Bahagianya Mencintai
Nabi
Oleh :
Mardiansyah
“ Katakanlah (
Muhammad ); Jika kalian mencintai Allah maka ikutilah aku (Muhammad).
Niscaya Allah akan
mencintai kalian dan mengampuni dosa – dosa kalian. Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha
Penyayang.” ( Ali – Imran [3]: 31 )
Cinta itu membuat seseorang
menjadi lebih antusias, bahagia, gairah, penuh semangat dan harapan. Lebih – lebih cinta kepada Allah
dan Rasul-Nya
Ayat di atas
merupakan hikmah yang besar, bahwa siapa saja yang mengaku mencintai Allah
tetapi tidak mengikuti Rasulullah, ( ingkar
sunnah ) maka ia sungguh dusta. Bukti bahwa ia cinta, ia benar-benar
mengikuti syariat yang dibawa oleh Rsulullah.
Bahkan tidaklah
sempurna iman seseorang, kecuali dengan mencintai Rasulullah. Karena itu, Allah
memerintahkan kaum muslimin untuk mencintai Nabi melebihi cinta kepada dirinya,
keluarganya, harta dan seluruh manusia.
Sebagaimana
Firman-Nya, “Katakanlah: ‘Jika
bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri kaum keluargamu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada
Allah dan Rasul-Nya dan ( dari ) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan-Nya.”Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
fasik.”( At – Taubah [9] : 24 )
Rasulullah juga bersabda, “Tidak sempurna iman salah seorang diantara
kalian sehingga aku lebih dicintai daripada dirinya, anak-anaknya, ibu-bapaknya
dan seluruh manusia.” ( Riwayat Bukhari-Muslim ).
Cinta Rasul
Cinta Rasul merupakan bagian
dari cinta kepada Allah. Cinta kepada Allah menuntut konsekuensi mencintai
semua yang Allah cinta, dan membenci apa yang Allah benci. Sehingga mencintai
Rasulullah, termasuk kecintaan kepada Allah. ( Al-Hasyr [59] : 7 )
Ibnu Qoyyim (murid
terbaik Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah) mengatakan, “Semua kecintaan dan pengagungan kepada manusia dibolehkan hanya karena
ikut kepada kecintaan Allah”.
Dengan demikian,
Cinta kepada Rasulullah mengharuskan kita mencontoh dan bersikap sama denga
Rasulullah dalam segala hal yang dicintai dan dibenci. Membenarkan apa yang
dikabarkan, melaksanakan apa yang diperintah, dan tidak beribadah kecuali
dengan apa yang beliau perintahkan. Segenap kaum Muslimin, juga diwujudkan berittiba’ kepada beliau. Mencintai apa saja yang ia
cintai dan membenci semua yang beliau benci. Ridha dengan semua yang ia ridhai,
dan marah terhadap semua yang ia marah padanya. (Huquq an-Nabi, 1/289 dengan
sedikit perubahan)
Kita lihat, betapa
besarnya kecintaan para sahabat kepada Nabi. Mereka wujudkan kecintaan tersebut
dalam amal nyata. Di antaranya dengan melaksanakan seluruh perintahnya,
merendahkan suara dan bersikap takzim di hadapanya.
Umar bin Khathab
berkata kepada batu Hajar Aswad, “Engkau
hanyalah batu, seandainya aku tidak melihat kekasihku (Rasulullah) menciummu,
niscaya aku tidak akan menciummu pula.”
Pernah suatu ketika Abdullan
bin ‘Umar mengendarai kuda dan ketika melewati suatu jalan ia menghentikan
kudanya lalu ia menengok ke kanan dan ke kiri dan tersenyum.Ketika para sahabat
menanyakan mengapa ia melakukan hal ini, beliau menjawab, “Aku melihat Rasulullah melakukan seperti ini ketika dijalan ini.”
Demikian pula sikap
para sahabat ketika menerima perintah dari Rasulullah. Mereka bersikap sami’na wa atha’na (kami dengar dan kami
taati). Ketika turun ayat diharamkanya khamr,
mereka langsung memecahkan gerabah-gerabah penyimpanan minuman keras mereka.
Sampai diibaratkan, kota
Madinah banjir arak ketika itu. Demikian pula sikap shahabiyyat (kaum perempuan) menerima perintah menutup aurat. Mereka
langsung mengenakan jilbab meski dengan memotong kain-kain kelambu yang mereka
temukan.
Ketika beliau
mencabut emas dari jari-jari salah seorang sahabat sebagai tanda pengharamannya
memakai emas bagi laki-laki, sahabat yang memakai berkata, “Ambil emasmu lagi,
barangkali masih bermanfaat bagi istrimu atau anak perempuanmu!” Maka sahabat
tersebut berkata, “Tidak, aku tidak akan mengambil apa yang oleh Rasulullah sudah cabut dariku.”
Demikian saat
menerima perintah jihad. Mereka berangkat ke medan pertempuran meski dengan berjalan kaki menembus gurun pasir yang panas, dan pada saat
musim paceklik pula. Meski dengan bekal yang minim, mereka tetap berangkat.
Bahkan ada diantara mereka yang masih mempunyai anak bayi, pengantin baru, dan
kekurangan bahan makanan di rumah. Namun semua itu tidak menyurutkan langkah,
untuk menyambut seruan jihad bersama Rasulullah.
Bagaimana dengan
kaum muslimin di era millenium ke tiga ini. Subhanallah.Tantangannya
luar biasa. Ketika diperintah menutup aurat, penentangannya luar biasa; disuruh
meninggalkan kharm (termasuk narkoba)
susahnya setengah mati; diperintah jujur dan amanah saja masih saja KKN tak
hilang-hilang. Dan masih sederet syariat lagi. Ngeri kalau dirinci.
Bukti Dan Tanda Cinta
Cinta sejati sudah barang
tentu harus dibuktikan. Lantas apa bukti bahwa seseorang mencitai Rasulullah?
Seseorang yang
benar-benar cinta Rasulullah ialah orang yang mengikuti Rasulullah secara lahir
batin. Selalu menyesuaikan semua perkataan dan perbuatannya dengan sunnah
Rasulullah. Bukan sebagaimana keyakinan sebagian orang dengan berkata ; yang
penting hatinya. Mengikuti Nabi bukan hanya secara batin saja, tetapi lahir dan
batin. Islam bukan ajaran kebatinan.
Pengakuan Cinta
Seseorang tidak dikatakan
cinta Rasulullah sampai dia mencintainya diatas dirinya, keluarganya, harta dan
seluruh manusia. Jika ia benar-benar cinta pada Rasulullah, tentu ia akan
mengikuti petunjuk beliau dan mengutamakan beliau dari pada petunjuk siapa pun
dari kalangan manusia.
Al-Qodhi bin ‘iyadh
berkata : ketahuilah bahwa orang yang mencintai sesuatu, ia pasti akan
mengutamakan kecocokan denganya. Jika tidak, maka palsu dalam cintanya. Dan ia
hanya mengaku-aku saja. Imam Ibnu Rojab al-Hambali (wafat 795 H) berkata ;
kecintaan yang benar adalah mengharuskan mengikuti dan mencocoki didalam
kecintaan apa-apa yang dicintai dan membenci apa yang dibenci …………maka barang
siapa yang mencintai Allah dan Rasulullah dengan kecintaan yang benar di
hatinya, hal itu menyebabkan dia mencintai dengan hatinya apa yang dicintai
Allah dan Rasul-Nya. Dan membenci apa yang dibenci Allah dan Rasul-nya. Ridha
dengan apa yang ia ridhai dan murka dengan apa yang ia murkai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar