Merdeka.com - Belakangan ini aparat penegak hukum dalam negeri tengah disibukkan dengan kasus penistaan agama. Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok merupakan orang pertama yang terjerat kasus tersebut.
Kini, Ahok sudah duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa kasus penistaan agama dan sidangnya tengah bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Setelah Ahok, muncul nama Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab yang terjerat kasus serupa.
Rizieq dipolisikan setelah isi ceramahnya di Jakarta yang menyebut Tuhan Yesus lahir bidannya siapa. Kini, kasus tersebut masih proses penyelidikan di Mapolda Metro Jaya.
Belum rampung kasus yang membelit keduanya, kini aparat penegak hukum harus disibukkan dengan pelaporan terhadap Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri dengan kasus yang sama.
Mega dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri oleh Baharuzama, Eks Ketua FPI Jakut yang sekarang menjabat sebagai humas Aliansi Anak Bangsa Gerakan Anti Penodaan Agama karena isi pidatonya dianggap menistakan agama.
"Pelapor mendengar pidato terlapor yang diduga ada unsur penodaan agama," ujar Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Rikwanto kepada merdeka.com, Selasa (24/1).
Rikwanto mengatakan, pelapor yakni Baharuzaman mempersoalkan kutipan pidato Mega yang berbunyi 'Para pemimpin yang menganut ideologi tertutup pun memosisikan diri mereka sebagai pembawa 'self full filling prophecy', para peramal masa depan. Mereka dengan fasih meramalkan apa yang pasti terjadi di masa yang akan datang, termasuk dalam kehidupan setelah dunia fana, padahal notabene mereka sendiri tentu belum pernah melihatnya'.
Dalam laporannya ke Bareskrim, Bahruzaman mempersoalkan kalimat pemimpin ideologi tertutup sebagai peramal masa depan. "Dianggap mengandung unsur penodaan agama sehingga melaporkan ke pihak kepolisian," katanya.
Bosnya dipolisikan, sejumlah kader PDI Perjuangan pun pasang badan.
Andreas Hugo Pareira salah satu kader PDIP menyatakan pihaknya siap melakukan melakukan perlawanan hukum atas laporan tersebut.
"Siap saja. Cuma ya, apa ya, jadi terlalu naif," kata Andreas di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta.
Andreas meminta Baharuzama selaku pihak pelapor mempelajari kembali isi dan konteks pidato Megawati. Dia menilai pelapor tidak memahami isi pidato tersebut.
"Apanya yang penistaan? Saya kira yang melaporkan itu tidak memahami persoalan, isi dari pidato itu. Suruh pelajari dulu lah pidato itu," tegasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar