“Wahai orang
yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu
turut jejak – jejak setan; sesungguhnya dia (setan) bagi kamu adalah musuh yang
nyata.” (Al-Baqarah [2] : 208)
Hadirin…..
terkait atas ayat di atas Prof. Dr. Buya Hamka dalam tafsirnya, Al-Azhar
juz II halaman 172 menjelaskan, bahwa
yang dimaksud dengan silmi itu adalah : menyerah diri secara tulus
ikhlas. Lalu disusul dengan kalimat kaaffatan, yang berarti dia sebagai
seruan kepada sekalian orang yang telah mengaku beriman kepada Allah supaya
mereka berislam jangan masuk separo – separo, atau sebagian – sebagian, tapi
masuklah ke dalam Islam keseluruhannya.
Ibnu Abbas radhiallahu
anhu (RA) menafsirkan ayat ini mengenai orng ahlul kitab (Yahudi dan
Nasrani) yang telah beriman dan berkata kepada Nabi Muhammad Shallahu
‘alaihi wa sallam (SAW): “ya Rasullulah, hari sabtu adalah hari yang kami
muliakan, biarkan kami tetap memuliakan hari itu. Dan kitab Taurat pun kitab
Allah juga, sebab itu biarkanlah kami kalau malam – malam tetap sembahyang
secara Taurat.”
Maka turunlah
ayat ini yang mengatakan kalau masuk Islam, hendaklah memasuki keseluruhannya,
jangan separo – separo. Maka tafsir ayat ini, bahwasanya kita kalau sudah
mengaku beriman, dan hendak menerima Islam sebagai agama, hendaklah seluruh isi
Al-Qur’an tuntunan Nabi SAW diakui dan diikuti. Semuanya diakui kebenarannya
secara mutlak. Meskipun missalnya belum dikerjakan semuanya, tapi sekali – kali
jangan dibantah.
Hadirin…..
Sebagai manusia ( hamba Allah) janganlah mengakui ada satu peraturan lain yang
lebih baik dari peraturan Islam. Oleh karena itu, hendaknya kita melatih diri,
agar sampai kita meninggal dunia, hendaklah kita telahg menjadi orang Islam
yang 100 persen, seperti firman Allah dalam surat Ali Imran [3] ayat 102 yang
artinya :
“wahai orang –
orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar – benarnya takwa
kepada-Nya dan janganlah kalian mati, melainkan kalian dalam keadaan muslim”.
Fathi Yakan dalam
bukunya sifat dan sikap seorang muslim (terjemahan Jamaludin Kafie)
halaman 43 mengatakan bahwa di dunia ini ada tiga kelompok manusia :
Pertama, kelompok manusia
yang hidupnya hanya untuk dunia. Mereka ini adalah golongan materialis, oleh
Al-Qur’an disebut Ad Dahriyun. Mereka berkata bahwa hidup adalah
kehidupan duniaini saja, tidak akan dibangkitkan lagi. Dunia merupakan tujuan
dan cita – citanya paling utama, klimaks hidupnya tenggelam dalam kelezatan
dunia tanpa perhitungan.
Kedua, kelompok yang
kehilangan dua pegangan. Mereka adalah mayoritas orang – orang yang akidahnya
lemah. Jalan hidupnya penuh goncangan karena mereka tersesat dalam kehidupan
dunianya. Akan tetapi dia masih berprasangka bahwa dirinya telah berbuat dan
berada di jalan yang benar.
Secara teori,
mereka percaya akan adanya Allah dan hari kiamat, tetapi jauh terpisah dalam
praktik kehidupan nyata sehari – hari. Mereka menambal dunia dengan mencabik –
cabik agamanya. Itulah orang yang kehilangan dua arah tujuan hidup. Semoga kita
terhindar dari kelompok tersebut.
Ketiga, kelompok yang menjadikan dunia sebagai ladang akhiratnya. Mereka inilah orang – orang mukmin yang sebenar – benarnya, yang mengerti benar tentang hakikat hidup ini. Mereka senantiasa ingat akan tujuan hidupnya di dunia. Hal ini sesuai dengan firma Allah.
“Dan Aku tidak
menciptakan jin dan manusia melainkan hanya untuk beribadah kepada-Ku”. ( Adz-Dzariyat
[51]: 56)
Hadirin….. Orang
– orang mukmin menganggap kehidupan ini sebagai medan ujian, sebagai lapangan
cobaan untuk berlomba mengerjakan amal kebaikan dan ketaatan kepada Allah.
Dunia adalah sebagai sawah untuk bertanam yang hasilnya akan dipetik kelak di
hadapan Allah. Maka seluruh hidup mereka ditujukan untuk jalan ke sana.
Hadirin….. dari
uraian di atas, dapat dipahami bahwa kita wajib berikhtiar agar islam dalam
keseluruhannya berlaku pada masing – masing pribadi kita. Kemudia masyarakat
kita, dan lalu pada negara kita.
Selama hayat
dikandung badan, kita harus berjuan terus agar Islam secara keseluruhannya
tegak dalam kehidupan kita. Mungkin kita bertanya, mungkinkah? Berapa banyakkah
di zaman ini orang yang menjadikan dirinya Islam 100 persen?
Andaikan belum
ada, itu bukanlah menunjukkan bahwa ajaran islam boleh kita pegang setengah –
setengah. Kita selalu diwajibkan berusaha untuk mencapai puncak kesempurnaan
hidup menurut tuntunan Islam hingga kita meninggal dalam keadaan khusnul
khatimah.
Hadirin….. Namun,
masih ada di antara kita yang mengaku Islam, tetapi menolak cita – cita islam
untuk memperbaiki masyarakat yang diatur oleh syariat Islam. Begitu juga pada
perilaku kita sehari – hari. Padahal, sejak kita lahir lalu diazankan dan
diiqamati. Diberi nama dan di-aqiqah-kan. Menikah menurut Islam dan bahkan jika
meninggal nanti akan diselenggarakan pengurusan jenazah menurut ajaran Islam, insya
Allah.
Tapi di
sisi lain, apakah kehidupan kita sehari – hari sudah mencerminkan perilaku yang
Islami? Pakaian yang Islami, hiasan rumah yang Islami, dan aspek – aspek
kehidupan lainnya yang juga Islami?
Dari Abu Said RA,
dia berkata, Rasulullah bersabda, “ barangsiapa mengucapkan : “Radhiitu
billahi robba wa bil islaami diina wa bi muhammadin nabiiya wa rasuula (Aku
ridha Allah sebagai Rabbku dan Islam sebagai agamaku, Muhammad adalah Nabi dan
Rasulku)”, wajib baginya Jannah”. (Riwayat Muslim).
Hadirin….. ketka
kita berikrar mengakui dan meridhai Allah sebagai Rabb, maka berarti
kita siap diatur oleh-Nya dalam kerangka dienul Islam, dengan kitab induknya
Al-Qur’an al Karim. Kepahitan yang nampak dalam larangan-Nya, akan berubah
kelezatan dan kenikmatan yang akan kita dapat baik di dunia maupun kelak di
akhirat. Begitupun rasa ridha kita bahwa Muhammad SAW adalah Nabi dan Rasul-Nya
berarti kita siap dituntun dan diarahkan dalam petunjuk sunnah yang
sudah digariskan oleh Rasulullah SAW. Semoga.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar