Bangkitlah, Umat
Terbaik
“Kamu adalah
umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh pada yang makruh, mencegah
yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah
ini lebih baik bagi mereka. Diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Ali Imran [3]: 110)
Hadirin …..
Suatu ketika, Ibnu Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, dan Muadz bin
jabal, serta Salim, budak Abu Khuzaifah, berkumpul dengan dua orang Yahudi,
yaitu Malik bin al-Daif dan Wahhab bin Yahuza.
Kedua Yahudi itu, dalam obrolan mereka, selalu
membangga-banggakan agamanya serta kaumnya. Ini membuat para sahabat Rasulullah
Shalallahu
‘alaihi wa salam (SAW) tersebut risau. Benarkah yang dikatakan oleh
kedua Yahudi tersebut?
Kemudian, seperti
dijelaskan oleh Al-Wahidi al-Naisaburi, turunlah al-Qur’an surat Ali Imran[3] ayat 110, sebagaimana
tertera dalam pembukaan di atas, yang membantah perkataan kaum Yahudi tersebut.
Ayat ini diawali dengan kalimat “kuntum”, gabungan kata kerja “kaana”
dan isim mashdar”antum”.
Rasyid Ridha, sebagaimana kebanyakan mufassir (ahli tafsir),
menyatakan bahwa “kaana” pada ayat diatas adalah fi’il tam (kata kerja
sempurna). Kalimat ini merupakan persaksian Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT)
atas Nabi Muhammad SAW dan orang-orang yang mengikutinya, bahwa mereka itu
diciptakan dengan segala keutamaannya.
Rasyid Ridha juga menegaskan bahwa keutamaan itu hanya
dimiliki oleh orang-orang Islam saja. Tidak dimiliki oleh orang-orang
non-Islam.
Hanya saja, tidak semua pengikut Muhammad SAW memiliki
keutamaan seperti ini. Seseorang yang sudah bersyahadat, tidak otomatis
langsung memiliki keutamaan ini.
Bahkan, keutamaan tersebut belum tentu pula dimiliki oleh
orang-orang yang telah mendirikan shalat, puasa, zakat, dan haji. Ada persyaratan yang
harus dimiliki umat terbaik, yaitu mereka memenuhi cirri-ciri sebagai khairu
ummah. Yakni, sebagaimana dijelaskan dalam ayat di atas, amar ma’ruf, nahi
munkar, dan berpegang teguh kepada tali Allah SWT, serta menghindari
perpecahan.
Hadirin …..
Muhammad Abduh, mufti Mesir, menjelaskan bahwa sifat-sifat
tersebut sesuai dengan generasi awal umat Islam, yakni generasi di mana Nabi
Muhammad Saw dan para sahabat yang menyertainya masih hidup.
Pada mulanya mereka saling bermusuhan. Kemudian Islam dating.
Satu persatu mereka beriman kepada apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Lalu, Allah SWT melembutkan hati mereka dan menjadikan mereka bersaudara.
Mereka sanggup mengikis kefanatikan dalam berkelompok dan
bermazhab. Merka sanggup ber-amar ma’ruf dan nahi munkar. Mereka juga adalah
orang-orang yang kuat imanya.
Hadirin …..
Sekalipun ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW dan para
sahabatnya, namun maksud ayat ini adalah umum, yaitu bagi beliau dan seluruh
umatnya dari generasi pertama, generasi terbaik di mana Nabi Muhammad SAW
diutus, sampai generasi yang mengikutinya hingga akhir zaman.
Jawad Mugniyah mengatakan, umat Islam terdahulu pernah bangkit
dengan cirri-ciri seperti ini. Mereka berani menegakkan kebenaran, pantang
kompromi dengan kemungkaran, dan mereka betul-betul berjuang untuk menggapai
ridha ilahi. Mereka akhir tampil menjadi pemimpin dunia.
Sayangnya, setelah berhasil menggapai masa kegemilangan, lalu
satu persatu mereka yang memiliki cirri khairu ummah tadi dipanggil oleh Allah
SWT, generasi berikutnya mulai lalai. Mereka “terpenjara” oleh kemuliaan dunia.
Tak lagi semangat untuk ber-amar ma’ruf dan nahi munkar.
Sejak itu, perlahan namun pasti, pudarlah kepemimpinan umat
Islam, digantikan oleh peradaban Barat. Keadaan ini berlangsung sampai
sekarang. Bahkan kita kian lama kian terpuruk.
Jangankan menjadi soko guru peradaban dan memimpin bangsa
lain, untuk tegak di atas kemampuan sendiri pun masih sulit. Begitupun untuk
memakmurkan kehidupan manusia,diri sendiri saja masih dibelit kesengsaraan dan
penderitaan.
Hadirin …..
Apa yang harus diharapkan dari umat seperti ini dalam memikul
misi membangun peradaban Islam yang rahmatan lil ‘alamin? Kita saat ini
lupa bahwa Allah SWT telah mendesaim umat Islam sebagai umat terbaik. Kita
dihadirkan ketengah manusia untuk memimpin dan memakmurkan dunia.
Saat ini kita memang belum mengalami kembali masa kegelimangan
itu. Namun, bukan berarti ayat al-Qur’an itu justru keliru sehingga harus
direvisi atau ditafsir ulang. Ayat itu justru menegaskan kembali tentang jati
diri kita, memotifasi diri kita agar segera bangkit, menyadarkan kita akan
potensi diri yang besar, bergerak untuk maju, dan berprestasi menjadi umat
terbaik di muka bumi.
Kekuatan sosiologi
Hadirin …..
Kata ummah, menurut pakar bahasa al-Qur’an, ar-Raghib
al-Asfahani dalam kitabnya al-Mufradat fi Gharibil Qur’an, mengandung makna
kekutan sosiologis. Ummah berarti kelompok manusia yang dihimpun oleh sesuatu
seperti agama, waktu, dan tempat yang sama, baik terhimpun secara terpaksa
maupun suka rela.
Ummah sendiri terambil dari kata amma-yaummu, yang berarti
munuju, mampu, dan meneladani. Dari kata yang sama lahir kata umm yang berarti
ibu, dan imam yang berarti pemimpin.
Ummah juga mengandung arti gerak dinamis, arah, waktu, jalan
yang jelas, serta gaya
serta gaya
hidup (way of life).
Jika kata ummah dan Islam disatukan, maka akan terjalin arti
sebagai berikut: himpunan manusia yang tidak disatukan oleh tanah air
(nasionalisme) atau keturunan (suku), melainkan oleh ideology Islam.
Dengan demikian, umat Islam tidak hanya dimaknai sebagai
kelompok social yang statis (diam), yakni berdasarkan kesatuan agama saja, tapi
juga dinamis. Kelompok manusia yang menjadikan Islam sebagai cara hidup, cara
meraih tujuan, dan tujuan hidup itu sendiri.
Hadirin …..
Itulah sebabnya mengapa intelektual asal Iran , Ali
Syariati, mengistimewakan kata ummah dibandingkan kata nation (bangsa) atau
qabilah (suku). Ia mendefinisikan ummah sebagai himpunan manusia yang seluruh
anggotanya bersama-sama menuju satu arah, bahu-membahu, dan bergerak secara
dinamis di bawah kepemimpinan bersama.
Al-Qur’an juga memberikan gambaran tentang makna ummah secara
komprehensif. Sayyid Quthb dalam kitabnya, Fii Zilaalil Qur’an, menyebutkan bahwa
pengertian ummah yang terdapat dalam al-Qur’an adalah :
1. Mahkluk
hidup yang memiliki karakter dan tujuan hidup yang satu (al-An’am[6]:38)
2. Waktu
(Yusuf[12]:45)
3. Imam,
pemimpin yang menjadi panutan dalam kebaikan (an-Nahl[16]:120)
4. Agama
tauhid yang dibawa oleh para Rasul (al-Anbiya’ [21]: 92)
5. Susunan
atau potensipada manusia (Hud[11]:118)
6. Komunitas
yang didasarkan pada satu akidah dari berbagai kebangsaan dan kawasan, bukan
didasarkan pada satu kebangsaan dan kawasan (al-Baqarah[2]:160)
7. Komunitas
atau sekelompok orang (Ali Imran [3]:104)
8. Salah
satu umat yang telah dikenal, yaitu umat Islam (Ali Imran [3]:110)
Hadirin …..
Dengan demikian, khairu ummah adalah ungkapan ilahiyah yang
luas maknanya, dalam isi dan hakekatnya, serta abadi tujuannya.
Bila umat Islam sekarang mampu menegakkan ketiga cirri itu
secara konsisten dalam sikap hidup; menyuruh kepada yang makruf, mencegah yang
munkar, dan beriman kepada Allah, maka suatu saat kelak umat Islam pasti
kembali menjadi generasi kebanggaan , disegani, dihormati, dan diperhitungkan
oleh manusia sepanjang zaman. Ayo bangkit umat terbaik!
Wallahu a’lam bish shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar