Rabu, 25 Januari 2017

Jalan terjal pegawai honorer bisa jadi PNS tanpa tes


Merdeka.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui untuk melakukan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Salah satu poin revisi menyangkut tuntutan honorer yang meminta diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

DPR akan segera mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo. Anggota dewan meminta agar surat presiden (surpres) segera dikirimkan ke DPR untuk kemudian pembahasan masuk ke tahap Panitia Khusus (Pansus) atau komisi terkait.

Anggota DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Rieke Diah Pitaloka, mengatakan pemerintah tidak perlu merisaukan mengenai dana Rp 23 triliun sebagai konsekuensi pengangkatan pegawai honorer akan membebani belanja negara.

"Ini persoalan hidup rakyat. Persoalan negara keberatan Rp 23 triliun, APBN kurang lebih ada Rp 2.000 triliun. Jika harus mengeluarkan Rp 23 triliun, itu maksimum 2 persennya. Apakah negara tidak mau memberikan 2 persen bagi mereka yang bekerja di garda terdepan?" ujarnya.

Pegawai honorer sendiri terpantau telah beberapa kali menyerukan pemerintah untuk memperhatikan nasib mereka. Seperti salah satunya, pada medio Februari tahun lalu, ribuan tenaga honorer melakukan unjuk rasa di depan Istana Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Mereka datang dari berbagai daerah.

Tuntutan mereka hanya satu, status mereka diangkat menjadi pegawai. Sembilan perwakilan akan menemui Presiden Jokowi dan menyampaikan apa yang menjadi keresahan selama ini.

"Saya bersyukur bisa ketemu Pak Jokowi, karena selama ini kami selalu dibohongi oleh Yuddy (Menteri Yuddy Chrisnandi), kami berharap pertemuan nanti Pak Jokowi tepati janjinya seperti saat kampanye pemilu," terang Indra, salah satu perwakilan tenaga honorer yang akan menemui Jokowi.

Namun, pemerintah mengingatkan sejumlah potensi bahaya jika pegawai honorer bisa melenggang menjadi PNS tanpa tes. Apa masalah itu, silakan lanjutkan membaca di halaman selanjutnya.
Merdeka.com - Ketua Komisi ASN (KASN), Sofian Effendi mengatakan, setidaknya ada 1,2 juta pegawai honorer berpotensi jadi PNS tanpa seleksi. "Kira-kira 1,2 juta pegawai honorer tanpa seleksi menjadi pegawai PNS yang akibatnya pasti akan menurunkan mutu dari PNS Indonesia," kata Sofian di Jakarta.

Dengan kondisi seperti ini, DPR juga dinilai secara perlahan akan melumpuhkan pengawasan sistem merit dan membubarkan KASN itu sendiri. KASN sendiri merupakan lembaga independen untuk mengawasi penerapan nilai dasar ASN, pelaksanaan kode etik dan kode perilaku, netralitas pegawai ASN, dan mewujudkan JPT yang profesional, berintegritas dan berkinerja tinggi.

"Pemandulan pengawasan atas pelaksanaan sistem merit dalam manajemen SDM ASN akan berdampak pada suburnya praktik jual beli 29.113 jabatan pada instansi pusat dan daerah," kata Sofian.

Dia menambahkan, jual beli terhadap 29.113 jabatan pimpinan ASN tersebut volumenya akan mencapai Rp 33-35 triliun. Multiplier effect dari transaksi jabatan, untuk merecover cost sebesar Rp 35-40 triliun, para pembeli jabatan akan membebankan biaya tersebut pada anggaran daerah yang mereka kelola, di mana jumlahnya mencapai 3-4 kali pengeluaran mereka untuk mendapatkan jabatan tersebut.

"Artinya negara mengalami kerugian sebesar Rp 105-120 triliun per periode pergantian pejabat," imbuhnya.

Bahkan, lanjut Sofian, penghematan sebesar Rp 42,5 miliar dengan membubarkan KASN, berpotensi menyuburkan praktik suap sebesar Rp 35-40 triliun. Sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 140-160 triliun.

Pemerintah berkilah selama ini telah mengkaji cara untuk mengangkat pegawai honorer ini menjadi PNS. Bahkan, pemerintah selalu peduli terhadap pegawai honorer yang ingin menjadi PNS. Bagaimana penjelasannya? Ada di halaman selanjutnya.

Merdeka.com - Pemerintah mengaku peduli dengan nasib tenaga honorer kategori 2 (K2). Pemerintah pun bakal mencari jalan alternatif untuk mengangkat para tenaga kerja honorer K2 ini.

Namun, aspirasi tersebut belum bisa dipenuhi karena tidak ada payung hukum dan keterbatasan anggaran. Meski demikian, masih ada sejumlah alternatif yang bisa ditawarkan untuk menyelesaikan persoalan pengangkatan tenaga honorer K2 menjadi CPNS.

Kepala Biro Hukum, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Herman Suryatman menyebutkan alternatif-alternatif tersebut yaitu, pertama mengikutsertakan tenaga honorer K2 yang berusia di bawah 35 tahun dalam tes calon pegawai negeri sipil. Alternatif berikutnya, bagi tenaga honorer K2 yang berusia di atas usia 35 tahun dapat mengikuti tes menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).

"Itu dua alternatif yang secara yuridis bisa dipertimbangkan," ujar Herman di Jakarta.

Menurut dia, kedua alternatif itu dapat dipertimbangkan karena sejalan dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Dia menjelaskan dalam UU ASN, terdapat dua jenis pegawai pemerintah yaitu PNS dan P3K.

Perbedaannya, kata dia, PNS adalah pegawai pemerintah permanen, sementara P3K lebih bersifat kontraktual. "Sebetulnya ini alternatif, kalau merujuk pada UU ASN maka itu alternatif solusinya. Mungkin nanti bisa dipikirkan bagaimana diberikan afirmasi, tapi tetap pada koridor hukum," jelas dia.

Dalam kesempatan itu, Herman juga menegaskan pemerintah sudah sangat peduli dengan nasib pegawai honorer. Sejak 2006 sampai 2009, kata Herman, pemerintah sudah mengangkat sekitar 900.000 lebih tenaga honorer menjadi CPNS.

"Jadi total sampai 2014 sudah satu juta lebih tenaga honorer yang diangkat menjadi CPNS," tegas dia.

Namun, payung hukum pengangkatan honorer menjadi CPNS yaitu Peraturan Pemerintah nomor 56 tahun 2012, sudah tidak berlaku lagi. Saat ini untuk rekrutmen CPNS, mengacu pada Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 tentang ASN.

Dalam UU tersebut tidak mengatur pengangkatan CPNS secara otomatis, sebab setiap warga Negara mempunyai kesempatan yang sama dan harus mengikuti seleksi untuk menjadi CPNS. Dalam UU itu ditetapkan bahwa manajemen aparatus sipil Negara mulai dari perencanaan sampai pensiun, termasuk rekrutmen wajib melalui proses seleksi.

"Jadi tidak mungkin pemerintah mengangkat dengan serta merta siapapun warga Negara tanpa prosedur dan mekanisme sesuai undang-undang," pungkas dia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Generasi Rawan Lupa, Servis dalam Rumah Tangga

10 Hal Romantis Rasulullah yang Ditinggalkan Generasi  Now Rumah tangga Rasulullah SAW luar biasa. Rasulullah SAW dan istri-istriny...