MEWASPADAI LUNTURNYA BUDAYA "KETIMURAN" DALAM MENGHADAPI TANTANGAN GLOBALISASI
NUR AMIN, S.Pd.I
Guru Pendidikan Agama Islam
SD Negeri Balesari 04 Dan SDN Ngajum 05
Nanasan Balesari Ngajum Kabupaten Malang
Abstrak: Lembaga pendidikan seperti sekolah bukan saja berfungsi sebagai tempat mencari ilmu umum dari guru ke peserta didik, Namun lebih dari itu perlu penanaman karakter yang baik dari sejak dini kepada peserta didik sebagai penerus bangsa. Hal tersebut tidaklah mudah untuk ditanamkan kepada anak didik, karena sangatlah banyak faktor yang mendukung ataupun faktor penghambat dari usaha tersebut, untuk itu sekolah sebagai salah satu tempat yang strategis untuk melakukan penanaman karakter yang baik, harus selalu berupaya sekuat tenaga mengetrapkan berbagai macam usaha agar tujuan yang mulia ini bisa dicapai dengan sebaik-baiknya, terlebih dalam menghadapi perkembangan jaman yang semakin mengkhawatirkan terhadap budaya asing yang belum tentu sesuai dengan adat ketimuran.
Kata Kunci : waspada, budaya Ketimuran, tantanngan global
Seiring jaman yang semakin maju dan terus berkembang, maka wajib bagi insan pendidik melakukan terobosan-terobosan atau inovasi pendidikan yang bermaksud untuk membentengi diri sendiri dan pesertadidik yang menjadi tanggung jawabnya dari pengaruh negatif serta mengambil hal yang baik untuk bisa di ambil kemaslahatannya.
Bukanlah suatu yang bisa dipungkiri oleh insan pendidik, semakin maju perkembangan jaman maka semakin berat pula tugas yang diemban oleh setiap pendidik. Baik dari segi keilmuan yang bersifat umum, mereka dituntut untuk selangkah lebih maju dari murid-muridnya, karena apabila tidak demikian, bisa jadi bumerang bagi sang pendidik tersebut. Bagaimana tidak, apabila anak didik mampu menggunakan kecanggihan alat yang modern, sedangkan sang pendidik justru tertinggal, maka seorang pendidik tersebut akan jadi obyek yang diremehkan oleh anak didik, karena tidak mampu mengawasi mereka dengan keterbatasannya tersebut.
Menghadapi abad ke-21 yang merupakan abad teknologi dan informasi, siswa dituntut untuk memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas, sikap kritis, serta kesiapan untuk bersaing secara kompetitif dalam berbagai aspek kehidupan.
Selain itu, lebih jauh lagi, dengan semakin canggihnya dunia informasi, yang tidak mustahil masuknya semua keilmuan, adat istiadat, perilaku dari berbagai macam sumbernya, amatlah mudah diterima oleh peserta didik, sehingga hal ini pasti sedikit banyak akan berpengaruh pula dalam perkembangan kepribadian peserta didik.
Yang sangat perlu diingat, masa sekolah adalah sebuah masa-masa dimana proses pembentukan karakter yang sangat menentukan pondasi moral-intelektual seseorang seumur hidupnya yang sering disebut dengan istilah formative years.
Dalam ajaran Islam sendiri, dijelaskan bahwa” setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci/bersih”, hal ini bisa berarti dalam perkembangannya bisa tergantung dari berbagai macam faktor untuk menghiasi kehidupannya, kalau faktor positif yang banyak masuk kepadanya, maka menjadi positif pula perkembangan anak tersebut, namun bila justru faktor negatif yang masuk pada kehidupannya, maka jangan diharap akan berdampak yang sesuai dengan harapan semua insan pendidik.
Memang kita diperintahkan, agar banyak membaca dalam setiap saat, hal ini jangan Cuma diartikan membaca buku, majalah, berita elektronik dan sejenisnya, namun kita perlu memaknainya agar kita pandai-pandai membaca dalam segala situasi, tentu sebagai insan pendidik seyogyanya kita mampu membaca segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG), yang dirasa akan menimpa kepada peserta didik kearah perkembangannya kelak, lebih-lebih dalam menganggulangi paham-paham radikal yang akan menggerogoti anak didik kita nanti sebagai kader kemajuan bangsa.
Bacalah! (Iqra’), demikian bunyi ayat pertama kitab suci Al-Qur’an yang diturunkan untuk umat Nabi Muhammad. SAW dan manusia di muka bumi sesudahnya, sekitar 1440 tahun yang lalu. Membaca di sini mempunyai pengertian yang luas, yang tidak hanya membaca buku bacaan tetapi membaca apa saja yang ada di depan mata kita, yang ada di sekitar diri kita, apa saja yang diprediksi akan membahayakan kehidupan peserta didik sebagai harapan bangsa, yang akan memimpin bangsa kita yang tercinta.
Mari sedikit kita menoleh kebelakang, diera yang katanya masih belum maju, di saat kita masih duduk di bangku sekolah dasar, bagaimana kebiasaan yang tertanam kepada jiwa murid terhadap guru, mereka sangat hormat, patuh, sopan santun yang begitu tampak , dikala seorang guru datang dengan membawa tas, para murid berebut untuk membawakannya, ada yang menyambut dengan membawakan sepeda ontel milik gurunya untuk di parkirkan, ketika berjalan di dekat guru, mereka membungkuk sebagai tanda hormat, dan lain sebagainya
Namun..................,
Bagaimana dengan perkembangan moral yang katanya sekarang memasuki era kemajuan, modern, jaman kecanggihan dan era globalisasi ini, ternyata kisah diatas hanyalah tinggal sejarah, yaitu sejarah etika para murid dijaman lampau, yang sudah tidak tampak lagi dijaman sekarang ini.
Mereka dengan bangga apabila anak didiknya pandai bahasa inggris, arab, jerman dan lain sebagainya, tapi tidak ada yang bangga bila ada anak yang bisa berbahasa jawa / daerah dengan ketinggian tata krama / akhlaqnya.
Harusnya....
Kita sebagai insan pendidik harus prihatin melihat kenyataan ini, budaya ketimuran yang menjadi ciri khas bangsa kita semakin terkikis habis, tertindih dengan budaya asing yang semakin diminati oleh generasi penerus bangsa, padahal budaya asing tersebut belum tentu lebih baik dari pada budaya bangsa kita sendiri.
Sebagaimana yang dituturkan oleh Dr. H. Asip F. Hadipranatabahwa Problem bangsa lainya adalah over confidence, terlalu percaya diri sehingga tidak menyadari adanya TAR (tantangan, ancaman dan rintangan), bangsa ini juga over acting, tidak peka terhadap peluang dan masih meremehkannya. Bahkan beliau menyebut bahwa bangsa ini naif, artinya tidak dewasa, suka emosional, cenderung hedonis dan suka jalan pintas.
Merujuk pada penuturan tersebut diatas, bisa diambil benang merahnya bahwa kita sebagai bangsa Iindonesia masih mudah menerima kebudayaan orang lain tanpa memilih dan memilah, mana yang sesuai dengan diri kita, dan mana yang tidak seharusnya kita tirukan, yang pada akhirnya mengancam pada budaya kita sendiri, budaya ketimuran yang nantinya menjadi asing di negeri sendiri.
Allah swt sendiri memerintahkan kepada kita dalam kitab-Nya : “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu...” . Dengan demikian kita memang harus mau belajar dari siapapun, bahkan dari bangsa lain, namun sebatas hal yang positif (taqwa), sedangkan sesuatu yang sekiranya tidak pantas untuk kita ambil, maka perlu kita hindari. Hal ini seperti perintah nabi Muhammad SAW: “da’ maa yaribuka, ilaa maa laa yaribuka”. Yang artinya Tinggalkan sesuatu yang membuatmu ragu (ditakutkan akan berdampak negatif), beralihlah untuk memilih sesuatu yang tidak membuatmu ragu (hal yang meyakinkan berdampak positif).
DAFTAR RUJUKAN
Kementerian Pendidikan Nasional, Badan penelitian dan pengembangan, Pusat kurikulum. 2011, Pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa pedoman sekolah. Jakarta: Pusat Kurikulum.
Departemen Agama RI, Alqur’anul Karim dan terjemahnya, 1995.
Zacky El-Shafa, Ahmad, Delta Prima Press, 2010, Menjadi Kaya Dengan Iman
Muslimah, Rahimah, KTI, 2011, Korelasi antara aktivitas siswa membaca buku perpustakaan terhadap minat membaca dan prestasi belajar siswa. Bogor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar