal, diantaranya masalah pendidikan maka sudah secara otomatis
tujuan pendidikan tidak akan dapat tercapai, karena guru sebagai pembawa arah
pendidikan tidak mumpuni dalam mengantarkan murid menjadi insan berkualitas
baik bagi lingkungan sesamanya maupun dihadapan sang khaliq.
Dengan mengetahui kedudukan yang teramat mulia
ini, tentu sayang sekali apabila kesempatan sebagai pendidik kita sia-siakan
begitu saja, jangan samakan dengan profesi yang lain, kita harus lebih giat
dalam berusaha, berinovasi demi kemajuan pendidikan anak bangsa, karena
ditangan merekalah nasib bangsa kita dimasa yang akan datang, apabila kita
salah dalam mendidik, niscaya tunggulah masa kehancurannya.
Jadi, menurut istilah yang manapun, guru tetap
memiliki kedudukan yang tinggi, yang harus dijaga nama baiknya,
dilaksanakansebagaimana fungsinya, sehingga tetap berwibawa dan terhormat
dimata ummat dan masyarakat, karena guru sebagai panutan, ujung tombak dalam
menentukan perkembangan jaman.
Penyusun :
Nur Amin, S.Pd.I
GPAI
SDN Balesari 04, Ngajum.
Telp.
0341-8189829 / 081216000310
Tidak ada komentar:
Posting Komentar