Banyak Jalan Menuju Ka’bah
Setiap Muslim memang sudah dipanggil berhaji. Namun,
sedikit sekali yang bersungguh-sungguh mau menyambutnya. Itupun niatnya
kebanyakan masih bercampur dengan kepentingan dunia, misalnya ingin mengejar
titel haji.
Umar bin
Khathab bahkan pernah mengatakan bahwa kebanyakan orang kaya yang berhaji
adalah untuk rekreasi (rihlah),
sementara kalangan menengah untuk bisnis (tijarah)
dan kalangan miskin untuk meminta-minta (mas’alah).
Orang
yang berhaji secara seremonial banyak tetapi yang berangkat sebagai tamu Allah Subhanahu wa ta’ala (SWT) sedikit (al-hujjaju kastirun wal qalilun).
Memang
memprihatinkan, ibadah haji yang nilainya luar biasa ternyata belum betul-betul
menjadi keinginan terbesar bagi kebanyakan umat Islam. Sekalinya ada yang
sangat mengidam-idamkan dan berhasil menunaikannya, eh niatnya banyak melenceng.
Bukankah
kita ingin dicatat Allah SWT sebagai hamba-Nya yang bersungguh-sungguh
mememenuhi perintah-Nya, khususnya panggilan berhaji? Bukankah kita juga ingin
mereguk nilai dan mengalami transformasi hidup dari ibadah haji dan bukan
sekedar merasakan sensasi pengalamanya saja ? Jika jawabnya ya, maka beberapa
tips berikut ini perlu segera terapkan.
1. Sadarilah bahwa ibadah
haji adalah kewajiban yang harus kita penuhi.
Kita
tak bisa ber-Islam secara sempurna bila kita tidak melaksanakan semua kewajiban
dalam rukun Islam secara utuh. Kalau pun, misalnya, kondisi obyektif kita saat
ini tidak memiliki kemampuan finansial, itu bukan berarti kawajiban berhaji
menjadi gugur dan boleh kita tinggalkan. Ini karena kita belum mengejar
“kondisi mampu” itu dengan sungguh-sungguh.
Dalam
hal apapun, kalau kita tidak benar-benar meniatkan dan tidak betul-betul
berkomitmen untuk mampu mewujudkannya, maka sesuatu itu tak akan pernah
terjadi. Begitu pula dengan ibadah haji, kalau keinginan saja tidak ada,
bagaimana mungkin kita bisa melaksanakan haji?
Memang,
ada yang bisa berhaji secara gratis karena mendapat rezeki mendadak. Namun,
hukum dasar berhaji tidak boleh berharap-harap seperti itu. Bagaimana pun harus
ada usaha dulu.
Lagi
pula, dengan niat dan kesungguhan, nilai kemuliaannya akan lebih tinggi disisi
Allah SWT dari pada tidak ada usaha sama sekali. Yang penting, kita sambut dulu
panggilan berhaji dengan bukti nyata. Perkara terwujud atau tidak, itu hanya
soal waktu.
2. Berusaha menggali dan menghayati
keutamaan berhaji dan berumrah.
Ø Barang siapa berhaji ke Baitullah ini, dan dia tidak
berbuat rafats dan tidak berlaku fasik dan dia akan kembali seperi di hari ia dilahirkan ibunya - dalam
keadaan - bersih dari dosa.
(Riwayat Muttafaq alaih)
Ø Suatu ketika Rasulullah ditanya oleh Sahabatnya, “Ya
Rasulullah mana diantara amal yang banyak itu yang lebih utama ?” Rasulullah
menjawab, “Iman kepada Allah.dan Rasul-Nya.” Kemudian ditanya lagi, “Apa lagi
Ya Rasulullah ?” Dijawab lagi, “Berjihad dijalan Allah.” Kemudian ditanya lagi,
“Apalagi ya Rasulullah ?” Dan beliau menjawab, “Haji yang mabrur.” (Riwayat ukhari)
Ø Sesungguhnya haji itu menghancurkan (dosa-dosa) yang
lalu. (Riwayat Muslim)
Ø Ikutilah antara haji dan umrah, sesungguhnya keduanya
itu meniadakan kefakiran dan dosa-dosa sebagaimana api
menghancurkan karat-karat besi. (Riwayat Ahmad dan Ash-habus Sunan)
Ø Di Masjidil Haram dan
Masjid Nabawi terdapat tempat-tempat istimewa di mana doa sangat mustajab
(dijawab oleh Allah SWT). Di tempat-tempat itulah Allah SWT menjajikan ampunan
dan pahala yang luar biasa, serta rahmad dan ridho-Nya. Adakah yang lebih
berharga di dunia ini selain ketika kita bisa berkesempatan mendapatkan ridho
dan ampunan Allah SWT di tempat yang sudah dijanjikan?
3. Tancapkan niat yang
sungguh-sungguh bahwa, “Saya harus dan pasti bisa berhaji.”
Niat
pada hakekatnya adalah sesuatu yang diputuskan oleh otk, kemudian mendorong
seseorang untuk berusaha keras mencapai dan menuju kepadanya.
Jadi,
sesuatu bisa disebut niat bila ia bisa mempengaruhi, bahkan mengobsesi kita
untuk berusaha mewujudkannya. Dengan kata lain, sesuatu itu memberikan energi
jiwa yang bisa mendorong diri untuk menempuh berbagai cara dalam rangka
mewujudkanya.
Dari
definisi itu, coba tanyakan pada diri sendiri, apakah betul kita sudah berniat
untuk berhaji? Jangan-jangan kita belum betul-betul memiliki niat tersebut.
Kita selalu bersikap apriori. Belum apa-apa sudah merasa tidak mampu.
Mumpung
kita masih hidup, niatkanlah untuk pergi haji. Kalaupun kita mati dan belum
kesampaian berhaji, insya Allah, paling tidak kita telah dicatat sebagai
hamba-Nya yang sudah melangkah untuk berhaji.
4. Wujudkan niat secara
nyata.
Haji
termasuk ibadah maliyah (yang menggunakan harta), sehingga mau tidak mau kita
harus mempersiapkan seoptimal mungkin. Entah kita termasuk orang mampu secara
harta, orang yang biasa-biasa saja, atau orang yang tidak mampu sama sekali,
harus membuktikan niatnya secara kongkrit.
Apapun
sumber dan caranya, asal halal, kita harus mendapatkan biaya untuk berhaji.
Cobalah anggarkan ongkos naik haji (ONH) bagi yang mampu, dan menabunglah bagi
yang belum mampu, serta betul-betul mementingkan agenda ini dari urusan dunia yang
jelas-jelas tidak penting seperti boros jajan, merokok, dll.
Alhamdulillah sekarang ini kita memiliki
begitu banyak kemudahan. Tidak seperti dulu, bank-bank syariah banyak membuat
tabungan haji, yakni tabungan yang tak bisa kita ambil sewaktu-waktu kecuali
jika memutuskan diri jadi nasabah.
Semakin
sering kita menabung, saldonya akan mendekati limit untuk bisa didaftarkan ke
Departemen Agama. Cara lain yang juga banyak ditempuh adalah dengan arisan
haji.
5. Kuasai ilmu seputar haji.
Rasulullah
telah memberi peringatan bahwa ibadah yang tidak di dasari ilmu tidak akan
diterima oleh Allah SWT. Begitu pula ibadah haji, kita harus memiliki pemahaman
yang utuh, baik dimensi fighnya, sejarahnya, serta makna hakikinya.
Memang,
setiap orang yang mau berangkat haji pati akan menjalani manasik haji, yakni
proses pemahaman serta latihan berhaji. Tapi, bukankah akan lebih baik jika
penguasaan itu sudah kita miliki jauh-jauh hari sebelum kita berangkat?
Dan,
yang lebih penting, belajar ilmu haji menunjukkan keseriusan kita untuk
memenuhi panggilan-Nya. Mudah-mudahan dengan keseriusan itu, Allah SWT akan
mempercepat dan mempermudah kita untuk sampai ke Tanah Suci.
6. Memperbanyak doa serta
mengkondisikan sekitar kita dengan hal-hal yang bisa membangkitkan
semangat berhaji.
Yang
tidak kalah penting untuk bisa mewujudkan cita-cita besar itu adalah berdoa
setiap hari agar Allah SWT mempermudah langkah dan persiapan yang sudah kita
mulai agar semakin cepat terwujud.
Begitu
pula ada bagusnya membuat niat berhaji terus terpelihara dengan cara memajang
gambar/foto Masjidil Haram. Atau, bisa juga dengan memajang kalimat motivasi
dimeja kerja atau pintu lemari, seperti Baitullah,
tunggu kedatanganku!, Ku Tahu, Ka’bah yang kumau, dan lain-lain. Wallahu a’lam bish Shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar