MEMBANGUN BUDAYA SEKOLAH BERBASIS KARAKTER TERPUJI
Dwi Ratna Supriyani
Alamat
: SD Negeri Mejayan 01
Jl.
P.Surdirman 109 Caruban Kabupaten Madiun
Abstrak: Sekolah tidak hanya dimaknai sebagai tempat transfer ilmu pengetahuan
dari guru ke siswa. Sekolah juga berperan dalam membentuk karakter terpuji
siswa. Pembentukan karakter siswa tersebut dipengaruhi oleh budaya yang
terdapat di sekolah. Pada umumnya, dengan budaya sekolah yang baik, maka
karakter siswa dapat terbentuk secara baik. Dengan demikian, sekolah diharapkan
mampu mengembangkan budaya sekolah yang unggul berbasis karakter siswa.
Pengembangan budaya sekolah tersebut dapat dilakukan dengan melibatkan seluruh
warga sekolah untuk membangun komitmennya.
Kata Kunci : budaya
sekolah unggul, karakter terpuji
Sekolah sebagai tempat
berlangsungnya kegiatan belajar mengajar tidak hanya dimaknai sebagai kegiatan
transfer ilmu pengetahuan dari guru ke siswa. Berbagai kegiatan seperti membiasakan
seluruh warga sekolah disiplin dan patuh terhadap peraturan yang berlaku di sekolah,
saling menghormati, membiasakan hidup bersih dan sehat serta memiliki semangat
berkompetisi yang baik merupakan kebiasaan yang harus ditumbuhkan di lingkungan
sekolah sehari-hari. Pengembangan kebiasaan ini sangat penting mengingat
bahwa masa-masa sekolah adalah sebuah formative
years yaitu masa pembentukan karakter yang sangat menentukan pondasi
moral-intelektual seseorang seumur hidupnya.
Orina Rahayu Utami adalah
mahasiswa SI PGSD jurusan KSDP FIP Universitas Negeri Malang (alamat: Ds.Gedangan RT07/RW 04,
Kec. Campurdarat, Kab. Tulungagung)
|
Dewasa ini perhatian
pemerintah dicurahkan untuk menjadikan sekolah-sekolah memiliki kualitas yang
unggul. Kualitas tersebut tidak saja
tertuju pada kemampuan yang bersifat
kognitif, tetapi lebih dari itu adalah
pada kualitas yang bersifat afektif
dan psikomotorik yang berupa aspek sikap dan perilaku. Salah satu keunikan
dan keunggulan sebuah sekolah adalah memiliki budaya sekolah (school culture)
yang kokoh.
Budaya sekolah adalah
merupakan suatu pola asumsi-asumsi dasar, nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan
kebiasaan-kebiasaan yang dipegang bersama oleh seluruh warga sekolah, yang
diyakini dan telah terbukti dapat dipergunakan untuk menghadapi berbagai
problem dalam beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan melakukan integrasi
internal, sehingga pola nilai dan asumsi tersebut dapat diajarkan kepada
anggota dan generasi baru agar mereka memiliki pandangan yang tepat bagaimana seharusnya
mereka memahami, berpikir, merasakan dan bertindak menghadapi berbagai situasi
dan lingkungan yang ada (Zamroni, 2011: 297). Bentuk budaya sekolah secara
intrinsik muncul sebagai suatu fenomena yang unik dan menarik karena pandangan
sikap dan perilaku yang berkembang dalam sekolah pada dasarnya mencerminkan
kepercayaan dan keyakinan yang mendalam dan khas dari warga sekolah.
Budaya sekolah yang baik
akan mendorong semua warga sekolah untuk bekerjasama yang didasarkan saling percaya,
mengundang partisipasi seluruh warga, mendorong munculnya gagasan-gagasan baru,
dan memberikan kesempatan untuk terlaksananya pembaharuan di sekolah yang
semuanya ini bermuara pada pencapaian hasil terbaik. Budaya sekolah yang baik
dapat menumbuhkan iklim yang mendorong semua warga sekolah untuk belajar, yaitu
belajar bagaimana belajar dan belajar bersama.
Pengembangan
budaya sekolah yang baik tentunya sangat diperlukan dalam membentuk budaya
sekolah yang unggul. Dengan budaya sekolah yang unggul maka diharapkan karakter
siswa dapat terbentuk secara kuat. Dengan kata lain, diperlukan suatu usaha
pengembangan budaya sekolah yang unggul untuk membentuk karakter siswa secara
kuat. Dengan demikian, diharapkan karakter terpuji siswa dapat terwujud dan tertanam
dalam kehidupannya. Berikut ini akan dijelaskan mengenai usaha pengembangan
budaya sekolah yang unggul berbasis karakter terpuji.
Budaya
Secara etimologis budaya
berasal dari bahasa Inggris yaitu dari kata culture. Deal dan
Peterson (2010) mendefinisikan culture atau
budaya sebagai serangkaian aturan yang dibuat oleh masyarakat sehingga menjadi
milik bersama, dapat diterima oleh masyarakat, dan bertingkah laku sesuai
dengan aturan. Dalam istilah lain, Novia (2010)
mendefinisikan bahwa culture is everything that exists in a society. Secara
implisit, kedua definisi di atas menyatakan bahwa kebiasaan-kebiasaan dan
nilai-nilai yang telah diterapkan di suatu lingkungan tertentu merupakan budaya lingkungan tersebut. Hal ini
berarti, kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai yang ada di sekolah dapat disebut
sebagai budaya sekolah.
Secara eksplisit Deal
dan Peterson (2009) mendefinisikan budaya sekolah sebagai sekumpulan nilai yang melandasi
perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan
oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar
sekolah. Suatu pola asumsi-asumsi dasar yang melandasi perilaku, tradisi,
kebiasaan sehari-hari, dan simbol-simbol yang dipraktikkan
Pendapat lain tentang
budaya sekolah dikemukakan oleh Zamroni (2011:297) yang menyatakan bahwa budaya
sekolah merupakan suatu pola asumsi-asumsi dasar, nilai-nilai, keyakinan-keyakinan,
dan kebiasaan-kebiasaan yang dipegang bersama oleh seluruh warga sekolah, yang
diyakini dan telah terbukti dapat dipergunakan untuk menghadapi berbagai problem
dalam beradaptasi dengan lingkungan yang baru dan melakukan integrasi internal,
sehingga pola nilai dan asumsi tersebut dapat diajarkan kepada anggota dan
generasi baru agar mereka memiliki pandangan yang tepat bagaimana seharusnya
mereka memahami, berpikir, merasakan dan bertindak menghadapi berbagai situasi
dan lingkungan yang ada. Sehingga dapat disimpulkan bahwa budaya sekolah adalah
suatu pola asumsi-asumsi dasar yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan
keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh seluruh warga sekolah.
Dari pengertian di atas
jelas bahwa budaya sekolah sangat mempengaruhi perilaku peserta didik. Budaya
sekolah merupakan jiwa dan kekuatan sekolah yang memungkinkan sekolah dapat
tumbuh berkembang dan melakukan adaptasi dengan berbagai lingkungan yang ada.
Budaya sekolah yang positif telah
meningkatkan bahkan mempertajam
perhatian dan perilaku sehari-hari warga sekolah
terhadap apa yang penting dan bernilai
bagi sekolah. Perhatian tersebut
dapat dilihat pada semua kegiatan yang menjadi program dan prioritas
sekolah. Apabila yang perlu diperkuat
adalah berkaitan dengan prestasi akademik siswa, maka sekolah secara penuh
akan mengarahkan perhatiannya pada hal tersebut. Sekolah dengan
sendirinya merencanakan dan mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan
peningkatan kualitas akademik tersebut. Sekolah akan memfokuskan waktu, tenaga,
dan sumberdaya berkaitan dengan kurikulum dan strategi pembelajaran yang akan
membantu semua siswa untuk meningkatkan
prestasinya. Demikian juga apabila
program prioritas tersebut diarahkan bagi terwujudnya karakter terpuji, maka
sekolah akan merencanakan progam agar karakter terpuji siswa dapat terbentuk.
Budaya
sekolah akan membangun komitmen dan identifikasi diri
dengan nilai-nilai, norma-norna, dan kebiasaan-kebiasaan tertentu.
Pada suatu sekolah misalnya, setiap guru secara sadar datang pada jam
06.30 dan pulang pada jam 16.00. Kehadiran guru yang demikian sebagai bentuk
komitmen mereka terhadap budaya yang telah berlaku di sekolah yang bersangkutan.
Kebiasaan yang berlaku tersebut telah mengikat dan menjadi bagian dari
hidupnya sehingga tidak dirasakan sebagai beban. Dengan
demikian, budaya sekolah telah membangun komiten terhadap semua
warganya.
Budaya Sekolah
Budaya sekolah (school
culture) merupakan kata kunci yang perlu mendapat perhatian secara
sungguh-sungguh dari para pengelola pendidikan.Budaya sekolah perlu dibangun berdasarkan
kekuatan karakteristik budaya lokal masyarakat tempat sekolah itu berada.
Budaya sekolah adalah detak jantung sekolah itu sendiri, perumusannya harus
dilakukan dengan sebuah komitmen yang jelas dan terukur oleh komunitas sekolah
yakni guru, siswa, manajemen sekolah, dan masyarakat.
Studi terhadap
sekolah-sekolah yang berhasil atau efektif dapat diperoleh gambaran bahwa
mereka mempunyai lima karakteristik umum seperti yang diungkapkan Zainuddin (2012). Kelima karateristik tersebut
adalah sebagai berikut: (a) sekolah memiliki budaya sekolah yang kondusif, (b)
adanya harapan antara para guru bahwa semua siswa dapat sukses, (c) menekankan
pengajaran pada penguasaan ketrampilan, (d) sistem tujuan pengajaran yang jelas
bagi pelaksanaan monitoring dan penilaian keberhasilan kelas, (e) prinsip-prinsip
sekolah yang kuat sehingga dapat memelihara kedisiplinan siswa.
Untuk mewujudkan kelima
faktor keberhasilan sekolah di atas, menurut Nusyam (2011) setidaknya ada tiga budaya
yang perlu dikembangkan di sekolah. Ketiga budaya tersebut adalah kultur
akademik, kultur budaya, dan kultur demokratis. Ketiga kultur ini harus menjadi
prioritas yang melekat dalam lingkungan sekolah.
Pertama, kultur
akademik. Kultur akademik memiliki ciri
pada setiap tindakan, keputusan, kebijakan, dan opini didukung dengan dasar
akademik yang kuat. Artinya merujuk pada teori, dasar hukum, dan nilai
kebenaran yang teruji, bukan pada popularitas semata atau sangkaan yang tidak
memiliki dasar empirik
yang kuat. Ini berbeda
dengan kultur politik atau dunia entertain.
Dengan demikian, kepala sekolah,
guru, dan siswa selalu berpegang
pada pijakan teoretik dalam berpikir, bersikap dan bertindak dalam
kesehariannya. Kultur akademik tercermin pada kedisiplinan dalam bertindak,
kearifan dalam bersikap, serta kepiawaian dalam berpikir dan berargumentasi.
Kedua, kultur
budaya. Kultur budaya tercermin pada
pengembangan sekolah yang memelihara, membangun, dan mengembangkan budaya
bangsa yang positif dalam kerangka pembangunan manusia seutuhnya. Sekolah akan
menjadi benteng pertahanan terkikisnya budaya akibat gencarnya serangan budaya
asing yang tidak relevan seperti budaya hedonisme, individualisme, dan
materialisme. Jika dunia luar melalui entertainment dan advertisement sangat gencar menawarkan konsumerisme dan materialisme
semata, sekolah secara konsisten dan persisten menanamkan nilai-nilai
transendental rela berkorban dan ihlas beramal. Di sisi lain sekolah terus
mengembangkan seni tradisi yang berakar pada budaya nusantara yang dikreasi
untuk dikemas dengan modernitas dengan tetap mempertahankan keasliannya.
Ketiga, kultur
demokratis. Kultur demokratis
menampilkan corak berkehidupan yang mengakomodasi perbedaan untuk secara bersama
membangun kemajuan. Kultur ini jauh dari pola tindakan disksriminatif dan
otoritarianisme serta sikap mengabdi atasan secara membabi buta. Warga sekolah
selalu bertindak objektif, transparan, dan bertanggungjawab.
Budaya sekolah yang
didesain secara terstruktur, sistematis, dan tepat sesuai dengan kondisi sosial
sekolahnya, pada gilirannya bisa memberikan kontribusi yang positif bagi peningkatan
kualitas sumber daya manusia dalam menuju sekolah yang berkualitas. Seperti
yang telah dikemukakan di atas, hal tersebut dapat terwujud dengan
mengembangkan ketiga kultur yang ada di lingkungan sekolah yaitu kultur
akademik, kultur budaya, dan kultur demokratis. Adapun budaya sekolah yang
berkualitas (unggul) tersebut dapat tercermin dalam penerapan ketiga budaya
sekolah yaitu budaya keagamaan, budaya kerjasama, dan budaya kepemimpinan.
Penerapan
budaya keagamaan (religi) di sekolah dapat tercermin dari penanaman perilaku
atau tatakrama yang tersistematis dalam pengamalan agamanya masing-masing
sehingga terbentuk kepribadian dan sikap yang baik (akhlaqul karimah).
Sementara budaya kerjasama (team work) dapat tercermin dari rasa
kebersamaan dan rasa sosial terhadap sesama melalui kegiatan yang dilakukan
bersama seluruh warga sekolah. Kemudian yang terakhir budaya kepemimpinan (leadhership)
dapat tercermin dari penanaman jiwa kepemimpinan dan keteladanan dari sejak dini
kepada peserta didik.
Karakter Terpuji
Secara umum karakter
sering dikaitkan dengan sifat khas, kekuatan moral, atau pola tingkah laku
seseorang. Menurut Zainuddin(2011:41) karakter merupakan suatu cara berpikir dan berperilaku yang khas
tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa, dan negara. Karakter dapat dianggap sebagai nilai-nilai perilaku
manusia yang berhubungan dengan Tuhan YME, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,
perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata kerama,
budaya, adat istiadat, dan estetika.
Berdasarkan kamus besar Bahasa Indonesia (2008) karakter
merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dengan yang lain. Dengan demikian karakter adalah nilai-nilai yang
unik, baik yang terpatri dalam diri ataupun yang teraplikasikan dalam perilaku
(Kemendiknas, 2010). Nilai yang unik itu selanjutnya dimaknai sebagai pengetahuan
mengenai nilai kebaikan, berkeinginan berbuat baik, dan nyata berkehidupan
baik.
Secara universal
berbagai karakter dirumuskan sebagai nilai hidup bersama berdasarkan atas pilar
kedamaian ( peace), menghargai (respect), kerja sama (cooperation),
kebebasan ( freedom), kebahagiaan (happiness), kejujuran (honesty),
kerendahan hati (humility), kasih saying (love), tanggung jawab (responsibility),
kesederhanaan (simplicity), toleransi (tolerance), dan persatuan
(unity). Karakter juga dipengaruhi oleh hereditas maupun lingkungan.
Perilaku seorang anak sering kali tidak jauh dai perilaku ayah dan ibunya.
Lingkungan sosial juga turut memberi kontribusi terhadap pembentukan karakter
seseorang. Seorang anak yang hidup di tengah lingkungan sosial yang keras,
seperti di daerah padat penduduk, metropolitan, biasanya cenderung berperilaku
antisosial, keras, emosional dan sebagainya.
Dari berbagai pengertian
dan definisi di atas, maka karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang
membangun pribadi seseorang yang terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun
pengaruh lingkungan. Karakter tersebut diwujudkan dalam sikap dan perilaku
dalam kehidupan sehari-hari.
Karakter seseorang pada
umunya dibagi menjadi dua karakter yaitu karakter baik dan buruk. Karekter baik
sering disebut sebagai karakter terpuji. Karakter seseorang dapat dikatakan
terpuji apabila sesorang tersebut dapat membuat keputusan dan berani mempertanggungjawabkan
setiap akibat dari keputusannya. Karakter terpuji sangat perlu ditanamkan bagi
siswa di sekolah. Hal ini sebagai upaya agar siswa dapat mempunyai pondasi
moral yang baik dalam melaksanakan kehidupannya.
Mengembangkan Budaya Sekolah Berbasis Karakter Terpuji
Proses yang efektif untuk membangun
budaya sekolah yang unggul berbasis karakter terpuji siswa adalah dengan
melibatkan dan mengajak semua pihak atau
pemangku kepentingan untuk
bersama-sama memberikan
komitmennya. Keyakinan utama dari pihak sekolah harus difokuskan
pada usaha menyemaikan dan menanamkan keyakinan, nilai, norma, dan
kebiasaan-kebiasaan yang merupakan
harapan setiap pemangku kepentingan tersebut.
Untuk itu, pimpinan sekolah, para guru, dan karyawan, harus fokus pada usaha pengorganisasian yang mengarah
pada harapan di atas dengan cara sebagai
berikut.
Pertama, mendefinisikan
peran yang harus dimainkan oleh pimpinan sekolah, guru, dan komunitas sekolah
melalui komunikasi yang terbuka dan kegiatan-kegiatan akademik yang dapat
memberikan layanan terbaik terhadap harapan dan kebutuhan komunitas sekolah tertentu
(siswa).
Kedua, menyusun
mekanisme komunikasi yang efektif, seperti misalnya dengan melakukan pertemuan
rutin (mingguan atau bulanan) di antara pimpinan sekolah, guru, dan karyawan;
pihak sekolah dengan mitra, seperti
dengan perguruan dengan atau organisasi
profesi tertentu; pihak sekolah dengan orang tua/wali; dan pihak sekolah dengan pemerintah.
Ketiga, melakukan kajian
bersama untuk mencapai keberhasilan sekolah, misalnya melalui pertemuan dengan
sekolah-sekolah tertentu yang telah berhasil atau sekolah unggulan, atau dengan
melakukan studi banding.
Keempat, melakukan
visualisasi visi dan misi sekolah,
keyakinan, nilai, norma, dan kebiasaan-kebiasaan yang diharapkan sekolah.
Visualisasi tersebut diharapkan dapat dipublikasikan agar menjadi pedoman bagi
seluruh warga sekolah.
Kelima, memberikan
pelatihan-pelatihan atau memberikan kesempatan kepada semua komponen sekolah
untuk mengikuti berbagai pelatihan atau pengembangan diri, yang mendukung
terwujudnya budaya sekolah yang diharapkan. Selain lima hal yang sudah disebutkan
di atas, Lickona (1991:346)
menyebutkan adanya lima
unsur moral positif yang hendaknya ditanamkan di lingkungan sekolah. Kelima unsur tersebut
adalah sebagai berikut.
Pertama: kepala sekolah
hendaknya memperlihatkan kepemimpinan moral akademik dengan cara; (a) mengartikulasikan visi dan misi sekolah
secara jelas, (b) memperkenalkan semua warga sekolah dengan
tujuan-tujuan yang ingin
dicapai dan strategi pencapaiannya serta penilaian
terhadap tujuan-tujuan tersebut, (c) meminta dukungan dan partisipasi
para orang tua/wali siswa, (d) memodelkan nilai-nilai, norma-norma, dan
kebiasaan-kebiasaan sekolah melalui interaksi dengan para guru, karyawan,
siswa, dan orang tua/wali siswa.
Kedua: pihak
sekolah membuat aturan-aturan atau
disiplin sekolah (nilai, norma, dan
kebiasaan-kebiasaan) yang efektif dengan cara; (a) mendefinisikan semua nilai, norma, dan kebiasaan-kebiasaan secara jelas dan memperkuatnya, (b) mengatasi
masalah-masalah perilaku siswa (nilai, norma,
dan kebiasaan-kebiasaan)
dengan cara yang dapat membantu
perkembangan moral mereka, (c) memberikan jaminan bahwa nilai, norma, dan
kebiasaan-kebiasaan yang ditetapkan pihak sekolah akan ditegakkan sepenuhnya di lingkungan
sekolah dan dengan segera akan menghentikan semua perilaku yang menyimpang.
Ketiga: pihak sekolah menciptakan suasana lingkungan
sekolah yang nyaman dengan cara; (a)mendorong semua warga sekolah untuk
memberikan perhatian dan kepeduliannya
antara satu dengan yang lain, (b) memberikan kesempatan kepada semua siswa
untuk saling mengenal satu dengan lainnya, demikian juga dengan kepala sekolah,
guru, dan karyawan, (c) menjadikan sebagian besar siswa agar tertarik untuk
mengikuti berbagai kegiatan ekstrakurikuler, (d) memperkuat kegiatan keolahragaan,
(e) memasang berbagai visualisasi atau famflet yang akan membantu perkembangan
nilai, norma, dan kebiasaan-kebiasaan yang positif, (f) menekankan setiap kelas
untuk memberikan sumbangannya yang
positif dan bermanfaat bagi sekolah.
Keempat: pihak sekolah
dapat menciptakan komunitas moral dengan cara; (a) menyediakan waktu dan
dukungan kepada para guru untuk berkeja
bersama-sama dalam menyusun pembelajaran yang bermuatan karakter, (b)
melibatkan para karyawan dalam pengambilan keputusan.
Kelima: Pihak sekolah menekankan
pentingnya nilai-nilai moral dengan cara; (a) melunakkan tekanan-tekanan
akademik sehingga para guru tidak mengabaikan perkembangan sosial dan moral
para siswa, (b) mendorong para guru untuk senantiasa bekerja atas dasar nilai,
norma, dan kebiasaan-kebiasaan yang positif.
Kesimpulan
Budaya sekolah adalah
suatu pola asumsi-asumsi dasar yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan
keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh seluruh warga sekolah. Budaya
sekolah merupakan jiwa dan kekuatan sekolah yang memungkinkan sekolah dapat tumbuh
berkembang dan melakukan adaptasi dengan berbagai lingkungan yang ada.
Budaya sekolah yang
didesain secara terstruktur, sistematis, dan tepat sesuai dengan kondisi sosial
sekolahnya, pada gilirannya bisa memberikan kontribusi yang positif bagi peningkatan
kualitas sumber daya manusia dalam menuju sekolah yang berkualitas. Seperti
yang telah dikemukakan di atas, hal tersebut dapat terwujud dengan
mengembangkan ketiga kultur yang ada di lingkungan sekolah yaitu kultur
akademik, kultur budaya, dan kultur demokratis. Adapun budaya sekolah yang
berkualitas (unggul) tersebut dapat tercermin dalam penerapan ketiga budaya
sekolah yaitu budaya keagamaan, budaya kerjasama, dan budaya kepemimpinan.
Pengembangan budaya
sekolah yang unggul diharapkan dapat membentuk karakter terpuji siswa. Karakter
terpuji dapat tercermin dalam perilaku siswa dalam membuat keputusan dan berani
mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusannya. Karakter terpuji sangat
perlu ditanamkan bagi siswa di sekolah.
Proses yang efektif untuk membangun
budaya sekolah yang berbasis
karakter terpuji siswa dapat dikembangkan dengan melibatkan dan mengajak semua
pihak atau pemangku kepentingan
untuk bersama-sama memberikan komitmennya. Untuk itu, pimpinan sekolah,
para guru, dan karyawan, harus fokus
pada usaha pengorganisasian yang mengarah pada harapan di atas dengan melakukan komunikasi yang terbuka dan
kegiatan-kegiatan akademik yang dapat memberikan layanan terbaik terhadap harapan
dan kebutuhan komunitas sekolah tertentu (siswa), menyusun mekanisme komunikasi
yang efektif, melakukan visualisasi visi dan misi sekolah, memberikan
kesempatan kepada semua komponen sekolah untuk mengikuti berbagai pelatihan
atau pengembangan diri.
Saran
Berdasarkan simpulan di atas, penulis dapat mengajukan
saran sebagai berikut:(1).Bagi sekolah; hendaknya sekolah dapat mengupayakan usaha dalam
mengembangkan budaya sekolah yang unggul berbasis akhlak terpuji secara
sungguh-sungguh dengan melibatkan seluruh warga sekolah dan juga
instansi terkait dalam mengembangkannya.(2).Bagi seluruh warga
sekolah; hendaknya seluruh warga sekolah dapat berperan aktif dalam
mengupayakan usaha pengembangan budaya sekolah yang unggul berbasis karakter
terpuji. Seluruh warga sekolah diharapkan dapat mendukung seluruh progam
sekolah yang betujuan untuk mewujudkan budaya sekolah yang unggul berbasis
akhlak terpuji.
DAFTAR RUJUKAN
Kementerian Pendidikan
Nasional, Badan penelitian dan pengembangan, Pusat kurikulum. 2011, Pengembangan
pendidikan budaya dan karakter bangsa pedoman sekolah. Jakarta: Pusat Kurikulum.
Lickona, Thomas. 2004. Make
Your School A School of Character. (Online), http://cortland.edu/character, diakses pada tanggal 2 Desember 2012/ 19.45
WIB
Novia. 2010. Mewujudkan Sekolah Berkualitas. (Online), http://novia9002. wordpress.com/2010/mewujudkan-sekolah-berkualitas
melalui-penciptaan-budaya-sekolah, diakses
pada tanggal 2 Desember 2012/ 19.30 WIB
psma.org/content/blog/
3460-membangun-kultur-sekolah, diakses pada tanggal 2 Desember 2012/ 19.00 WIB
Peterson, Kent D. and Terrence E. Deal. 2009. The Shaping School Culture
Filedbook. San Francisco: Josses-Bass.
Zamroni. 2011, Dinamika Peningkatan Mutu, Yogyakarta: Gavin Kalam
Utama.
Zainuddin ,2012.Membentuk Karakter Anak
Bangsa.Malang : Universitas Wisnu
Wardana Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar