APLIKASI PENILAIAN BERBASIS
ASESMEN DALAM PEMBELAJARAN
Hadi Wahjono
Alamat
: SMK Negeri 3 Tulungagung
Abstrak
: Penilaian (assessment)
adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat penilaian untuk
memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil belajar siswa atau ketercapaian
kompetensi (rangkaian kemampuan) siswa. Penilaian yang baik digunakan dalam
pembelajaran matematika adalah penilaian berbasis asesmen. Penilaian berbasis
asesmen mencakup tiga ranah yang harus dikuasai siswa dalam pembelajaran yaitu
ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Salah satu bentuk penilaian berbasis
asesmen adalah penilaian kelas
Kata Kunci: penilaian,
assesmen, dan penilaian kelas.
Indikator utama yang
digunakan untuk menilai kualitas pembelajaran dan kelulusan siswa dari suatu lembaga
pendidikan, sering didasarkan pada hasil belajar siswa yang tertera pada nilai
tes hasil belajar (THB) atau Nilai EBTANAS Murni (NEM). Dampak dari pandangan
tersebut yang diperkuat dengan bentuk tes yang digunakan, mendorong guru
berlomba-lomba mentrasfer materi pelajaran sebanyak-banyak-nya untuk
mempersiapkan anak didik dalam mengikuti THB atau Ebtanas. Akibatnya anak didik
dipaksa untuk melahap informasi yang disampaikan tanpa diberi peluang sedikit
pun untuk melaksanakan refleksi secara kritis. Dalam hal ini anak didik hanya
dituntut untuk belajar dengan cara menghapal semua informasi yang telah disampaikan
oleh guru.
Dari hasil pengamatan di lapangan (terutama terhadap pembelajaran
matematika di Sekolah Dasar), proses penilaian yang dilakukan selama ini
semata-mata hanya menekankan pada penguasaan konsep yang dijaring dengan tes
tulis obyektif dan subyektif sebagai alat ukurnya. Hal ini didukung oleh
penelitian Nuryani, dkk (1992:8) yang mengemukakan bahwa pengujian yang
dilakukan selama ini baru mengukur pengusaan materi saja dan itu pun hanya
meliputi ranah kognitif tingkat rendah. Keadaan semacam ini merupakan salah
satu penyebab guru enggan melakukan kegiatan pembelajaran yang memfokuskan pada
pengembangan keterampilan proses anak. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan
umumnya hanya terpusat pada penyampaian materi dalam buku teks. Keadaan faktual
ini mendorong siswa untuk menghafal pada setiap kali akan diadakan tes harian
atau tes hasil belajar. Padahal untuk anak jenjang sekolah dasar yang harus
diutamakan adalah bagaimana mengembangkan rasa ingin tahu dan daya kritis anak
terhadap suatu masalah (Mahar Marjono, 1996:10).
Fenomena di atas menunjukkan bahwa bentuk atau sistem penilaian yang
digunakan dalam mengukur hasil belajar siswa sangat berpengaruh terhadap
strategi pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan guru. Sistem penilaian
yang benar adalah yang selaras dengan tujuan dan proses pembelajaran. Oleh
karennya agar informasi tentang hasil belajar siswa dapat mengungkap secara
menyeluruh, maka perlu melakukan pengukuran terhadap tiga aspek. Dengan
demikian sasaran dari penilaian hasil belajar di SD meliputi semua komponen
yang menyangkut proses dan hasil belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Tiga target pembelajaran dalam pendidikan matematika SD menuntut
konsekuensi terhadap alat ukur yang digunakan. Penggunaan tes obyektif dan
subyektif semata-mata sangatlah tidak tepat. Kedua bentuk tes ini hanya mampu
menggambarkan seberapa banyak informasi yang berhasil dikumpulkan siswa dan
mempunyai kecenderungan membuat siswa lebih pasif dari pada kreatif, karena
peserta didik hanya dibiasakan untuk mengingat materi yang sudah dihapalnya
(Muh. Nur, 1997:2; Riberu, 1996:4). Agar hasil belajar dapat diungkap secara
menyeluruh, maka selain digunakan alat ukur tes obyektif dan subyektif perlu
dilengkapi dengan alat ukur yang dapat mengetahui kemampuan siswa dari aspek
kerja ilmiah (keterampilan dan sikap ilmiah) dan seberapa baik siswa dapat
menerapkan informasi pengetahuan yang diperolehnya. Alat penilaian yang
diasumsikan dapat memenuhi hal tersebut antara lain adalah Tes Kinerja atau
Performance Test dan jenis penilaian alternatif lainnya seperti penilaian
produk, portofolio, dan penilaian tingkah laku (Stiggins, 1994:159;
Depdiknas-Penilaian Kelas, 2004:36).
Dengan mengkaji kenyataan yang ditemukan di lapangan, nampak ada
ketidaksesuaian antara pembelajaran matematika di SD dengan sistem penilaian
yang digunakannya. Proses penilaian yang biasa dilakukan guru selama ini hanya
mampu menggambarkan aspek penguasaan konsep peserta didik, akibatnya tujuan kurikuler
Mata Pelajaran matematika belum dapat dicapai dan atau tergambarkan secara
menyeluruh. Untuk itu perlu diupayakan suatu teknik penilaian yang mampu
mengungkap aspek produk maupun proses, salah satu dengan menerapkan penilaian
kinerja siswa.
Realitas menunjukkan bahwa penilaian dengan cara konvensional belum
mampu mengungkap hasil belajar siswa dari aspek sikap dan proses atau kinerja
siswa secara aktual. Oleh karenanya diperlukan penerapan sistem penilaian yang
dapat mengungkap kedua aspek tersebut. Sistem penilaian yang diasumsikan dapat
memenuhi tuntutan tersebut adalah sistem penilaian yang digagaskan dalam Sistem
Penilaian Kelas Kurikulum 2004 yang antara lain meliputi jenis Penilaian
Kinerja (Performance Assess-ment), Penilaian Karya (Product Assessment),
Penilaian Penugasan , Penilaian Proyek, dan Penilaian Portofolio. Dari
jenis-jenis tersebut tersirat bahwa makna penilaian mencakup hal-hal yang lebih
luas dari sekedar penilaian konvensional yang selama ini berlangsung.
Makna Penilaian dan Tujuan Pembelajaran
Sebagaimana ditegaskan dalam pedoman penilaian untuk sekolah dasar
(Depdikbud, 1994:1) penilaian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
tujuan pendidikan dasar maupun penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
Tujuan pembelajaran yang dirumuskan pada langkah awal pembelajaran digunakan sebagai
acuan dalam kegiatan pem-belajaran dan proses penilaian yang akan dilakukan.
Menurut Davis (dalam Sudarsono Sudirdjo dkk, 1991:94) tujuan tidak hanya
merupakan arah yang dapat membentuk atau mewarnai kurikulum dan memimpin
kegiatan pengajaran, tetapi juga dapat menyediakan spesifikasi secara
terperinci bagi penyusunan dan penggunaan teknik-teknik penilaian. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara
jelas dan spesifik akan menunjang proses penilaian yang tepat dan dapat
membantu di dalam menetapkan kualitas dan efektivitas pengalaman belajar siswa.
Pengertian Penilaian
Dalam buku pedoman penilaian kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994: 3),
dikemukakan bahwa: "Penilaian adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh
guru untuk mem-berikan berbagai informasi secara berkesinambungan dan
menyeluruh tentang proses dan hasil belajar yang telah dicapai siswa".
Penjelasan tersebut mengandung makna bahwa jauh sebelum diberlakukannya sistem
Penilaian Kelas dari Kurikulum 2004, penilaian tidak hanya ditujukan pada
penguasaan salah satu bidang tertentu saja, melainkan menyeluruh dan mencakup
aspek kognitif, afektif maupun psiko-motorik. Hal ini sejalan dengan pandangan
Colin (1991: 3), bahwa:
"Assessment as a general term enhancing all methods customarily to
ap-praise performance of individual pupil or a group. It may refer to abroad
appraisal including many sources of evidence and many aspects of a pupil's
knowledge, understanding, skill and attitudes.
Di bidang pendidikan, kita dapat melakukan evaluasi terhadap kurikulum
baru, suatu kebijakan pendidikan, sumber belajar tertentu, atau etos kerja
guru. Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan
beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil
belajar siswa atau ketercapaian kompetensi (rangkaian kemampuan) siswa.
Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa hasil atau prestasi belajar
seorang siswa. Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau
usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seorang siswa
telah mencapai karakteristik tertentu. Hasil penilaian dapat berupa nilai
kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa
angka). Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai
kuantitatif tersebut. Tes adalah cara penilaian yang dirancang dan dilaksanakan
kepada siswa pada waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi
syarat-syarat tertentu yang jelas."
Fungsi Penilaian
Dalam pedoman penilaian Kurikulum 1994 (Depdikbud, 1994:3) ditegaskan
bahwa tujuan dan fungsi penilaian untuk memberikan umpan balik baik kepada
guru, siswa, orangtua maupun lembaga pendidikan yang berkepentingan serta untuk
menentukan nilai hasi belajar siswa. Bagi guru, hasil penilaian tidak hanya
digunakan untuk memberikan pertanggung-jawaban secara obyektif kepada atasan
ataupun sekedar bahan nilai raport. Namun penilaian dapat digunakan sebagai
bahan dasar untuk melakukan instrospeksi diri terhadap proses pembelajaran yang
baru saja berlangsung. Bagi siswa, hasil penilaian dapat dijadikan alat untuk memotivasi
siswa tersebut agar lenih giat dalam proses pembelajaran berikutnya. Selain
itu, dari hasil penilaian siswa mendapatkan informasi tentang seberapa jauh
tingkat penguasaan bahan pelajaran yang diberikan guru.
Bagi orangtua, dengan mengetahui hasil belajar siswa (anaknya) orangtua
dapat turut berpartisipasi dan mengambil langkah yang tepat dalam memberikan
bimbingan dan bantuan serta dorongan bagi putra-putrinya. Selain itu dengan
informasi hasil penilaian yang benar, orangtua dapat secara akurat mengetahui kemampuan,
kekurangan dan kedudukan siswa secara ril di kelasnya. Bagi pengelola program
pendidikan, hasil penilaian merupakan masukkan yang sangat berarti yang dapat
digunakan untuk bahan kajian dalam membantu guru meningkatkan kompetensi
profesionalnya, khususnya dalam bidang penilaian. Hasil penilaian yang
komprehensif dapat juga dugunakan untuk tujuan dan kebutuhan lain misalnya
penentuan status siswa, pengelompokkan, seleksi, diagnosis dan bimbingan, serta
menyempurnakan pengalaman pendidik, atau penelitian.
Prinsip penilaian
Hasil kegiatan penilaian dapat memberikan manfaat yang optimal jika
di-lakukan dengan mengacu pada prinsip-prinsip penilaian sebagaimana ditetapkan
oleh pedoman formal penilaian dari pemerintah (Depdikbud, 1994:5), yakni
dilaksanakan secara menyeluruh, berkesinmabungan, berorientasi pada tujuan,
obyektif, terbuka serta mempertimbangkan aspek kebermaknaan. Penelitian yang
dilakukan secara menyeluruh artinya informasi yang dikumpulkan melalui proses
penilaian menyangkut seluruh aspek kepribadian siswa. Penilaian dikatakan
menyeluruh jika mampu mengungkap aspek produk dan proses belajar anak, yakni menyangkut
pengetahuan, sikap, dan keterampilan proses peserta didik.
Target hasil belajar yang diharapkan terjadi pada diri siswa setelah
berlangsungnya proses pembelajaran tertuang dalam tujuan pembelajaran sejak
tujuan umum pada Standar Kompetensi Mata Pelajaran hingga Kompetensi Dasar,
Hasil Belajar, dan Indikator dari setiap materi pokok pembelajaran. Oleh karena
proses penilaian bertujuan untuk mengetahui sejauhmana tingkat ketercapaian
tujuan pembelajaran, maka dalam melakukan penilaian harus selalu berorientasi
pada tujuan; karena antara tujuan dan penilaian merupakan komponen sistem
pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan.
