Ngalah tapi tidak kalah, namun kira-kira gengsi juga ya????
Apa kaitannya
antara debat, dusta, canda, dan surga? Jawabannya ada pada hadits berikut ini:
"Aku jamin rumah di dasar surga bagi yang menghindari berdebat sekalipun ia benar, dan aku jamin rumah di tengah surga bagi yang menghindari dusta walaupun dalam bercanda, dan aku jamin rumah di puncak surga bagi yang baik akhlaknya.” (Hadit Riwayat Abu Daud dalam Kitab Al-Adab, Hadits No. 4167. Dihasankan oleh Syekh Al-Albani dalam As-Shahihah).
"Aku jamin rumah di dasar surga bagi yang menghindari berdebat sekalipun ia benar, dan aku jamin rumah di tengah surga bagi yang menghindari dusta walaupun dalam bercanda, dan aku jamin rumah di puncak surga bagi yang baik akhlaknya.” (Hadit Riwayat Abu Daud dalam Kitab Al-Adab, Hadits No. 4167. Dihasankan oleh Syekh Al-Albani dalam As-Shahihah).
Nabi Sulaiman
a.s. pernah mengigatkan anaknya: debat bisa menimbulkan permusuhan.
“Tinggalkanlah mira’ (jidal,berdebat karena ragu-ragu dan menentang) itu, karena manfaatnya sedikit. Dan ia membangkitkan permusuhan di antara orang-orang yang bersaudara.” (HR, Ad-Darimi: 309, al Baihaqi, Syu’abul Iman: 1897).
Sahabat Nabi Saw, Ibnu Abbas r.a, memandang "zhalim" bagi mereka yang suka mendebat.
“Cukuplah engkau sebagai orang zhalim bila engkau selalu mendebat. Dan cukuplah dosamu jika kamu selalu menentang, dan cukuplah dosamu bila kamu selalu berbicara dengan selain dzikir kepada Allah.” (Al-Fakihi dalam Akhbar Makkah).
Nabi Saw pernah marah kepada para sahabat yang berdebat, sebagaimana diriwayatkan dalam Al-Musnad dan Sunan Ibnu Majah –dan asalnya dalam Shohih Muslim- dari ‘Abdullah bin ‘Amr
“Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar sedangkan mereka (sebagian shahabat-pent.) sedang berselisih tentang taqdir, maka memerahlah wajah beliau bagaikan merahnya buah rumman karena marah, maka beliau bersabda : “Apakah dengan ini kalian diperintah?! Atau untuk inikah kalian diciptakan?! Kalian membenturkan sebagian Al-Qur’an dengan sebagiannya!! Karena inilah umat-umat sebelum kalian binasa”.
Dalam Sunan At-Tirmidzy dan Ibnu Majah dari Abu Umamah r.a. Rasulullah Saw bersabda :
“Tidaklah sebuah kaum menjadi sesat setelah mereka dulunya berada di atas hidayah kecuali yang suka berdebat, kemudian beliau membaca (ayat) “Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja””.
Hukum Berdebat dalam Islam
Islam melarang debat, kecuali perbedatannya memenuhi syarat-syarat berikut ini:
1. Ikhlas semata-mata guna membela dan meninggikan kalimat Allah, bukan dengan niat untuk menjadi populer, riya', atau ingin dipandang "jago debat", "hebat", "cerdas", dan "alim" (berwawasan luas).
2. Orang yang berdebat harus mapan keilmuannya dalam masalah yang menjadi topik debat. Jika dia orang yang jahil, maka diharamkan atasnya.
3. Bertujuan menemukan kebenaran dengan argumentasi yang berdasarkan nash Al-Quran dan Hadits, bukan untuk menghinakan atau merendahkan.
4. Tidak boleh berdebat dengan orang yang tidak "open mind" (pikirannya terbuka) dan tidak takabur (menentang kebenaran).
"Janganlah engkau mendebat orang yang santun dan orang yang bodoh; orang yang santun mengalahkanmu, sedang orang yang bodoh menyakitimu.” (Al-Adab al-Syar’iyyah: 1/23).
Dusta dalam Canda
Pernah menonton Stand Up Comedy? Di situ banyak stand-up comedian yang "mungkin terpaksa" berdusta, mengarang cerita, sebagai bahan canda agar penonton tertawa. Kita juga tidak jarang menyaksikan seorang penceramah, da'i, atau mubalig, mengemukakan "cerita dusta" (fiktif) agar hadirin tertawa.
Dusta dalam canda, berdasarkan hadits di atas, jelas dilarang dalam Islam. Meninggalkan debat, terutama "debat kusir", dan menjuahi dusta dalam canda, merupakan bagian dari akhlak mulia. Akhlak-lah yang menjadi penyebab seseorang masuk surga dengan kasih-sayang Allah SWT. Wallahu a'lam.
“Tinggalkanlah mira’ (jidal,berdebat karena ragu-ragu dan menentang) itu, karena manfaatnya sedikit. Dan ia membangkitkan permusuhan di antara orang-orang yang bersaudara.” (HR, Ad-Darimi: 309, al Baihaqi, Syu’abul Iman: 1897).
Sahabat Nabi Saw, Ibnu Abbas r.a, memandang "zhalim" bagi mereka yang suka mendebat.
“Cukuplah engkau sebagai orang zhalim bila engkau selalu mendebat. Dan cukuplah dosamu jika kamu selalu menentang, dan cukuplah dosamu bila kamu selalu berbicara dengan selain dzikir kepada Allah.” (Al-Fakihi dalam Akhbar Makkah).
Nabi Saw pernah marah kepada para sahabat yang berdebat, sebagaimana diriwayatkan dalam Al-Musnad dan Sunan Ibnu Majah –dan asalnya dalam Shohih Muslim- dari ‘Abdullah bin ‘Amr
“Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar sedangkan mereka (sebagian shahabat-pent.) sedang berselisih tentang taqdir, maka memerahlah wajah beliau bagaikan merahnya buah rumman karena marah, maka beliau bersabda : “Apakah dengan ini kalian diperintah?! Atau untuk inikah kalian diciptakan?! Kalian membenturkan sebagian Al-Qur’an dengan sebagiannya!! Karena inilah umat-umat sebelum kalian binasa”.
Dalam Sunan At-Tirmidzy dan Ibnu Majah dari Abu Umamah r.a. Rasulullah Saw bersabda :
“Tidaklah sebuah kaum menjadi sesat setelah mereka dulunya berada di atas hidayah kecuali yang suka berdebat, kemudian beliau membaca (ayat) “Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja””.
Hukum Berdebat dalam Islam
Islam melarang debat, kecuali perbedatannya memenuhi syarat-syarat berikut ini:
1. Ikhlas semata-mata guna membela dan meninggikan kalimat Allah, bukan dengan niat untuk menjadi populer, riya', atau ingin dipandang "jago debat", "hebat", "cerdas", dan "alim" (berwawasan luas).
2. Orang yang berdebat harus mapan keilmuannya dalam masalah yang menjadi topik debat. Jika dia orang yang jahil, maka diharamkan atasnya.
3. Bertujuan menemukan kebenaran dengan argumentasi yang berdasarkan nash Al-Quran dan Hadits, bukan untuk menghinakan atau merendahkan.
4. Tidak boleh berdebat dengan orang yang tidak "open mind" (pikirannya terbuka) dan tidak takabur (menentang kebenaran).
"Janganlah engkau mendebat orang yang santun dan orang yang bodoh; orang yang santun mengalahkanmu, sedang orang yang bodoh menyakitimu.” (Al-Adab al-Syar’iyyah: 1/23).
Dusta dalam Canda
Pernah menonton Stand Up Comedy? Di situ banyak stand-up comedian yang "mungkin terpaksa" berdusta, mengarang cerita, sebagai bahan canda agar penonton tertawa. Kita juga tidak jarang menyaksikan seorang penceramah, da'i, atau mubalig, mengemukakan "cerita dusta" (fiktif) agar hadirin tertawa.
Dusta dalam canda, berdasarkan hadits di atas, jelas dilarang dalam Islam. Meninggalkan debat, terutama "debat kusir", dan menjuahi dusta dalam canda, merupakan bagian dari akhlak mulia. Akhlak-lah yang menjadi penyebab seseorang masuk surga dengan kasih-sayang Allah SWT. Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar