Senin, 16 Januari 2017

Bangkitlah, Umat Terbaik

Bangkitlah, Umat Terbaik
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh pada yang makruh, mencegah yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah ini lebih baik bagi mereka. Diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Ali Imran [3]: 110)

Hadirin …..
       Suatu ketika, Ibnu Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, dan Muadz bin jabal, serta Salim, budak Abu Khuzaifah, berkumpul dengan dua orang Yahudi, yaitu Malik bin al-Daif dan Wahhab bin Yahuza.
       Kedua Yahudi itu, dalam obrolan mereka, selalu membangga-banggakan agamanya serta kaumnya. Ini membuat para sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa salam (SAW) tersebut risau. Benarkah yang dikatakan oleh kedua Yahudi tersebut?
Kemudian, seperti dijelaskan oleh Al-Wahidi al-Naisaburi, turunlah al-Qur’an surat Ali Imran[3] ayat 110, sebagaimana tertera dalam pembukaan di atas, yang membantah perkataan kaum Yahudi tersebut. Ayat ini diawali dengan kalimat “kuntum”, gabungan kata kerja “kaana” dan isim mashdar”antum”.
       Rasyid Ridha, sebagaimana kebanyakan mufassir (ahli tafsir), menyatakan bahwa “kaana” pada ayat diatas adalah fi’il tam (kata kerja sempurna). Kalimat ini merupakan persaksian Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) atas Nabi Muhammad SAW dan orang-orang yang mengikutinya, bahwa mereka itu diciptakan dengan segala keutamaannya.
       Rasyid Ridha juga menegaskan bahwa keutamaan itu hanya dimiliki oleh orang-orang Islam saja. Tidak dimiliki oleh orang-orang non-Islam.
       Hanya saja, tidak semua pengikut Muhammad SAW memiliki keutamaan seperti ini. Seseorang yang sudah bersyahadat, tidak otomatis langsung memiliki keutamaan ini.
       Bahkan, keutamaan tersebut belum tentu pula dimiliki oleh orang-orang yang telah mendirikan shalat, puasa, zakat, dan haji. Ada persyaratan yang harus dimiliki umat terbaik, yaitu mereka memenuhi cirri-ciri sebagai khairu ummah. Yakni, sebagaimana dijelaskan dalam ayat di atas, amar ma’ruf, nahi munkar, dan berpegang teguh kepada tali Allah SWT, serta menghindari perpecahan.

Hadirin …..
       Muhammad Abduh, mufti Mesir, menjelaskan bahwa sifat-sifat tersebut sesuai dengan generasi awal umat Islam, yakni generasi di mana Nabi Muhammad Saw dan para sahabat yang menyertainya masih hidup.
       Pada mulanya mereka saling bermusuhan. Kemudian Islam dating. Satu persatu mereka beriman kepada apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Lalu, Allah SWT melembutkan hati mereka dan menjadikan mereka bersaudara.
       Mereka sanggup mengikis kefanatikan dalam berkelompok dan bermazhab. Merka sanggup ber-amar ma’ruf dan nahi munkar. Mereka juga adalah orang-orang yang kuat imanya.

Hadirin …..
       Sekalipun ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, namun maksud ayat ini adalah umum, yaitu bagi beliau dan seluruh umatnya dari generasi pertama, generasi terbaik di mana Nabi Muhammad SAW diutus, sampai generasi yang mengikutinya hingga akhir zaman.
       Jawad Mugniyah mengatakan, umat Islam terdahulu pernah bangkit dengan cirri-ciri seperti ini. Mereka berani menegakkan kebenaran, pantang kompromi dengan kemungkaran, dan mereka betul-betul berjuang untuk menggapai ridha ilahi. Mereka akhir tampil menjadi pemimpin dunia.
       Sayangnya, setelah berhasil menggapai masa kegemilangan, lalu satu persatu mereka yang memiliki cirri khairu ummah tadi dipanggil oleh Allah SWT, generasi berikutnya mulai lalai. Mereka “terpenjara” oleh kemuliaan dunia. Tak lagi semangat untuk ber-amar ma’ruf dan nahi munkar.
       Sejak itu, perlahan namun pasti, pudarlah kepemimpinan umat Islam, digantikan oleh peradaban Barat. Keadaan ini berlangsung sampai sekarang. Bahkan kita kian lama kian terpuruk.
       Jangankan menjadi soko guru peradaban dan memimpin bangsa lain, untuk tegak di atas kemampuan sendiri pun masih sulit. Begitupun untuk memakmurkan kehidupan manusia,diri sendiri saja masih dibelit kesengsaraan dan penderitaan.

Hadirin …..
       Apa yang harus diharapkan dari umat seperti ini dalam memikul misi membangun peradaban Islam yang rahmatan lil ‘alamin? Kita saat ini lupa bahwa Allah SWT telah mendesaim umat Islam sebagai umat terbaik. Kita dihadirkan ketengah manusia untuk memimpin dan memakmurkan dunia.
       Saat ini kita memang belum mengalami kembali masa kegelimangan itu. Namun, bukan berarti ayat al-Qur’an itu justru keliru sehingga harus direvisi atau ditafsir ulang. Ayat itu justru menegaskan kembali tentang jati diri kita, memotifasi diri kita agar segera bangkit, menyadarkan kita akan potensi diri yang besar, bergerak untuk maju, dan berprestasi menjadi umat terbaik di muka bumi.

Kekuatan sosiologi

Hadirin …..
       Kata ummah, menurut pakar bahasa al-Qur’an, ar-Raghib al-Asfahani dalam kitabnya al-Mufradat fi Gharibil Qur’an, mengandung makna kekutan sosiologis. Ummah berarti kelompok manusia yang dihimpun oleh sesuatu seperti agama, waktu, dan tempat yang sama, baik terhimpun secara terpaksa maupun suka rela.
       Ummah sendiri terambil dari kata amma-yaummu, yang berarti munuju, mampu, dan meneladani. Dari kata yang sama lahir kata umm yang berarti ibu, dan imam yang berarti pemimpin.
       Ummah juga mengandung arti gerak dinamis, arah, waktu, jalan yang jelas, serta gaya serta gaya hidup (way of life).
       Jika kata ummah dan Islam disatukan, maka akan terjalin arti sebagai berikut: himpunan manusia yang tidak disatukan oleh tanah air (nasionalisme) atau keturunan (suku), melainkan oleh ideology Islam.
       Dengan demikian, umat Islam tidak hanya dimaknai sebagai kelompok social yang statis (diam), yakni berdasarkan kesatuan agama saja, tapi juga dinamis. Kelompok manusia yang menjadikan Islam sebagai cara hidup, cara meraih tujuan, dan tujuan hidup itu sendiri.

Hadirin …..
       Itulah sebabnya mengapa intelektual asal Iran, Ali Syariati, mengistimewakan kata ummah dibandingkan kata nation (bangsa) atau qabilah (suku). Ia mendefinisikan ummah sebagai himpunan manusia yang seluruh anggotanya bersama-sama menuju satu arah, bahu-membahu, dan bergerak secara dinamis di bawah kepemimpinan bersama.
       Al-Qur’an juga memberikan gambaran tentang makna ummah secara komprehensif. Sayyid Quthb dalam kitabnya, Fii Zilaalil Qur’an, menyebutkan bahwa pengertian ummah yang terdapat dalam al-Qur’an adalah :
1.     Mahkluk hidup yang memiliki karakter dan tujuan hidup yang satu (al-An’am[6]:38)
2.     Waktu (Yusuf[12]:45)
3.     Imam, pemimpin yang menjadi panutan dalam kebaikan (an-Nahl[16]:120)
4.     Agama tauhid yang dibawa oleh para Rasul (al-Anbiya’ [21]: 92)
5.     Susunan atau potensipada manusia (Hud[11]:118)
6.     Komunitas yang didasarkan pada satu akidah dari berbagai kebangsaan dan kawasan, bukan didasarkan pada satu kebangsaan dan kawasan (al-Baqarah[2]:160)
7.     Komunitas atau sekelompok orang (Ali Imran [3]:104)
8.     Salah satu umat yang telah dikenal, yaitu umat Islam (Ali Imran [3]:110)

Hadirin …..
       Dengan demikian, khairu ummah adalah ungkapan ilahiyah yang luas maknanya, dalam isi dan hakekatnya, serta abadi tujuannya.
       Bila umat Islam sekarang mampu menegakkan ketiga cirri itu secara konsisten dalam sikap hidup; menyuruh kepada yang makruf, mencegah yang munkar, dan beriman kepada Allah, maka suatu saat kelak umat Islam pasti kembali menjadi generasi kebanggaan , disegani, dihormati, dan diperhitungkan oleh manusia sepanjang zaman. Ayo bangkit umat terbaik!

       Wallahu a’lam bish shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Entri yang Diunggulkan

Generasi Rawan Lupa, Servis dalam Rumah Tangga

10 Hal Romantis Rasulullah yang Ditinggalkan Generasi  Now Rumah tangga Rasulullah SAW luar biasa. Rasulullah SAW dan istri-istriny...