Penilaian dalam Pembelajaran Matematika
Belajar dan penilaian mempunyai hubungan yang erat, maka agar siswa
terdorong untuk mengembangkan daya kreasi dan keterampilan berfikirnya
hendaknya penilaian yang dilakukan tidak hanya ditujukan pada aspek penguasaan
konsep saja. Namun perlu dilengkapi dengan penilaian terhadap proses belajar
siswa atau aktivitas siswa, karya siswa, dan sikap siswa. Instrumen penilaian
yang dapat digunakan untuk menilai kinerja siswa tersebut adalah dengan
menggunakan penilaian berbasis asesmen (Assessment-based Evaluation).
Penilaian berbasis asesmen menuntut tertampilkannya kompetensi dan
kreativitas serta inisiatif yang lebih luas dari diri siswa. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Niddhi Khattri dkk. (1995: 80), bahwa penilaian terhadap berbagai
aspek kinerja siswa memiliki pengaruh positif di kelas, karena melengkapi guru
dengan acuan pedagogis yang membantu mengembangkan teknik instruksional yang
efektif. Selain itu penilaian juga menyediakan informasi secara komprehensif
mengenai kemajuan belajar siswa termasuk kekuatan dan kelemahannya. Mengingat
begitu besarnya manfaat dan peranan penilaian berbasis asesmen terhadap kinerja
siswa serta proses pembelajarannya, maka guru sebagai pengelola utama kegiatan
pembelajaran diharapkan mampu memahami, merencanakan sekaligus me-laksanakan
jenis-jenis penilaian berbasis asesmen.
Konsep Dasar Asesmen
Asesmen dalam pembelajaran adalah suatu proses atau upaya formal
pengumpulan informasi yang berkaitan dengan variabel-variabel penting
pembelajaran sebagai bahan dalam pengambilan keputusan oleh guru untuk memperbaiki
proses dan hasil belajar siswa (Herman et al., 1992:95; Popham, 1995:3).
Dalam Buku Pedoman Penilaian pada kurikulum pendidikan dasar, penilaian
adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk memberikan berbagai
informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil
belajar yang telah dicapai (Depdikbud, 1994:3). Ada pun yang dimaksud dengan
asesmen alternatif (alternative assessment) adalah segala jenis bentuk asesmen
diluar asesmen konvensional (selected respon test dan paper-pencil test) yang
lebih autentik dan signifikan mengungkap secara langsung proses dan hasil
belajar siswa.
Tujuan dan Peran Asesmen dalam Pembelajaran
Tujuan utama penggunaan asesmen dalam pembelajaran (classroom
assessment) adalah membantu guru dan siswa dalam mengambil keputusan
propesional untuk memperbaiki pembelajaran. Menurut Popham (1995:4-13) asesmen
bertujuan untuk antara lain untuk:
(1) mendiagnosa kelebihan dan kelemahan
siswa dalam belajar,
(2) memonitor kemajuan siswa,
(3) menentukan jenjang kemampuan siswa,
(4) menentukan efektivitas
pembelajaran,
(5) mempengaruhi persepsi publik
tentang efektivitas pembelajaran,
(6) mengevaluasi kinerja guru kelas,
(7) mengklarifikasi tujuan pembelajaran
yang dirancang guru
Agar penggunaan asesmen dalam kelas sesuai dengan pembelajaran dan dapat
meningkatkan pembelajaran tersebut Cottel (1991) menggagaskan 5 petujuk bagi
guru penggunaan asesmen dalam kelas. Kelima petunjuk tersebut adalah: pertama,
senantiasa menganggap bahwa pembelajaran terus berlangsung; kedua, selalu
meminta siswa untuk menunjukkan bukti-bukti bagaimana mereka belajar; ketiga,
memberi siswa umpan balik tentang respon kelas serta rencana pengajar tentang
respon tersebut; keempat, melaku-kan penyesuaian-penyesuaian yang tepat untuk
meningkatkan pembelajaran; dan kelima, menilai ulang bagaimana penyesuaian-penyesuaian
tersebut bekerja cukup baik.
Performance Assessment sebagai Asesmen Alternatif
Penggunaan jenis asesmen yang tepat akan sangat menentukan ke-berhasilan
dalam mengakses informasi yang berkenaan dengan proses pem-belajaran. Pemilihan
metode asesmen harus didasarkan pada target infor-masi yang ingin dicapai.
Informasi yang dimaksud adalah hasil belajar yang dicapai siswa. Stiggins
(1994:3,67) mengemukakan lima kategori target hasil belajar yang layak
dijadikan dasar dalam menentukan jenis asesmen yang akan digunakan oleh
pengajar. Kelima hasil belajar tersebut adalah:
1.
Knowledge Outcomes, merupakan penguasaan siswa terhadap substansi
pengetahuan suatu mata pelajaran.
2.
Reasoning Outcomes, yang menunjukkan kemampuan siswa dalam meng-gunakan
pengetahuannya dalam melakukan nalar (reason) dan meme-cahkan suatu masalah.
3.
Skill Outcomes, kemampuan untuk menunjukkan prestasi tertentu yang
berhubungan dengan keterampilan yang didasarkan pada penguasaan pengetahuan.
4.
Product Outcomes, kemampuan untuk membuat suatu produk tertentu yang didasarkan
pada penguasaan pengetahuan.
5.
Affective Outcomes, pencapaian sikap tertentu sebagai akibat mempelajari
dan mengaplikasikan pengetahuan.
Penilaian Kinerja Dalam Pembelajaran
Penilaian kinerja siswa merupakan salah satu alternatif penilaian yang
difokuskan pada dua aktivitas pokok, yaitu: Observasi proses saat
berlangsungnya unjuk keterampilan dan evaluasi hasil cipta atau produk.
Penilaian bentuk ini dilakukan dengan mengamati saat siswa melakukan aktivitas
di kelas atau menciptakan suatu hasil karya sesuai dengan tujuan pembelajarannya.
Kecakapan yang ditampilkan siswa adalah variabel yang dinilai. Penilaian
terhadap kecakapan siswa didasarkan pada perbandingan antara kinerja siswa
dengan target yang telah ditetapkan. Proses penilaiannya dilakukan mulai
persiapan, melaksanakan tugas sampai dengan hasil akhir yang dicapainya (Depdikbud,
1993: 8). Menurut Popham (1994: 141) penilaian terhadap kinerja siswa
setidaknya memiliki tiga sifat, yaitu: kriteria ganda (multiple criteria),
standar kualitas yang telah dispesifikasi (prespektified quality standards) dan
penaksiran penilaian (judgmental appraisal).
Dalam pedoman penilaian di SD, dinyatakan bahwa tes kinerja adalah tes
yang penugasannya disampaikan dalam bentuk lisan atau tertulis dan proses
penilaiannya dilakukan sejak siswa melakukan persiapan, melaksanakan tugas
sampai dengan hasil akhir (Depdikbud, 1994: 8). Sebagai alat penunjang dalam
melaksanakan tes perbuatan digunakan lembar observasi atau sebuah format
pengamatan kinerja atau penampilan siswa. Dalam lembar pengamatan tertera
aspek-aspek yang diamati sesuai dengan target pembelajarannya. Berdasarkan
deskriptor-deskriptor yang nampak selama proses pengamatan, ditentukanlah skor
kinerja siswa dengan berpe-doman pada kriteria penilaian yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Tugas-tugas (Task) dalam Asesmen Kinerja Siswa
Penyelenggaraan penilaian jenis apa pun menuntut adanya kegiatan siswa
dalam menyelesaikan tugas-tugas secara jelas. Menurut Marc Tucker (dalam
Marzano, 1993:15), guru tidak dapat menilai kinerja siswa tanpa memberikan
tugas-tugas kepada siswa; begitu juga guru tidak dapat menilai tingkat prestasi
siswa tanpa adanya bukti otentik adanya tugas-tugas yang dikerjakan siswa
secara nyata. Dengan demikian apabila asesmen kinerja diterapkan guru, maka
dengan sendirinya siswa terberi kesempatan untuk mengungkapkan pengetahuan
sebelumnya, menunjukkan pen-guasaan terhadap pengetahuan dan keterampilan baru
dalam memecahkan persoalan yang dihadapinya.
Tugas-tugas kinerja dalam pengajaran matematika di SD hendaknya dipilih
atau diciptakan secara menarik dan disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan
tingkat perkembangan siswa. Hal demikian diduga dapat meningkatkan motivasi
siswa untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan pembelajaran yang memiliki
kadar on-task, hands-on, dan minds-on yang relatif tinggi.
Penetapan Kriteria
Kriteria perlu ditetapkan karena mempunyai kegunaan untuk menentukan
validitas, keadilan dan konsistensi penilaian. Menurut para ahli psi-komotor,
kriteria yang paling penting yang dapat digunakan untuk menilai tugas-tugas
berkaitan dengan kinerja siswa adalah faktor kesamaan (Popham, 1994 : 147).
Selanjutnya dikemukakan bahwa ada tujuh kriteria penilaian yang dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan untuk memilih salah satu tugas kinerja atau
menciptakan tugas-tugas dalam penilaian kinerja. Ketujuh kriteria tersebut
adalah: keumuman (generalizabil-ity), keaslian (authenticity), berfokus ganda
(multiple foci), keadilan (fairness), bisa tidaknya diajarkan ( teachability),
kepraktisan (feasibility) dan bisa ti-daknya tugas tersebut diberi skor
(scorability). Untuk setiap kriteria yang dipilih, skala angka secara khusus dapat
digunakan, sehingga kriteria untuk setiap respon siswa mungkin ditetapkan
skala, 0 (nol) hingga 6 (enam).
Reliabilitas dan Validitas dalam Penilaian Kinerja
Salah satu ciri penilaian kinerja adalah adanya ketergantungan terhadap
pertimbangan manusia (guru) dalam menentukan skor terhadap kinerja
(performansi) siswa. Kenyataan ini menyebabkan tidak dapat dihindarinya faktor
subyektivitas penilaian terhadap performansi siswa, mengingat persepsi atau
interpretasi seseorang dalam memandang sesuatu cenderung berbeda meskipun dalam
waktu dan momen yang sama.
Agar tercapai penilaian kinerja yang reliabel, diperlukan upaya untuk
meminimalkan adanya faktor penyebab perbedaan keputusan pen-skoran terhadap
kinerja yang sama. Reliabilitas (konsistensi) dalam penskoran sangat dituntut
demi keadilan bagi peserta didik. Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain
penetapan kriteria yang jelas, pemahaman yang seragam dari sejumlah penilai
terhadap kriteria, proses pengukuran tidak hanya dilakukan oleh satu orang,
tidak menangguhkan penilaian, serta dilakukan konsesus secara berulang terhadap
pemahaman kriteria (Herman, 1992).
Selain pengukuran yang konsisten, diperlukan juga alat ukur yang sahih
(valid). Validitas (kesahihan) alat ukur berkaitan dengan kesesuaian antara
alat ukur dengan aspek-aspek yang hendak diukur. Menurut Wayan Nurkancana
(1986:127) alat ukur dapat dikatakan sahih apabila alat ukur tersebut dapat
mengukur dengan tepat apa yang hendak diukur.
Asesmen Berbasis Kelas
Penilaian kelas adalah proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh
guru untuk pemberian nilai terhadap hasil belajar siswa berdasarkan tahapan
kemajuan belajarnya sehingga didapatkan potret/profil kemampuan siswa sesuai
dengan daftar kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum. Penilaian kelas dilaksanakan
secara terpadu dengan kegiatan belajar-mengajar. Penilaian dapat dilakukan baik
dalam suasana formal maupun informal, di dalam kelas, di luar kelas,
terintegrasi dalam kegiatan belajar-mengajar atau dilakukan pada waktu yang
khusus.
Penilaian kelas dilaksanakan melalui berbagai cara, seperti tes tertulis
(paper and pencil test), penilaian hasil kerja siswa melalui kumpulan hasil
kerja (karya) siswa (portofolio), penilaian produk 3 dimensi, dan penilaian,
unjuk kerja (performance) siswa. Penilaian kelas merupakan suatu proses yang
dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, pengumpulan informasi melalui
sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa, pelaporan, dan
penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa.
Ada beberapa tujuan penilaian dilakukan guru, antara lain untuk grading
(membedakan kedudukan hasil kerja siswa dibandingkan dengan siswa lain dalam
satu kelas), alat seleksi (memisahkan antara siswa yang masuk dalam kategori
tertentu dan yang tidak, atau untuk menentukan seorang siswa dapat masuk atau
tidak di sekolah tertentu), menguasai kompetensi (menentukan apakah seorang
siswa telah menguasai kompetensi tertentu atau belum), bimbingan (mengevaluasi
hasil belajar siswa dalam rangka mem-bantu siswa memahami dirinya, membuat
keputusan yang harus dilakukan siswa, atau untuk menetapkan penjurusan), alat
prediksi (mendapatkan informasi yang digunakan untuk memprediksi kinerja siswa
pada pendidikan berikutnya) dan alat diagnosis (melihat kesulitan belajar atau
dalam hal apa siswa memiliki prestasi untuk menentukan perlu remediasi atau
pengayaan).
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan penilaian berbasis kelas, jenis
penilaian diagnosis, bimbingan, dan pencapaian penguasaan kompetensi harus
menjadi perhatian utama guru pada setiap kali mengajar. Guru dituntut mampu melaksanakan
penilaian mulai dari awal sampai akhir proses belajar mengajar. Untuk menilai
sejauhmana siswa telah menguasai beragam kompetensi, tentu saja berbagai jenis
penilaian perlu diberikan sesuai dengan kompetensi yang akan dinilai, seperti
unjuk kerja/kinerja (performance), penugasan (proyek), hasil karya (produk),
kumpulan hasil kerja siswa (portofolio), dan penilaian tertulis (paper and
pencil test). Penilaian berbasis kelas merupakan suatu proses yang dilakukan
guru melalui langkah-langkah perencanaan, pengumpulan sejumlah bukti yang
menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa, pelaporan, dan penggunaan informasi
ten-tang hasil belajar siswa.
Jadi, peran penilaian berbasis kelas adalah memberikan masukan atau
informasi secara komprehensif tentang hasil belajar siswa dilihat ketika
kegiatan pembelajaran sedang berlangsung hingga hasil akhirnya dengan menggunakan
berbagai cara penilaian sesuai dengan kompetensi yang diharapkan dicapai siswa.
Dengan demikian Penilaian Kelas merupakan penilaian yang dilakukan guru baik
yang mencakup aktivitas penilaian untuk mendapatkan nilai kualitatif maupun
aktivitas pengukuran untuk men-dapatkan nilai kuantitatif (angka). Perlu
diingat bahwa penilaian kelas dilakukan terutama untuk memperoleh informasi
tentang hasil belajar siswa yang dapat digunakan sebagai diagnosis dan masukan
dalam membimbing siswa dan untuk menetapkan tindak lanjut yang perlu dilakukan
guru dalam rangka meningkatkan pencapaian kompetensi siswa.
Kesimpulan
Penilaian merupakan salah satu kegiatan terpenting dalam proses
pembelajaran karena dengan penilaian dapat mengetahui seberapa jauh
ketercapaian tujuan pembelajaran dan untuk memberikan umpan balik (tindak
lanjut). Penilaian yang dilakukan harus mencakup aspek kognitif, psikomotorik
dan afektif. Penilaian harus dilaksanakan secara otentik sebelum, saat, dan
sesudah proses pembelajaran berlangsung. Penilaian yang sangat cocok digunakan
adalah penilaian berbasis asesmen. Salah satunya berbentuk penilaian kelas.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Nugraha, dkk. (1998). Penggunaan Performance
Assessment untuk meningkatkan Efektivitas Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar.
Laporan Penelitian Tindakan Kelas di SD Kecamatan Singaparna Kabupaten
Tasikmalaya. PGSD FIP IKIP Bandung.
Asmawi, Z. dan Nasution, N. (1994). Penilaian Hasil
Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.
Carin, A.A. & Sund, R.B. (1989). Teaching Science
Through Discovery. Columbus: Merrill Publishing Company.
Cavendish, S. et al. (1990). Observing Activities:
Assessing Science in the Primary Class-room. London: Paul Chapman Publishing
Ltd.
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum KTSP:
Kompetensi Standar Mata Pelajaran matematika. Jakarta: DepdiknasRepublik
Indonesia.
Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Pedoman
Pengembangan Silabus. Jakarta: DepdiknasRepublik Indonesia.
Galton, M. & Harlen, W. (1990). Assessing Science in
the Primary School: Written Task. Lon-don: Paul Chapman Publishing Ltd.
Harlen, W. & Galton, M. (Eds.) (1990). Observing
Activities - Assessing Science in The Pri-mary Classroom. London: Paul Chapman
Publishing Ltd.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar