Al kisah di sebuah pesantren ada istri pak Kyai yang masih muda dan cantik jelita. B Nyai itu dulu adalah salah satu santri di pesantren itu. Mungkin karena kecantikannya, kemudian pak Kyai melamar santriwati itu. Kini beliau menjadi bu Nyai.
Satu atau dua tahun kemudian, masuklah si Sudrun menjadi santri baru di sana. Sebagai laki-laki biasa, Sudrun juga menyadari bahwa bu Nyai sangat cantik. Ia mulai suka mencuri pandang kepada bu Nyai-nya. Lama kelamaan ia mulai jatuh cinta. Sampai pada suatu saat, ia mulai menyadari bahwa cintanya pada bu Nyai yang selama ini ia pendam, sudah sampai pada level tidak bisa ditarik lagi. Tidak bisa dicegah. Sudah sangat mendalam.
Mulai lah si Sudrun tersiksa. Di satu sisi ia sangat kasmaran pada bu Nyai. Di sisi lain, ia tak mungkin mengungkapkan hal ini pada siapapun. Kini ia seperti orang linglung.
Kondisi santri Sudrun ini ternyata masuk dalam radar pak Kyai. Sebagai kyai yang alim dan bijaksana dia memahami kondisi Sudrun. Maka dipanggilah santri-nya tersebut. Sudrun tambah geragapan.
+ Drun Sudrun .. selama berminggu-minggu ini kok kamu seperti orang linglung. Ngaji gak konsentrasi. Hapalan juga nggak nambah-nambah .. ada apakah? +
– Ndhak ada apa-apa kok pak Kyai –
+ Yang bener .. apa kamu baru kasmaran . Jatuh cinta gitu po +
Sudrun menjadi kian gugup. Jantungnya berdegup kencang, keringat dingin mulai keluar. Tidak menjawab, namun menganggukkan kepala.
– Njihh pak Kyai – Jawabannya lirih sekali. Hampir tak terdengar.
+ Santriwati sini atau gadis mana yang kamu sukai +
– Bukan pak Kyai –
+ Lhaa terus siapa .. kalau memang sudah mantap ingin nikah, nanti saya lamarkan +
– Njihh pak Kyai … –
Sudrun yang memang sudah pasrah hanya mengiya-iyakan saja
+ Lhaa terus siapa .. ? +
– Mohon maaf pak Kyai .. saya memang tidak pantas berguru ke sini –
+ Maksudmu bagaimana .. katakan saja ? +
Akhirnya setelah melihat pak Kyai tampak sabar, Sudrun menguatkan diri.
– Mohon maaf pak Kyai, saya kasmaran sama Bu nyai, istri pak Kyai .. mohon maaf –
+ Lhoo …. +
Kaget juga pak Kyai. Namun hanya sejenak. Kemudian beliau netral kembali.
– Sekali lagi mohon maaf sekali pak Kyai –
Reaksi pak Kyai ternyata biasa saja, terkontrol, dan tidak marah. Dengan tersenyum ia menjawab,
+ Terus kalau kamu jatuh cinta pada bu Nyai terus apa rencana-mu +
Beberapa saat kemudian dilanjutkan dengan lembut,
+ Kamu harus melihat kenyataan Drun .. kamu santri lhoo. Paling tidak punya ilmu agama, punya budi pekerti dan tahu kaidah agama. Di satu sisi .. bu Nyai sudah punya suami.. syah. Apa kamu mau mengajaknya kawin lari atau berzina +
– Mohon maaf pak Kyai .. mohon maaf. Tidak sama sekali pak Kyai –
+ Apa kamu ingin saya merelakannya untukmu +
Sudrun hanya terdiam. Wajahnya memerah. Dirinya malu sekali. Wajahnya menunduk, tidak berani sekalipun mengangkat wajahnya. Pasrah. Malu.
+ Sudah .. begini saja Drun + Pak Kyai menetralkan suasana dengan memberikan nasehatnya,
+ Jika engkau tetap ingin memiliki istriku .. bu Nyai-mu, ada syaratnya. Kamu harus melakukan shalat lima waktu berjama’ah di masjid pesantren ini selama 40 hari. Ingat .. berjama’ah tanpa putus. Kalau putus satu kali pun maka syarat tidak terpenuhi, artinya cintamu kandas dan kamu harus pergi +
Kemudian pak Kyai melanjutkan,
+ Nanti sesudah 40 hari, kamu menghadap lagi. Bu Nyai akan saya tanya. Bersedia atau tidak untuk menjadi istrimu. Kalau bersedia silakan, tapi kalau tidak jangan diteruskan +
– Baik pak Kyai … –
Selepas menghadap dan berdialog dengan pak Kyai, kini Sudrun merasa lega. Baginya jamaah 40 hari tidak sulit. Bukankah selama nyantri di sini ia sering shalat berjamaah. Hanya kini selama 40 hari ia harus jamaah di masjid pesantren dan harus tidak boleh putus, makmum di belakang pak Kyai. Syarat ke dua pun ia rasa wajar, dan ada harapan.
Sejak hari itu, tatkala adzan berkumandang, pasti ia paling rajin menyongsong panggilan itu. Hari-hari pertama jamaah, bayangan wajah cantik bu Nyai hadir dalam shalatnya. Akibat sampingan dari berjamaah maraton 40 hari itu, Sudrun juga jadi rajin membersihkan masjid. Bayangan bu Nyai menjadikan dia rajin ke masjid, membersihkan masjid, mengepel masjid, dan merapikan al Qur’an, kitab, serta sajadah yang berserakan. Tatkala menjelang subuh, sambil menunggu adzan subuh, kini ia mulai rajin mendirikan shalat malam.
Hari-hari berlalu. Pada pertengahan jamaah 40 harinya, hatinya mulai tenang. Cintanya tidak menggebu-gebu lagi, namun masih ada dan masih berharap.
Menjelang akhir 40 hari jamaah, jiwanya tenang. Kesadarannya timbul. Jika ia nekad mempersunting bu Nyai, apa kata orang. Namanya akan terkenal namun bukan untuk hal yang baik. Terkenal menyerobot istri kyai-nya. Wahduh. Selain itu, tumbuh keimanan dan ketenangan jiwa yang semakin kuat. Dengan berpikir sehat, ia sadar tidak mungkin hidup bersama bu Nyai. Rasa cinta buta yang dulu menggebu-gebu kini boleh dikatakan hampir nihil. Ada rasa malu dan sungkan pada bu Nyai dan pak Kyai. Hati kecilnya berbisik, tak mungkin, tak mungkin kulakukan itu. Jika itu tetap dilakukan maka sama saja saya membunuh kebahagiaan bu Nyai, pak Kyai, dan pasti kebahagiaan diri sendiri juga.
Setelah 40 hari berlalu, shalat berjamaah telah ia khatamkan. Sudrun menghadap pak Kyai. Namun kini sambil menangis ia memohon maaf kepada pak Kyai atas kekurang ajarannya selama ini,
– Maafkan saya pak Kyai, ampuni santrimu ini … –
+ He eh .. kenapa kamu ini Drun? Bukannya kamu ke sini mau menjemput bu Nyai +
–Tidak pak Kyai, maafkan saya yang bodoh ini, setelah menuruti syarat pak Kyai untuk berjamaah, saya sadar sekarang, lewat shalat berjamaah saya belajar mengendalikan diri, mengendalikan nafsu dan egoisme ….. banyak hikmah yang saya dapatkan, termasuk menginginkan sesuatu yang bukan hak saya pak Kyai –
Sang Guru pun tersenyum. Santrinya telah menemukan hikmah sejatinya shalat, bahwa shalat yang sempurna itu berdampak tanha anil fahsya wal munkar, sedangkan untuk mencapai shalat yang sempurna adalah dengan berjamaah.
Wanita dinikahi karena empat hal
Sahih al-Bukhori:4700
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لاِرْبَعٍ: لِمَالِهَا, وَلِحَسَبِهَا, وَجَمَالِهَا, وَلِدِينِهَا. فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.
Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi sholallahu alaihi wassalam. beliau bersabda:
Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.
Pesan :
Jangan menikahi seorang wanita karena wajahnya, keturunannya, atau hartanya saja. Namun carilah wanita yang mempunyai ilmu agama yang baik dan menerapkannya dalam kehidupan, karena wanita itu akan menjadi ibu bagi anak-anak anda kelak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar